A. Formulasi
Kebijakan kampus merdeka merupakan kelanjutan dari kebijakan merdeka belajar. Kebijakan kampus merdeka ditujukan untuk lingkup perguruan tinggi. Dalam kebijakan kampus merdeka, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menjelaskan setidaknya ada empat poin yang menjadi program utama kampus merdeka yaitu:
Pertama, Otonomi pembukaan program studi baru. Program pertama yang diusung oleh Nadiem Makarim dalam Kampus Merdeka yaitu memberikan otonomi bagi PTN atau PTS untuk membuka program studi baru dengan syarat telah terakreditasi A dan B, serta telah melakukan kerjasama dengan organisasi atau universitas yang masuk ke dalam QS Top 100 World Universities. Kerjasama yang dilakukan dengan organisasi-organisasi tersebut mencakup penyusunan kurikulum, praktik kerja dan penyerapan lapangan kerja. Selanjutnya Kemendikbud juga akan bekerjasama dengan perguruan tinggi dan mitra prodi untuk melakukan pengawasan.
Kedua, Proses re-akreditasi dilakukan secara otomatis dan sukarela. Nantinya akreditasi yang sudah ditetapkan oleh BAN-PT akan tetap berlaku selama 5 tahun dan pengajuan re-akreditasi dapat dilakukan paling cepat 2 tahun setelah mendapatkan akreditasi yang terakhir kali.
Ketiga, Syarat menjadi PTN-BH dipermudah. Kemendikbud akan mempermudah persyaratan PTN BLU (Badan Layanan Umum) dan Satker (satuan Kerja) untuk menjadi PTN BH (Badan Hukum) tanpa terikat status akreditasi.
Keempat, Hak belajar tiga semester di luar program studi dan perubahan definisi SKS. Kemendikbud menilai saat ini bobot SKS untuk kegiatan pembelajaran di luar kelas sangat kecil dan tidak mendorong mahasiswa untuk mencari pengalaman baru. Sehingga diperlukan satu perubahan dalam kebijakan di dalam kampus. Kemudian pengertian SKS dari “jam belajar” diubah menjadi “jam kegiatan”, artinya SKS dapat berupa kegiatan belajar di kelas, magang atau kerja praktek di industri atau organisasi, pertukaran pelajar, pengabdian masyarakat, wirausaha, riset, studi independen, maupun kegiatan mengajar didaerah terpencil dengan syarat mendapat bimbingan langsung dari dosen.
b. Sosialisasi dan adopsi
Setelah kebijakan pemerintah ini direncanakan yang kemudian diformulasikan, pemerintah telah berupaya untuk mensosialisasiskannya kepada masyarakat, sebelum peraturan ini diterapkan. Tentu saja setiap kebijakan yang dikeluarkan akan menuai pro dan kontra dari masyarakat. Maka dalam sosialisasi kebijakan tersebut pemerintah juga memberikan lima payung hukum yang memperkuat penerapan kebijakan ini.
Lima payung hukum yang memperkuat kebijakan Kampus Merdeka ini, yakni Permendikbud No 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi, Permendikbud No 4 Tahun 2020 tentang Perubahan Perguruan Tinggi Negeri menjadi Perguruan Tinggi Badan Hukum dan Permendikbud No 5 tahun 2020 tentang Akreditasi Program Studi dan Perguruan Tinggi. Lalu, Permendikbud No 6 tahun 2020 tentang Penerimaan Mahasiswa Baru Program Sarjana pada Perguruan Tinggi Negeri, dan Permendikbud No 7 tentang Pendirian, Perubahan, Pembubaran Perguruan Tinggi Negeri dan Pendirian, Perubahan dan Pencabutan Izin Perguruan Tinggi Swasta.
c. Implementasi
Dengan bermodalkan lima payung hukum sebagaimana yang telah diuraikan di atas, kebijakan Kampus Merdeka pun akhirnya dilaksanakan (diimplementasikan). Kampus Merdeka sendiri dapat diartikan sebagai bentuk pemberian kebebasan secara otonom kepada lembaga pendidikan dan merdeka dari birokrasi yang berbelit dan kebebasan bagi mahasiswa memilih program yang diinginkan (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud RI, 2020). Tujuan besar yang ingin dicapai oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) adalah terciptanya kultur lembaga pendidikan yang otonom, tidak birokratis, dan terciptanya sistem pembelajaran yang inovatif berbasis pada peminatan dan tuntutan dunia modern.
Walaupun kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini mulai diterapkan karana layak disebut dengan perubahan yang cukup ekstrim, namun masih memunculkan beberapa keraguan di benak akademisi. Diantara pertanyaan besar yang muncul dari kebijakan merdeka Belajar, Kampus Merdeka” adalah 1) Bagaimana mekanisme implementasi kerjasama kampus dengan pihak eksternal dengan latar belakang kampus yang berbeda-beda?; 2) Bagaimana mekanisme pertukaran pelajar dan magang dengan kondisi geografis, mutu SDM, dan kondisi perekonomian yang berbeda-beda masing-masing individu?; 3) Bagaimana mekanisme penjaminan mutu institusi dengan kebijakan akreditasi yang baru?
d. Evaluasi
Evaluasi atas kebijakan Kampus Merdeka, tentu memiliki penilaian positif (kelebihan), maupun negatif (kekurangan). Yang menjadi kelebihan dari kebijakan ini adalah:
Pertama, Menjadikan dunia perkuliahan lebih fleksibel. Tujuan utama dari program merdeka belajar adalah ingin membaharui sistem pembelajaran yang selama ini dianggap kaku karena hanya berpusat dalam ruang kuliah. Dengan merdeka belajar, mahasiswa bisa fleksibel dan langsung berkolaborasi dengan lingkungan atau dunia kerja (industri).
Kedua, Memberikan kesempatan mahasiswa untuk mendalami studi yang diambil. Dengan Kampus Merdeka diharapkan mahasiswa tidak hanya bisa menguasai teori tetapi lebih dari itu ia bisa mengaplikasikan pengetahuannya dalam hidup dan karyanya.
Ketiga, Memberikan wadah kepada mahasiswa untuk terjun ke masyarakat. Dengan Kampus Merdeka ini, diharapkan agar mahasiswa nantinya dapat memberikan pelayanan dan pengabdian kepada masyarakat sekitar. Maka, sejak masa kuliah mahasiswa harus selalu diberi kesempatan untuk terjun langsung ke masyarakat sebagaimana yang akan dialaminya kelak sesudah menyelesaikan masa kuliah.
Keempat, Bisa mempersiapkan diri untuk terjun di dunia kerja. Dengan adanya PKL atau magang yang diatur dalam Kampus Merdeka ini, mahasiswa diharapkan akan menyesuaikan diri mereka di lingkungan luar kampus, seperti halnya di dunia kerja.
Di samping kelebihan-kelebihannya, kebijakan Kampus Merdeka juga dinilai memiliki beberapa kekurangan, antara lain:
Pertama, Dinilai belum begitu matang dalam persiapan. Dalam banyak hal kebijakan Kampus Merdeka masih perlu dilakukan pembaruan dan research yang lebih dalam menerapkannya.
Kedua, Pendidikan dan pengajaran yang belum terencana dengan baik. Prosedur pelaksanaan pendidikan dan pengajaran dalam merdeka belajar belum mengulas tentang upaya peningkatan kualitas pendidikan yang dinilai cukup problematik.
Ketiga, Persiapan SDM yang belum terstruktur. Program baru dalam dunia pendidikan tentunya membutuhkan sistem yang terstruktur dan sistematis. Namun, program merdeka belajar ini dinilai masih sangat baru dan belum cukup kuat untuk menyiapkan SDM sebagai pelaksana dalam program ini.
SARAN DAN REKOMENDASI
Menurut pendapat saya, dalam banyak hal kebijakan Kampus Merdeka sangat membantu kita untuk bergerak maju dalam bidang pendidikan di era Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0, saat ini. Misalnya, kolaborasi antara universitas dengan berbagai pihak di luar kampus untuk menciptakan prodi-prodi baru, merupakan langka yang baik bagi mahasiswa yang akan berhadapan dengan dunia kerja. Kebijakan tersebut dapat mendorong para mahasiswa yang kurang mempunyai skil dan wawasan menjadi lebih berkembang potensinya dengan mengikuti kegiatan di luar kampus. Disamping kegiatan belajar mengajar di kelas, mahasiswa dituntut untuk mampu berinteraksi dengan baik di masyarakat. Maka kebijakan ini dapat membantu mahasiswa dalam menambah wawasan dan pengalaman untuk membuka skill yang ada di dalam diri mereka. Namun sebagai saran dan rekomendasi, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
Pertama, harus ada pengaturan yang jelas bagi perusahaan yang membuka pemagangan bagi mahasiswa, sehingga program magang yang dicanangkan tidak menjadi alat bagi industri untuk mendapatkan tenaga kerja murah.
Kedua, terkait kebijakan yang mempermudah perubahan PTN BLU dan Satker menjadi Badan Hukum (BH) sebaiknya perlu ditinjau kembali. Ketika PTN sudah berbadan hukum otomatis biaya perkuliahan akan tinggi karena untuk menunjang fasilitas di kampus. Sedangkan pemerintah tidak bisa ikut campur dalam menentukan kebijakan. Jadi kebijakan ini dinilai akan sangat merugikan bagi masyarakat miskin yang akan kesulitan untuk menjangkau biaya perguruan tinggi yang semakin mahal.
Ketiga, terkait jam belajar yang diganti menjadi jam kegiatan memberikan kesempatan kepada para mahasiswa untuk magang selama 2 semester, perlu dipertimbangkan kembali. Magang dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan dimaksudkan untuk pelatihan kerja dan peningkatan kompetensi kerja, bukan tujuan akademik dan pemenuhan kurikulum atau persyaratan suatu profesi tertentu.
luar biasa
ReplyDeleteTerima kasih mas
Delete