IMPLEMENTASI KONSEP THE JURAN TRILOGY DALAM MEMPERTAHANKAN DAN MENINGKATKAN MUTU SEKOLAH - Dasriminocarm

Dasriminocarm

BLOG INI BERISI TULISAN YANG BERKAITAN DENGAN TEMA PENDIDIKAN. TULISAN DISAJIKAN DALAM BENTUK ARTIKEL, MAKALAH, REVIEW, RESUME DAN SEJENISNYA

Breaking

SELAMAT DATANG DI DASRIMINOCARM CHANEL

Selamat Datang Di Dasriminocarm Chanel

5 Postingan Paling Populer Dibaca

Ketik kata kunci di sini

Tuesday, May 29, 2018

IMPLEMENTASI KONSEP THE JURAN TRILOGY DALAM MEMPERTAHANKAN DAN MENINGKATKAN MUTU SEKOLAH



 
Hendrikus Dasrimin

 
Abstract: The Trilogy concept of Joseph Moses Juran can be implemented in schools to maintain and improve quality. The purpose of this study is to determine the quality of education in schools, based on the results of accreditation according to National Education Standards (SNP). In addition, this research is also conducted to find out the implementation of The Juran Trilogy concept in school and some obstacles encountered. This research method using qualitative approach. The results showed that the quality of schools based on the value of accreditation, in general very satisfactory. However, there needs to be an effort to maintain and improve the quality of the school to be better. This effort has also been done through the implementation of SMM ISO 9001: 2015 and the guidance of the assessment system based on national standards, but in its implementation has not been maximized.
Keywords: SNP, Juran, education, SMM, ISO 9001: 2015
Abstrak: Konsep Trilogy dari Joseph Moses Juran dapat diimplementasikan di sekolah untuk mempertahankan dan meningkatkan mutu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui mutu pendidikan di sekolah, berdasarkan hasil akreditasi menurut Standar Nasional Pendidikan (SNP). Selain itu, penelitian ini juga dilakukan untuk mengetahui implementasi konsep The Juran Trilogy di sekolah dan beberapa hambatan yang dihadapi. Metode penelitan ini menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mutu sekolah berdasarkan nilai akreditasi, secara umum sangat memuaskan. Akan tetapi perlu ada upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan mutu sekolah agar menjadi lebih baik lagi. Upaya ini pun telah dilakukan melalui penerapan SMM ISO 9001:2015 dan pembuatan panduan sistem penilaian berdasarkan standar nasional, namun dalam pelaksanaannya belum maksimal. 
Kata Kunci: SNP, Juran, pendidikan, SMM, ISO 9001:2015
 
 Setiap satuan pendidikan selalu berupaya untuk meningkatkan kualitasnya menjadi lebih baik. Salah satu tolak ukur peningkatan tersebut terletak pada manajemen strategi yang baik. Maka, persoalan tentang manajemen perlu mendapat perhatian karena akan berpengaruh pada peningkatan mutu pendidikan itu sendiri. Dalam dunia bisnis dan industri, upaya untuk peningkatan kualitas dikenal dengan istilah Total Quality Management (TQM).

 Istilah ini kemudian diadopsi dalam dunia pendidikan, dimana ada yang tetap menggunakan istilah yang sama yaitu Total Quality Management (TQM), dan ada pula yang menggunakan istilah Total Quality Education (TQE). Apapun istilah yang digunakan, pada prinsipnya merupakan upaya untuk peningkatan kualitas dari suatu perusahaan maupun juga pendidikan. (Ismail: 2016).  Maka secara sederhana TQM bisa dipahami sebagai sebuah filosofi manajemen yang menempatkan sistem dan proses yang tepat demi memenuhi bahkan melampaui harapan pelanggan. Proses ini merupakan sebuah pencarian tanpa henti untuk perbaikan berkelanjutan (Spanbauer, 2010). TQM memandang organisasi sebagai kumpulan proses. Ia mempertahankan bahwa organisasi harus berusaha terus menerus untuk meningkatkan proses dengan memasukkan pengetahuan dan pengalaman karyawan. Ini adalah pendekatan untuk meningkatkan efektivitas dan fleksibilitas bisnis secara keseluruhan. (Narne, 2017).
TQM merupakan kontribusi dari hasil penelitian beberapa ahli seperti Crosby, 1979; Deming, 1982; Ishikawa, 1985; Juran, 1988; dan Feigenbaum, 1991. Ide-ide mereka dikembangkan hingga saat ini, yakni dengan mengidentifikasi berbagai elemen untuk manajemen mutu yang efektif: berbasis pendekatan pelanggan, kepemimpinan, perencanaan mutu, perbaikan berkelanjutan, manajemen sumber daya manusia (keterlibatan semua anggota di perusahaan, pelatihan, tim kerja, komunikasi sistem), pembelajaran, proses manajemen, kerja sama, kesadaran organisasi dan kepedulian terhadap lingkungan sosial. (Tari, 2004).
Agar tercapainya mutu sekolah yang baik, selain menjadi tanggungjawab guru, orang tua dan masyarakat, tentu harus mendapat dukungan penuh dari pemerintah sebagai pengendali kebijakan. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya seperti pembaharuan kurikulum, perbaikan dan penataan sistem, termasuk di dalamnya adalah menetapkan Standar Nasional Pendidikan (SNP). Konsep standarisasi pendidikan nasional ini dibuat dengan tujuan untuk peningkatan mutu pendidikan, sehingga diharapkan setiap satuan pendidikan dapat memberikan layanan yang terbaik bagi peserta didik di lingkungan pendidikannya.
Dalam pasal 2 ayat 1 PP No. 32 tahun 2013, ada delapan Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang telah ditetapkan oleh pemerintah, yaitu: standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar pendidikan dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan pendidikan, dan standar penilaian pendidikan. (Abdullah, 2017).
Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia saat ini terus berupaya untuk meningkatkan mutu pendidikan berdasarkan pada SNP. Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk menilai berhasil tidaknya penyelenggaraan yang pendidikan yang berdasarkan SNP adalah akreditasi. SMAK St. Albertus Malang, sebagai salah satu Sekolah Menengah Atas di Kota Malang, pada tahun 2018 ini sedang mempersiapkan diri untuk akreditasi, sedangkan akreditasi terakhir dilaksanakan pada tahun 2014 mendapat predikat A, dengan nilai 94. Secara rinci nilai dari masing-masing komponen sesuai dengan delapan SNP dapat dilihat pada Tabel 1:

                Tabel 1. Nilai Akreditasi SMAK St. Albertus Malang (Tahun 2014)
No
Komponen
Nilai
1.       
Standar Kompetensi Lulusan
95
2.       
Standar Isi
94
3.       
Standar Proses
94
4.       
Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan
95
5.       
Standar Sarana dan Prasarana
95
6.       
Standar Pengelolaan
95
7.       
Standar Pembiayaan Pendidikan
94
8.       
Standar Penilaian Pendidikan
92

Nilai Akhir
94


Jika dibuat dalam histogram, maka nilai akreditasi di SMAK St. Albertus Malang pada tahun 2004 adalah sebagai berikut:

Berdasarkan hasil penilaian dari BAN-S/M di atas dapat disimpulkan bahwa secara umum kualitas pendidikan di sekolah ini sangat baik (A). Namun sebagai sebuah lembaga yang ingin terus berkembang, SMAK St. Albertus Malang harus bisa mempertahankan kualitas yang telah dicapai, bahkan harus terus berupaya untuk menyempurnakan hal yang masih kurang, di antaranya adalah standar penilaian pendidikan. Data menunjukkan bahwa dari delapan standar yang ada, yang memiliki nilai paling kecil adalah Standar Penilaian Pendidikan, yakni dengan nilai 92. Untuk menganalisis masalah ini, kita menggunakan tools Five Why’s.
Metode Five Why’s merupakan proses sederhana yang digunakan untuk mencari penyebab dari sebuah masalah dengan mengajukan pertanyaan “mengapa” sebanyak lima kali secara sampai diperoleh akar masalah atau faktor penyebab utama dari sebuah persoalan. Teknik ini dikembangkan oleh Sakichi Toyoda, salah satu pendiri Toyota  pada tahun 1930-an, yang merupakan teknik sederhana dan praktis namun sangat efektif untuk mengungkap akar dari suatu permasalahan, sehingga dapat menemukan solusi yang dapat benar-benar menyelesaikan permasalahan yang dihadapi (Serat, 2009).
Berdasarkan metode five why’s, maka hasil analisis masalah kurangnya nilai Standar Penilain Pendidikan dapat dilukiskan dalam Diagram 1:

               Diagram 1. Analisis Masalah


 Diagram ini menunjukkan bahwa fungsi manejerial dan monitoring dari kepala sekolah belum maksimal sehingga program pelatihan dan monitoring belum berjalan dengan baik. Hal inilah yang menyebabkan beberapa guru belum paham tentang sistem penilaian, sehingga belum bisa membuat penilaian (evaluasi) secara benar. Maka untuk mengatasi masalah nilai Standar Penilaian Pendidikan yang masih kurang, perlu diadakan pelatihan terus menerus, yang dimbangi dengan fungsi monitoring (controling) dari kepala sekolah yang sebelumnya telah direncanakan dengan baik. Gagasan untuk peningkatan mutu dengan cara demikian sejalan dengan pemikiran Juran.
            Juran lahir di Rumania pada tahun 1900. Setelah lulus dari The University of Minnesota pada tahun 1924, Juran bergabung dalam departemen inspeksi di Bell Telephone’s Hawthome Works. Juran sangat berkontribusi dalam perkembangan revolusi mutu. Pemikirannya mengenai manajemen mutu banyak dikembangkan sejak dirinya pindah ke Jepang pada tahun 1954. Juran membantu Jepang dalam merekonstruksi sistem perindustrian di sana agar mampu bersaing dengan pasar dunia dengan konsep mutu yang ditetapkannya. (Tanner, 1995).
            Menurut Juran, mutu merupakan pekerjaan yang berkaitan dengan manajemen. Menurut Juran, 85% permasalahan tentang rendahnya kualitas atau mutu sebuah organisasi disebabkan karena manajemen strategi yang buruk. (Umar, 2017). Maka Juran kemudian mengembangkan pikarannya ini dengan sebuah gagasan yang dinamai Manajemen Mutu Strategi (Strategic Quality Management/SQM). Juran (dalam Sallis, 2012), menjelaskan bahwa SQM ada tiga golongan dalam staf yang berkontribusi terhadap peningkatan mutu yakni manejer senior yang memiliki fungsi strategis tentang organisasi, manejer menengah yang memiliki fungsi operasional tentang organisasi dan para karyawan yang bertanggungjawab terhadap kontrol mutu.
            Juran kemudian mengemukakan tiga elemen pokok dalam proses manajerial suatu organisasi yang dikenal dengan The Juran Trilogy, yakni perencanaan kualitas, pengendalian kualitas dan perbaikan kualitas. Elemen-elemen ini sebenarnya diadopsi oleh Juran dari tiga landasan proses menejerial yang biasa digunakan untuk mengatur keuangan di suatu perusahaan. (Tanner, 1995).
Adapun Trilogi Juran tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Perencanaan Kualitas (Quality Planning/QP). QP merupakan suatu proses manajemen untuk mengidentifikasi pelanggan, persyaratan/kebutuhan, produk dan jasa yang sesuai dengan karakteristik pelanggan. Proses ini juga akan menghantarkan produk dan jasa dengan perlengkapan yang benar, kemudian mentransfer pengetahuan ini kepada anggota perusahaan sehingga semua pelanggan mendapat kepuasan.

b. Pengendalian Kualitas (Quality Control/QC). QC merupakan suatu proses pemeriksaan dan evaluasi yang dilakukan secara sungguh-sungguh terhadap sebuah produk dan dibandingkan dengan persyaratan utama yang diinginkan oleh para pelanggan. Masalah yang terdeteksi akan dikoreksi demi peningkatan kualitas yang lebih baik lagi.

c. Perbaikan Kualitas (Quality Improvement/QI). QI merupakan suatu proses untuk mempertahankan mekanisme yang sudah baik, agar kualitas dapat dicapai secara terus menerus. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara memperhatikan alokasi sumber daya, menugaskan personil untuk melaksanakan proyek mutu, memberikan pelatihan bagi para karyawan dan menetapkan strategi yang permanen untuk mempertahankan kualitas yang telah dicapai sebelumnya dan mengejar kualitas yang belum sempurna. (Ismail, 2016).
           
Untuk memperbaiki kualitas sebuah organisasi, Juran (dalam Aziz, 2015) memberikan beberapa langkah yang harus dilakukan, yakni: a) Membentuk kesadaran akan pentingnya perbaikan kualitas dan peluang-peluang untuk melakukan perbaikan; b) Menetapkan tujuan perbaikan; c) Membuat pengorganisasian anggota; d) Mengadakan pelatihan; e) Mengimplementasikan perencanaan program untuk memecahkan masalah; f) Melaporkan perkembangan; g) Memberikan penghargaan; h) Menginformasikan hasil yang telah dicapai; i) Menyimpan dan mempertahanakan hasil yang dicapai; j) Melakukan perbaikan dalam sistem reguler perusahaan.
Berdasarkan teori Juran di atas dikemukakan bahwa untuk mempertahankan dan meningkatkan mutu sebuah lembaga pendidikan dibutuhkan manajemen strategi yang baik. Manajemen strategi yang baik ini tidak hanya dibutuhkan oleh sebuah lembaga pendidikan yang memiliki kualitas rendah untuk meningkatkan kualitasnya, tetapi juga dibutuhkan oleh lembaga yang sudah mapan untuk bisa mempertahankan kualitasnya, bahkan untuk lebih menyempurnakan beberapa hal yang menjadi kekurangannya. Oleh karena itu sangat dibutuhkan seorang manejer yang baik dalam mengatur rencana-rencana strategis dan juga bisa menjalankan fungsi kontrol (monitoring) dengan baik.
Beberapa peneliti telah menyumbangkan hasil kajiannya dalam implementasi manajemen mutu ini. Maya Novita Sari, dalam penelitiannya tentang Implementasi Manajemen Mutu Terpadu di PAUD PGTK IT Harapan Mulia di Yogyakarta, mengemukakan bahwa penerapan manajemen mutu di PG TKIT Harapan Mulia terlihat baik. Hal ini bisa dilihat dari beberapa instrumen ketercapaian seperti kepuasan pelanggan yang merespons pelayanan dan sistem pendidikan yang baik, dan manajemen mutu terpadu telah memberikan garis kordinasi untuk semua pihak bekerjasama dalam keterlibatan pendidikan di PG TKIT Harapan Mulia. Sekalipun demikian, tetap disarankan agar konsep mutu terpadu hendaknya terus dikuatkan agar selalu terjalinnya keterlibatan yang lebih baik dari semua pihak agar lebih menguatkan lagi sistem yang telah berjalan baik sebelumnya. Hal ini penting untuk dilakukan karena lembaga pendidikan lainnya sudah mulai serius dalam menggarap manajemen yang berkualitas dengan mengedepankan kwalitas dan daya saing lembaga (Sari, 2017: 118). 
Sementara itu Supriyanto (2011), dalam penelitian tentang Implementasi Total Quality Management Dalam Sistem Manajemen Mutu Pembelajaran  di Institusi Pendidikan di FIP Universitas Negeri Malang, menemukan bahwa  pemfokusan kegiatan ke pelanggan (mahasiswa, dosen, dan staf) di UM sudah dilakukan, tetapi belum optimal. Upaya untuk mengatasi hal ini telah dilaksanakan dengan perbaikan proses kegiatan secara terus-menerus, dan hasil yang sudah tampak bisa dilihat dari meningkatnua kedisiplinan dan komitmen dosen dalam melaksanakan proses perkuliahan. Hal tersebut terkontrol melalui monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh GPM, UPM, dan BPM. Hasil penelitian ini menujukkan bahwa kualitas monitoring menjadi salah satu aspek yang sangat penting dalam peningkatan mutu. (Supriyanto, 2011).
Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas, maka konsep Juran yang dikenal dengan The Juran Trilogy berupa perencanaan, pengendalian, dan perbaikan kualitas dapat diimplementasikan di SMAK St. Albertus Malang dalam usaha untuk mempertahankan mutu yang diperoleh selama ini dan meningkatkan kualitas yang lebih baik lagi di masa mendatang.


 METODE
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif  merupakan pemahaman terhadap fenomena sosial ditinjau dari perspektif subjek penelitian. McMillan dan Schumacher (dalam Wiyono, 2007). Penelitian ini  dilakukan di SMAK St. Albertus Malang yang terletak di Jalan Talang No. 1, Kota Malang-Jawa Timur. Dalam penelitian ini, kedudukan peneliti sebagai observer atau non-partisipan, dimana peneliti datang langsung ke lapangan tetapi hanya sebagai pengamat dan tidak ikut serta dalam melakukan kegiatan secara langsung. 
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Lofland (dalam Moleong, 2010) berpendapat bahwa yang menjadi sumber data utama dalam penelitian ini adalah wawancara dan observasi. Hal ini sesuai dengan prinsip penelitian kualitatif bahwa kata-kata dan tindakan adalah sumber data yang paling utama. Studi dokumentasi hanya sebagai data pendukung. Analis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif, sedangkan langkah-langkah analisis meliputi pengumpulan data, reduksi data, display data, verivikasi dan penarikan kesimpulan.

HASIL                                                                                                                            
SMAK St. Albertus Malang terus melakukan pengembangan dan penataan kembali pengelolaan dan pelayanannya agar dapat memenuhi harapan dan keinginan masyarakat, sehingga dapat bersaing dan memiliki nilai lebih dibandingkan dengan lembaga lain. Berbagai upaya telah, sedang dan akan dilakukan untuk menyempurnakan sistem manajemen sekolah agar bisa mempertahankan kualitas yang telah dicapai selama ini dan terus melakukan perbaikan secara berkelanjutan demi kualitas yang lebih baik di masa mendatang, walaupun usaha ini belum optimal.
Dengan menerapkan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001,  SMAK St. Albertus Malang berusaha meningkatkan kualitas sumber daya manusia, secara konsisten dan berkesinambungan untuk mampu memberikan pelayanan yang maksimal kepada stakeholder. Mengawali dengan menerapkan ISO 9001:2000, kemudian ditingkatkan menjadi ISO 9001:2008, dan sekarang ISO 9001: 2015, SMAK St. Albertus Malang telah mendapat sertifikat ISO yang diperoleh dari United Registra of Systems-United Kingdom Accreditation Service (URS-UKAS) quality management dengan nomor sertifikat 14431 (Nugroho, 2017:228).
Sesuai dengan prinsip TQM, SMAK St. Albertus Malang telah berupaya untuk mencapai kepuasan pelanggan sebagaimana tertuang dalam salah satu aspek dari visi-misi sekolah yakni pelayanan. Hal ini dilakukan dengan upaya perbaikan MSDM baik itu dengan cara meningkatkan profesionalisme dan kinerja guru dan karyawan, tetapi juga diimbangi dengan memperhatikan kesejahteraan hidup mereka. Sementara itu perbaikan sarana dan prasarana, renofasi infrastruktur sekolah, peningkatan akademik dan pengembangan kurikulum terus diupayakan. Indikator keberhasilan ini dapat dilihat dari nilai akreditasi yang diberikan oleh pemerintah maupun dengan perolehan sertifikat ISO.
Berdasarkan konsep The Juran Trilogy, sambil mempertahankan kualitas yang telah dicapai, SMAK St. Albertus Malang terus berupaya untuk menyempurnakan sistem manajemen, khususnya dalam meningkatkan Standar Penilaian Pendidikan berdasarkan SNP. Untuk merealisasikan hal ini, kepala sekolah telah menjalankan fungsi manajeril dan monitoringnya untuk merancang dan mengontrol sistem penilaian yang lebih terstruktur. Maka pada tanggal 22 Juni 2017, kepala sekolah bersama tim pengembangan kurikulum yang terdiri dari para guru, telah menerbitkan sebuah Buku Panduan Akademik SMAK St. Albertus Malang, yang di antaranya berisi sistem penilaian pendidikan yang lebih lengkap dan sesuai dengan SNP (Feriwibisono, dkk., 2017).
Adapun pengaturan mengenai penilaian, ketuntasan, penentuan indeks prestasi, dan kelulusan di SMAK St. Albertus Malang adalah sebagai berikut:
1.      Peserta didik wajib mengikuti seluruh penilaian yang terdiri dari penilaian proses dan penilaian hasil.
2.      Laporan hasil belajar meliputi penilaian aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan mengacu pada Pemendikbud Republik Indonesia 53 tahun 2015 dan Pemendikbud No 23 tahun 2016 dilengkapi dengan Indeks Prestasi (IP). Penilaian sikap dilaporkan dalam bentuk predikat (K = Kurang, C = Cukup, B = Baik, SB = Sangat Baik) dan deskripsi. Penilaian pengetahuan dan keterampilan dilaporkan daam bentuk nilai (0-100), predikat (D-A), dan deskripsi pencapaian kompetensi pelajaran.
3.      Prinsip penilaian adalah sahih, objektif, adil, terpadu, terbuka, menyeluruh dan berkesinambungan, sistematis, beracuan kriteria, dan akuntabel.
4.      Penilaian dilakukan oleh guru, satuan pendidikan, dan pemerintah. Guru memberikan penilaian pada setiap KD (Kompetensi Dasar) yang terdiri dari nilai pengetahuan (NP), nilai keterampilan (NK) dan deskripsi sikap. Guru juga memberikan tes formatif pada setiap UKBM. Satuan pendidikan menyelenggarakan Ulangan Tengah Semester (UTS), dan Ulangan Akhir Semester (UAS). Penilaian oleh satuan pendidikan juga dilakukan melalui Ujian Sekolah (US). Penilaian oleh pemerintah dilakukan melalui Ujian Nasional (UN).
Untuk ranah pengetahuan SMAK St. Albertus Malang mempunyai ketentuan penilaian sebagai berikut:
a.       Nilai Harian (NH)
Nilai harian adalah rata-rata tes formatis dari setiap IKBM pada setiap KD.
b.      Nilai Ulangan Tengah Semester (NUTS)
Nilai UTS diperoleh dari hasil ulangan tengah semester yang diadakan di setiap tengah semester baik semester genap/ganjil.
c.       Nilai Ulangan Akhir Semester (NUAS)
Niali NUAS diperoleh dari hasil ulangan akhir semester ganjil/genap.
d.      Nilai Akhir (NA)
Nilai akhir dari suatu mata pelajaran adalah rata-rata atau perhitungan dari semua nilai yang dikumpulkan peserta didik selama satu semester, yaitu:
1) Untuk ranah pengetahuan digunakan rumus:
                         Keterangan:
                         NA     : Nilai Akhir
                         NH     : Nilai Harian
                         NUTS            : Nilai Ulangan  Tengah Semester
NUAS: Nilai Ulangan  
 Akhir Semester

2) Nilai Keterampilan terdiri dari ats tes prkatis, proyek, atau penilaian portofolio. Nilai Akhir Keterampilan diambil dari nilai rata-rata nilai keterampilan setiap KD.
3) Nilai Sikap dilakukan melalui observasi yang tertulis dalam jurnal oleh guru Agama, PPKN, guru mata pelajaran, dan penilaian antar peseta didik (peer assessment).

5.      Peserta didik dapat megikuti Ulangan Tengah Semester (UTS) dan Ulangan Akhir Semester (UAS) apabila memenuhi syarat sebagai berikut:
a)      Kehadiran minimal 90% untuk setiap mata pelajaran,
b)      Menyelesaikan seluruh tugas mandiri untuk setiap mata pelajaran,
c)      Memenuhi persyaratan administrasi sekolah.
Keterangan:
a. Ketidakhadiran dinyatakan sah jika ada surat resmi dari orang tua atau keterangan yang dapat dipertanggungjawabkan, untuk peserta didik yang tidak hadir karena tugas sekolah diatur tersendiri sesuai kebijaksanaan sekolah.
b. Peserta didik yang berhalangan mengikuti ulangan harian diberi kesempatan menempuh ulangan susulan dengan persyaratan sebagai berikut:
·         Mempunyai alasan sah dan dapat dipertanggung jawabkan, yang ditujukan kepada kepala sekolah secara tertulis dengan tembusan ke guru Pembimbing Akademik sebelum ulangan dilaksanakan.
·         Ulangan susulan dilaksanakan selambat-lambatnya satu minggu sebelum masa ulangan akhir semester dilaksankan.

6.      Kriteria ketuntasan minimal (KKM) setiap mata pelajaran ranah pengetahuan dan keterampilan adalah 75. Sedangkan KKM nilai sikap adalah Baik. Setiap nilai pengetahuan dan keterampilan diberi predikat sesuai dengan tabel berikut:
KKM
PREDIKAT
D
C
B
A
75
≤ 75
75-83
84-92
93-100
           
7. Peserta didik diberikan kesempatan untuk memperbaiki nilai formatif pada setiap UKBM yang belum mencapai KKm dan program remidial untuk Nilai Akhir (NA) di semester berikutnya.
8. Penilaian pada penyelenggaraan SKS adalah penilaian kompetensi sesuai standar nasioanal penilaian pendidikan dengan menyertakan indeks prestasi (IP) pada laporan hasil belajar. IP merupakan gabungan hasil penilaian kompetensi KD dari Kl-3 (pengetahuan) dan Kl-4 (Keterampilan) dari seluruh mata pelajaran yang diikuti tiap semester.
Perhitungan Indeks Prestasi (IP) adalah sebagai berikut:
                        
                         Keterangan:
                         IP = Indeks Prestasi
N= Rata-rata nilai  
pengetahuan dan
keterampilan tiap mapel
B = beban belajar tiapmata  
 pelajaran

9. Mulai semester dua laporan hasil belajar juga memuat indek prestasi kumulatif yang menampilkan nilai mata pelajaran setiap semester yang sudah ditempuh oleh peserta didik.
10. Berdasarkan Surat Edaran No. 169/104:/SMAK St.Alb./I/2017/SMA K St. Albertus mentukkan persyaratan ketuntasan akademik jika pada semester genap terdapat lebih dari 8 mata pelajaran tidak tuntas, maka peserta didik harus mnegulang pada jenjang yang sama.
11. Peraturan ekstrakurikuler. Nilai ekstrakurikuler berupa predikat (K = kuarng, C= Cukup, B = Baik, SB = Sangat Baik) dan dan deskripsi. Rata-rata nilai ekstrakurikuler setiap semester sekurang-kurangnya B.


PEMBAHASAN
            Implementasi konsep The Juran Trilogy secara implisit sebenarnya sudah dijalankan, tetapi belum optimal. Hal ini dibuktikan dengan adanya upaya penerapan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2015, yang antara lain bertujuan untuk: 1) menyempurnakan sistem manajemen sekolah yang berbasis SMM; 2) melakukan continual improvement di segala bidang melalui sekolah yang berstandar internasional; dan 3) mencapai dan mempertahankan kualitas layanan yang dihasilkan, sehingga secara berkesinambungan dapat memenuhi kebutuhan para pengguna (Nugroho, 2017:229).
            Sekalipun upaya peningkatan mutu telah dikembangkan, namun masih ditemukan beberapa faktor penghambat dalam implementasi SMM ISO 9001:2015 di SMAK St. Albertus Malang, antara lain: 1) masing-masing personal yang menangani ISO, belum melaksanakan tugasnya dengan maksimal; 2) ketidakmampuan tim audit internal dalam memenuhi persyaratan/klausul dalam ISO 9001:2015; 3) rapat tinjauan manajemen yang dilaksanakan belum maksimal karena hanya membahas hasil audit internal dan eksternal; 4) kurangnya pengetahuan tentang IWA-2, yang merupakan panduan penerapan SMM ISO 9001:2015; dan 5) tidak adanya unit kerja khusus yang menangani SMM ISO 9001:2015. Maka selalu diupayakan perbaikan dan penyempurnaan agar melalui SMM ISO 9001:2015 ini, kualitas sekolah dapat ditingkatkan. (Nugroho, 2017:234).
            Dalam mengatasi kurangnya nilai akreditasi pada Standar Penilaian Pendidikan, pihak sekolah telah mengadakan usaha perbaikan dengan membuat panduan penilaian yang lebih komprehensif berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2016, tentang Standar Penilaian Pendidikan.
Setelah perencanaan penilaian ini dibuat, dalam implementasinya Kepala Sekolah selalu mengadakan monitoring dan evaluasi sebagai upaya untuk mengendalikan mutu. Hasil monitoring dan evaluasi, baik itu penerapan SMM ISO 9001: 2015, maupun penerapan sistem penilaian yang telah dibuat akan digunakan sebagai bahan untuk memperbaiki kekurangan yang terjadi demi mencapai kualitas yang lebih baik. Sementara itu kepala sekolah juga memberikan kesempatan kepada para guru untuk mengikuti pelatihan-pelatihan, seminar, workshop, raker, MGMP serta kegiatan lain untuk meningkatkan profesionalisme dan kinerja guru. Hal ini jika disesuaikan dengan konsep Trilogi Juran maka akan diperoleh gambaran seperti Tabel 2:

                                     Tabel 2. Aplikasi The Juran Trilogy

   


KESIMPULAN 
            Pertama, berdasarkan hasil penilaian dari BAN-S/M dapat disimpulkan bahwa secara umum kualitas pendidikan di sekolah ini sangat baik, dengan nilai 94 (predikat A). Data menunjukkan bahwa dari delapan standar yang ada, yang memiliki nilai paling kecil adalah Standar Penilaian Pendidikan, yakni dengan nilai 92. Sebagai sebuah lembaga yang ingin terus berkembang, SMAK St. Albertus Malang terus berupaya untuk mempertahankan kualitas yang telah dicapai, bahkan untuk menyempurnakan hal yang masih kurang, di antaranya adalah standar penilaian pendidikan.
Kedua, SMAK St. Albertus Malang secara implisit telah menerapkan TQM, khususnya konsep The Juran Trilogy sebagai upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan mutu sekolah. Hal ini diiplementasikan melalui (1) Perencanaan Kualitas, berupa pembuatan panduan penilaian yang lebih komprehensif yang disesuaikan dengan Permendikbud No. 23 Tahun 2016; (2) Pengendalian Kualitas, dimana Kepala Sekolah selalu mengadakan monitoring dan evaluasi program yang telah dibuat, penilaian kerja dan rapat evaluasi bersama; (3) Perbaikan Kualitas, yakni dengan memberikan kesempatan kepada para guru untuk mengikuti pelatihan-pelatihan, seminar, workshop dan lain-lain. Selain itu dengan menetapkan strategi yang permanen untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas melalui penerapan SMM ISO 9001: 2015.
Ketiga, upaya peningkatan mutu melalui penerapan SMM ISO 9001:2015 dan pembuatan panduan standarisasi penilaian sudah dilaksanakan walaupun belum secara optimal. Penerapan SMM ISO 9001:2015 belum optimal karena 1) masing-masing personal yang menangani ISO, belum melaksanakan tugasnya dengan maksimal; 2) ketidakmampuan tim audit internal dalam memenuhi persyaratan/klausul dalam ISO 9001:2015; 3) rapat tinjauan manajemen yang dilaksanakan belum maksimal karena hanya membahas hasil audit internal dan eksternal; 4) kurangnya pengetahuan tentang IWA-2, yang merupakan panduan penerapan SMM ISO 9001:2015; dan 5) tidak adanya unit kerja khusus yang menangani SMM ISO 9001:2015. Sedangkan penerapan sistem penilaian yang sesuai dengan standar terus diupayakan sambil tetap membutuhkan pendampingan dan pelatihan bagi guru yang masih mengalami kesulitan.

SARAN
            Demi mempertahankan dan menyempurnaan mutu SMAK St. Albertus Malang, disarankan agar tetap diupayakan peningkatan profesionalisme SDM melalui pelatihan-pelatihan, seminar, workshop, raker, MGMP serta kegiatan lain. Demikian pula kepala sekolah hendaknya memaksimalkan perannya sebagai monitoring untuk terus mengontrol dan mengadakan evaluasi untuk perbaikan kualitas yang lebih baik lagi.


DAFTAR RUJUKAN

Abdullah, Mulyana. 2017. Manajemen
Mutu Pendidikan di Sekolah Peran kepemimpinan Kepala Sekolah, Profesionalisme Guru, dan Partisipasi Masyarakat Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan di Sekolah. Jurnal Penelitian Pendidikan, Vol 17, No 3 (2017). Jakarta: Universitas Pendidikan Indonesia. Dari: http://ejournal.upi.edu/index.php/JER/article/download/9612/5922

Aziz, Amrullah. 2015. Peningkatan Mutu
Pendidikan. Jurnal Studi Islam, Volume 10, No. 2 Desember 2015. Dari: http://ejournal.kopertais4.or.id/tapalkuda/index.php/pwahana/article/download/2688/1972/
Feriwibisono, Bambang, dkk,. 2017. Buku
Panduan Akademik. Malang: SMAK St. Albertus.

Ismail, Feiby. 2016. Implementasi Total
Quality Management (TQM) di Lembaga Pendidikan. Jurnal Pendidikan Islam IQRA’, Vol 10, No 2 (2016).  Dari: http://journal.iain-manado.ac.id/index.php/JII/article/download/591/494

Moleong, Lexy J. 2010. Metodologi
Penelitian Kualitatif.  Bandung : PT Rosda Karya.

Narne, Venkata Srinivasa Rao. 2017. 
Total Quality Management In Higher Technical Education. International Journal of Advanced Research and Development, Volume 2; Issue 3; May 2017. Dari: http://www.advancedjournal.com/download/269/2-2-49-504.pdf.

Nugroho,  Antonius Widi. 2017. Strategi
Sekolah dalam Menerapkan Sistem
Manajemen Mutu (SMM) Berbasis ISO 9001:2015. Jurnal Manajemen dan Supervisi Pendidikan, Vol 1, No 3 (2017). Malang: Universitas Negeri Malang. Dari: http://journal2.um.ac.id/index.php/jmsp/article/view/1993.


Sallis, Edward (Terj.). 2012. Manajemen
Mutu Terpadu Pendidikan. Yogyaarta: IRCiSoD.

Sari, Maya Novita. 2017. Implementasi
Manajemen Mutu Terpadu pada Pendidikan Anak Usia Dini (Analisis di Play Group Taman Kanak-Kanak Islam Terpadu Harapan Mulia Palembang). Literasi: Jurnal Ilmu Pendidikan, Vol 8, No 2 (2017). Dari: http://ejournal.almaata.ac.id/index.php/LITERASI/article/download/586/439

Spanbauer, Stanley J. 2010. Reactivating
Higher Education With Total Quality Management: Using Quality and Productivity Concepts, Techniques and Tools to Improve Higher Education. Journals Oxford Ltd, Total Quality Management, VOL. 6, NOS 5&6, 1995. Dari: http://www.tandfonline.com/loi/ctqm19.

Serrat, Olivier. 2009. The Five Whys
Technique. International Publications. Cornell
University ILR School. Dari: http://digitalcommons.ilr.cornell.edu/intl.

Supriyanto, Achmad. 2011. Implementasi
Total Quality Management dalam Sistem Manajemen Mutu Pembelajaran di Institusi Pendidikan. Jurnal Cakrawala Pendidikan, Th. XXX, No. 1. Dari: http://lppmp.uny.ac.id/sites/lppmp.uny.ac.id/files/2%20Achmad%20Supriyanto.pdf
Tanner, A. R. & De Toro, I. J. 1995. Total
Quality Management (Tree Steps to Continuous Improfement). Massachusetts: Addison-Wesley Publishing Company.

Tari, Juan Jose. 2004. Quality Tools and
Techniques: Are They Necessary for Quality Management? Interntional Jurnal of Production Economics, 29 (2004). Dari: https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0925527303003268.   

Umar, Mardan. 2017. Peningkatan Mutu
Lembaga Pendidikan Islam (Tinjauan Konsep Mutu Edward Deming dan Joseph Juran). Jurnal Pendidikan Islam Iqra’, Vol. 11 Nomor 2 Tahun 2017. Dari: http://journal.iain-manado.ac.id/index.php/JII/article/view/581.

Wiyono, Bambang Budi. 2007.
Metodologi Penelitian. Malang: Universitas Negeri Malang.







No comments:

Post a Comment