Hendrikus Dasrimin
Abstract: The Trilogy concept of Joseph
Moses Juran can be implemented in schools to maintain and improve quality. The
purpose of this study is to determine the quality of education in schools,
based on the results of accreditation according to National Education Standards
(SNP). In addition, this research is also conducted to find out the
implementation of The Juran Trilogy concept in school and some obstacles
encountered. This research method using qualitative approach. The results
showed that the quality of schools based on the value of accreditation, in
general very satisfactory. However, there needs to be an effort to maintain and
improve the quality of the school to be better. This effort has also been done
through the implementation of SMM ISO 9001: 2015 and the guidance of the
assessment system based on national standards, but in its implementation has
not been maximized.
Keywords:
SNP, Juran,
education, SMM, ISO 9001: 2015
Abstrak: Konsep Trilogy dari Joseph Moses
Juran dapat diimplementasikan di sekolah untuk mempertahankan dan meningkatkan
mutu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui mutu pendidikan di sekolah,
berdasarkan hasil akreditasi menurut Standar Nasional Pendidikan (SNP). Selain
itu, penelitian ini juga dilakukan untuk mengetahui implementasi konsep The Juran Trilogy di sekolah dan
beberapa hambatan yang dihadapi. Metode penelitan ini menggunakan pendekatan
kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mutu sekolah berdasarkan nilai
akreditasi, secara umum sangat memuaskan. Akan tetapi perlu ada upaya untuk
mempertahankan dan meningkatkan mutu sekolah agar menjadi lebih baik lagi.
Upaya ini pun telah dilakukan melalui penerapan SMM ISO 9001:2015 dan pembuatan
panduan sistem penilaian berdasarkan standar nasional, namun dalam
pelaksanaannya belum maksimal.
Kata Kunci: SNP, Juran, pendidikan, SMM, ISO
9001:2015
Setiap satuan pendidikan selalu berupaya untuk meningkatkan
kualitasnya menjadi lebih baik. Salah satu tolak
ukur peningkatan tersebut terletak pada manajemen strategi yang baik.
Maka, persoalan tentang manajemen perlu mendapat perhatian karena akan berpengaruh
pada peningkatan mutu pendidikan itu sendiri. Dalam dunia bisnis dan
industri, upaya untuk peningkatan kualitas dikenal dengan istilah Total
Quality Management (TQM).
|
Istilah ini kemudian diadopsi dalam
dunia pendidikan, dimana ada yang tetap menggunakan istilah yang sama yaitu Total
Quality Management (TQM), dan ada pula yang menggunakan istilah Total
Quality Education (TQE). Apapun istilah yang digunakan, pada prinsipnya
merupakan upaya untuk peningkatan kualitas dari suatu perusahaan maupun juga
pendidikan. (Ismail: 2016). Maka secara
sederhana TQM bisa dipahami sebagai sebuah filosofi manajemen yang menempatkan
sistem dan proses yang tepat demi memenuhi bahkan melampaui harapan pelanggan.
Proses ini merupakan sebuah pencarian tanpa henti untuk perbaikan berkelanjutan
(Spanbauer, 2010). TQM memandang organisasi sebagai kumpulan proses. Ia
mempertahankan bahwa organisasi harus berusaha terus menerus untuk meningkatkan
proses dengan memasukkan pengetahuan dan pengalaman karyawan. Ini adalah
pendekatan untuk meningkatkan efektivitas dan fleksibilitas bisnis secara
keseluruhan. (Narne, 2017).
TQM merupakan kontribusi dari hasil
penelitian beberapa ahli seperti Crosby, 1979; Deming, 1982; Ishikawa, 1985;
Juran, 1988; dan Feigenbaum, 1991. Ide-ide mereka dikembangkan hingga saat ini,
yakni dengan mengidentifikasi berbagai elemen untuk manajemen mutu yang
efektif: berbasis pendekatan pelanggan, kepemimpinan, perencanaan mutu,
perbaikan berkelanjutan, manajemen sumber daya manusia (keterlibatan semua
anggota di perusahaan, pelatihan, tim kerja, komunikasi sistem), pembelajaran,
proses manajemen, kerja sama, kesadaran organisasi dan kepedulian terhadap
lingkungan sosial. (Tari, 2004).
Agar tercapainya mutu sekolah yang baik,
selain menjadi tanggungjawab guru, orang tua dan masyarakat, tentu harus
mendapat dukungan penuh dari pemerintah sebagai pengendali kebijakan.
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya seperti pembaharuan kurikulum,
perbaikan dan penataan sistem, termasuk di dalamnya adalah menetapkan Standar
Nasional Pendidikan (SNP). Konsep standarisasi pendidikan nasional ini dibuat
dengan tujuan untuk peningkatan mutu pendidikan, sehingga diharapkan setiap
satuan pendidikan dapat memberikan layanan yang terbaik bagi peserta didik di
lingkungan pendidikannya.
Dalam pasal 2
ayat 1 PP No. 32 tahun 2013, ada delapan Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang
telah ditetapkan oleh pemerintah, yaitu: standar kompetensi lulusan, standar
isi, standar proses, standar pendidikan dan tenaga kependidikan, standar
sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan pendidikan, dan
standar penilaian pendidikan. (Abdullah, 2017).
Penyelenggaraan
pendidikan di Indonesia saat ini terus berupaya untuk meningkatkan mutu
pendidikan berdasarkan pada SNP. Salah satu kegiatan yang dilakukan
untuk menilai berhasil tidaknya penyelenggaraan yang pendidikan yang
berdasarkan SNP adalah akreditasi. SMAK St. Albertus Malang, sebagai salah satu
Sekolah Menengah Atas di Kota Malang, pada tahun 2018 ini sedang mempersiapkan
diri untuk akreditasi, sedangkan akreditasi terakhir dilaksanakan pada tahun 2014
mendapat predikat A, dengan nilai 94. Secara rinci nilai dari masing-masing
komponen sesuai dengan delapan SNP dapat dilihat pada Tabel 1:
Tabel 1. Nilai Akreditasi SMAK St. Albertus
Malang (Tahun 2014)
No
|
Komponen
|
Nilai
|
1.
|
Standar Kompetensi Lulusan
|
95
|
2.
|
Standar Isi
|
94
|
3.
|
Standar Proses
|
94
|
4.
|
Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan
|
95
|
5.
|
Standar Sarana dan Prasarana
|
95
|
6.
|
Standar Pengelolaan
|
95
|
7.
|
Standar Pembiayaan Pendidikan
|
94
|
8.
|
Standar Penilaian Pendidikan
|
92
|
|
Nilai Akhir
|
94
|
Jika dibuat dalam histogram, maka nilai
akreditasi di SMAK St. Albertus Malang pada tahun 2004 adalah sebagai berikut:
Berdasarkan hasil penilaian dari BAN-S/M di
atas dapat disimpulkan bahwa secara umum kualitas pendidikan di sekolah ini
sangat baik (A). Namun sebagai sebuah lembaga yang ingin terus berkembang, SMAK
St. Albertus Malang harus bisa mempertahankan kualitas yang telah dicapai,
bahkan harus terus berupaya untuk menyempurnakan hal yang masih kurang, di antaranya
adalah standar penilaian pendidikan. Data menunjukkan bahwa dari delapan
standar yang ada, yang memiliki nilai paling kecil adalah Standar Penilaian
Pendidikan, yakni dengan nilai 92. Untuk menganalisis masalah ini, kita
menggunakan tools Five Why’s.
Metode Five Why’s merupakan
proses sederhana yang digunakan untuk mencari penyebab dari sebuah masalah
dengan mengajukan pertanyaan “mengapa” sebanyak lima kali secara sampai
diperoleh akar masalah atau faktor penyebab utama dari sebuah persoalan. Teknik
ini dikembangkan oleh Sakichi Toyoda, salah satu pendiri Toyota pada
tahun 1930-an, yang merupakan teknik sederhana dan praktis namun sangat efektif
untuk mengungkap akar dari suatu permasalahan, sehingga dapat menemukan solusi
yang dapat benar-benar menyelesaikan permasalahan yang dihadapi (Serat, 2009).
Berdasarkan
metode five why’s, maka hasil
analisis masalah kurangnya nilai Standar Penilain Pendidikan dapat dilukiskan
dalam Diagram 1:
Diagram 1. Analisis Masalah
Diagram ini menunjukkan bahwa fungsi
manejerial dan monitoring dari kepala sekolah belum maksimal sehingga program
pelatihan dan monitoring belum berjalan dengan baik. Hal inilah yang
menyebabkan beberapa guru belum paham tentang sistem penilaian, sehingga belum
bisa membuat penilaian (evaluasi) secara benar. Maka untuk mengatasi masalah
nilai Standar Penilaian Pendidikan yang masih kurang, perlu diadakan pelatihan
terus menerus, yang dimbangi dengan fungsi monitoring (controling) dari kepala sekolah yang sebelumnya telah direncanakan
dengan baik. Gagasan untuk peningkatan mutu dengan cara demikian sejalan dengan
pemikiran Juran.
Juran lahir di Rumania pada tahun
1900. Setelah lulus dari The University
of Minnesota pada tahun 1924, Juran bergabung dalam departemen inspeksi di Bell Telephone’s Hawthome Works. Juran
sangat berkontribusi dalam perkembangan revolusi mutu. Pemikirannya mengenai
manajemen mutu banyak dikembangkan sejak dirinya pindah ke Jepang pada tahun
1954. Juran membantu Jepang dalam merekonstruksi sistem perindustrian di sana
agar mampu bersaing dengan pasar dunia dengan konsep mutu yang ditetapkannya.
(Tanner, 1995).
Menurut Juran, mutu merupakan
pekerjaan yang berkaitan dengan manajemen. Menurut Juran, 85% permasalahan
tentang rendahnya kualitas atau mutu sebuah organisasi disebabkan karena
manajemen strategi yang buruk. (Umar, 2017). Maka Juran kemudian mengembangkan
pikarannya ini dengan sebuah gagasan yang dinamai Manajemen Mutu Strategi (Strategic Quality Management/SQM). Juran
(dalam Sallis, 2012), menjelaskan bahwa SQM ada tiga golongan dalam staf yang
berkontribusi terhadap peningkatan mutu yakni manejer senior yang memiliki
fungsi strategis tentang organisasi, manejer menengah yang memiliki fungsi
operasional tentang organisasi dan para karyawan yang bertanggungjawab terhadap
kontrol mutu.
Juran kemudian mengemukakan tiga
elemen pokok dalam proses manajerial suatu organisasi yang dikenal dengan The Juran Trilogy, yakni perencanaan
kualitas, pengendalian kualitas dan perbaikan kualitas. Elemen-elemen ini
sebenarnya diadopsi oleh Juran dari tiga landasan proses menejerial yang biasa
digunakan untuk mengatur keuangan di suatu perusahaan. (Tanner, 1995).
Adapun Trilogi Juran tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.
Perencanaan Kualitas (Quality Planning/QP). QP
merupakan suatu proses manajemen untuk mengidentifikasi pelanggan,
persyaratan/kebutuhan, produk dan jasa yang sesuai dengan karakteristik
pelanggan. Proses ini juga akan menghantarkan produk dan jasa dengan
perlengkapan yang benar, kemudian mentransfer pengetahuan ini kepada anggota
perusahaan sehingga semua pelanggan mendapat kepuasan.
b.
Pengendalian
Kualitas (Quality Control/QC). QC
merupakan suatu proses pemeriksaan dan evaluasi yang dilakukan
secara sungguh-sungguh terhadap sebuah produk dan dibandingkan dengan
persyaratan utama yang diinginkan oleh para pelanggan. Masalah yang terdeteksi
akan dikoreksi demi peningkatan kualitas yang lebih baik lagi.
c.
Perbaikan Kualitas (Quality Improvement/QI). QI merupakan suatu proses
untuk mempertahankan mekanisme yang sudah baik, agar kualitas dapat dicapai
secara terus menerus. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara memperhatikan
alokasi sumber daya, menugaskan personil untuk melaksanakan proyek mutu, memberikan
pelatihan bagi para karyawan dan menetapkan strategi yang permanen untuk
mempertahankan kualitas yang telah dicapai sebelumnya dan mengejar kualitas
yang belum sempurna. (Ismail, 2016).
Untuk
memperbaiki kualitas sebuah organisasi, Juran (dalam Aziz, 2015) memberikan
beberapa langkah yang harus dilakukan, yakni: a) Membentuk kesadaran akan
pentingnya perbaikan kualitas dan peluang-peluang untuk melakukan perbaikan; b)
Menetapkan tujuan perbaikan; c) Membuat pengorganisasian anggota; d) Mengadakan
pelatihan; e) Mengimplementasikan perencanaan program untuk memecahkan masalah;
f) Melaporkan perkembangan; g) Memberikan penghargaan; h) Menginformasikan
hasil yang telah dicapai; i) Menyimpan dan mempertahanakan hasil yang dicapai; j)
Melakukan perbaikan dalam sistem reguler perusahaan.
Berdasarkan
teori Juran di atas dikemukakan bahwa untuk mempertahankan dan meningkatkan
mutu sebuah lembaga pendidikan dibutuhkan manajemen strategi yang baik.
Manajemen strategi yang baik ini tidak hanya dibutuhkan oleh sebuah lembaga
pendidikan yang memiliki kualitas rendah untuk meningkatkan kualitasnya, tetapi
juga dibutuhkan oleh lembaga yang sudah mapan untuk bisa mempertahankan
kualitasnya, bahkan untuk lebih menyempurnakan beberapa hal yang menjadi
kekurangannya. Oleh karena itu sangat dibutuhkan seorang manejer yang baik
dalam mengatur rencana-rencana strategis dan juga bisa menjalankan fungsi kontrol
(monitoring) dengan baik.
Beberapa
peneliti telah menyumbangkan hasil kajiannya dalam implementasi manajemen mutu
ini. Maya Novita Sari, dalam
penelitiannya tentang Implementasi Manajemen Mutu Terpadu di PAUD PGTK IT
Harapan Mulia di Yogyakarta, mengemukakan bahwa penerapan manajemen
mutu di PG TKIT Harapan Mulia terlihat baik. Hal ini bisa dilihat dari beberapa
instrumen ketercapaian seperti kepuasan pelanggan yang merespons pelayanan dan
sistem pendidikan yang baik, dan manajemen mutu terpadu telah memberikan garis
kordinasi untuk semua pihak bekerjasama dalam keterlibatan pendidikan di PG
TKIT Harapan Mulia. Sekalipun demikian, tetap disarankan agar konsep mutu
terpadu hendaknya terus dikuatkan agar selalu terjalinnya keterlibatan yang
lebih baik dari semua pihak agar lebih menguatkan lagi sistem yang telah
berjalan baik sebelumnya. Hal ini penting untuk dilakukan karena lembaga
pendidikan lainnya sudah mulai serius dalam menggarap manajemen yang
berkualitas dengan mengedepankan kwalitas dan daya saing lembaga (Sari, 2017:
118).
Sementara
itu Supriyanto (2011), dalam penelitian tentang
Implementasi
Total Quality Management Dalam Sistem Manajemen Mutu Pembelajaran di Institusi Pendidikan di FIP
Universitas Negeri Malang, menemukan bahwa
pemfokusan kegiatan ke pelanggan (mahasiswa, dosen, dan staf) di UM
sudah dilakukan, tetapi belum optimal. Upaya untuk mengatasi hal ini telah
dilaksanakan dengan perbaikan proses kegiatan secara terus-menerus, dan hasil
yang sudah tampak bisa dilihat dari meningkatnua kedisiplinan dan komitmen
dosen dalam melaksanakan proses perkuliahan. Hal tersebut terkontrol melalui monitoring
dan evaluasi yang dilakukan oleh GPM, UPM, dan BPM. Hasil penelitian ini
menujukkan bahwa kualitas monitoring menjadi salah satu aspek yang sangat
penting dalam peningkatan mutu. (Supriyanto, 2011).
Berdasarkan
latar belakang pemikiran di atas, maka konsep Juran yang dikenal dengan The Juran Trilogy berupa perencanaan,
pengendalian, dan perbaikan kualitas dapat diimplementasikan di SMAK St.
Albertus Malang dalam usaha untuk mempertahankan mutu yang diperoleh selama ini
dan meningkatkan kualitas yang lebih baik lagi di masa mendatang.
METODE
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.
Pendekatan kualitatif merupakan
pemahaman terhadap fenomena sosial ditinjau dari perspektif subjek penelitian. McMillan
dan Schumacher (dalam Wiyono, 2007). Penelitian ini dilakukan di SMAK St. Albertus Malang yang
terletak di Jalan Talang No. 1, Kota Malang-Jawa Timur. Dalam penelitian ini, kedudukan peneliti sebagai
observer atau non-partisipan, dimana peneliti datang langsung ke lapangan
tetapi hanya sebagai pengamat dan tidak ikut serta dalam melakukan kegiatan
secara langsung.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah
wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Lofland (dalam Moleong,
2010) berpendapat bahwa yang menjadi sumber data
utama dalam penelitian ini adalah wawancara dan observasi. Hal ini sesuai
dengan prinsip penelitian kualitatif bahwa kata-kata dan tindakan adalah
sumber data yang paling utama. Studi dokumentasi hanya sebagai data pendukung.
Analis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif,
sedangkan langkah-langkah analisis meliputi pengumpulan data, reduksi data,
display data, verivikasi dan penarikan kesimpulan.
HASIL
SMAK St. Albertus Malang terus melakukan
pengembangan dan penataan kembali pengelolaan dan pelayanannya agar dapat
memenuhi harapan dan keinginan masyarakat, sehingga dapat bersaing dan memiliki
nilai lebih dibandingkan dengan lembaga lain. Berbagai upaya telah, sedang dan
akan dilakukan untuk menyempurnakan sistem manajemen sekolah agar bisa
mempertahankan kualitas yang telah dicapai selama ini dan terus melakukan
perbaikan secara berkelanjutan demi kualitas yang lebih baik di masa mendatang,
walaupun usaha ini belum optimal.
Dengan menerapkan Sistem Manajemen Mutu
ISO 9001, SMAK St. Albertus Malang
berusaha meningkatkan kualitas sumber daya manusia, secara konsisten dan
berkesinambungan untuk mampu memberikan pelayanan yang maksimal kepada stakeholder. Mengawali dengan menerapkan
ISO 9001:2000, kemudian ditingkatkan menjadi ISO 9001:2008, dan sekarang ISO
9001: 2015, SMAK St. Albertus Malang telah mendapat sertifikat ISO yang
diperoleh dari United Registra of
Systems-United Kingdom Accreditation Service (URS-UKAS) quality management dengan nomor
sertifikat 14431 (Nugroho, 2017:228).
Sesuai dengan prinsip TQM, SMAK St.
Albertus Malang telah berupaya untuk mencapai kepuasan pelanggan sebagaimana
tertuang dalam salah satu aspek dari visi-misi sekolah yakni pelayanan. Hal ini
dilakukan dengan upaya perbaikan MSDM baik itu dengan cara meningkatkan
profesionalisme dan kinerja guru dan karyawan, tetapi juga diimbangi dengan
memperhatikan kesejahteraan hidup mereka. Sementara itu perbaikan sarana dan
prasarana, renofasi infrastruktur sekolah, peningkatan akademik dan
pengembangan kurikulum terus diupayakan. Indikator keberhasilan ini dapat
dilihat dari nilai akreditasi yang diberikan oleh pemerintah maupun dengan
perolehan sertifikat ISO.
Berdasarkan konsep The Juran Trilogy, sambil mempertahankan kualitas yang telah
dicapai, SMAK St. Albertus Malang terus berupaya untuk menyempurnakan sistem
manajemen, khususnya dalam meningkatkan Standar Penilaian Pendidikan
berdasarkan SNP. Untuk merealisasikan hal ini, kepala sekolah telah menjalankan
fungsi manajeril dan monitoringnya untuk merancang dan mengontrol sistem
penilaian yang lebih terstruktur. Maka pada tanggal 22 Juni 2017, kepala
sekolah bersama tim pengembangan kurikulum yang terdiri dari para guru, telah
menerbitkan sebuah Buku Panduan Akademik SMAK St. Albertus Malang, yang di
antaranya berisi sistem penilaian pendidikan yang lebih lengkap dan sesuai
dengan SNP (Feriwibisono, dkk., 2017).
Adapun
pengaturan mengenai penilaian, ketuntasan, penentuan indeks prestasi, dan
kelulusan di SMAK St. Albertus Malang adalah sebagai berikut:
1.
Peserta
didik wajib mengikuti seluruh penilaian yang terdiri dari penilaian proses dan
penilaian hasil.
2.
Laporan
hasil belajar meliputi penilaian aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan mengacu
pada Pemendikbud Republik Indonesia 53 tahun 2015 dan Pemendikbud No 23 tahun
2016 dilengkapi dengan Indeks Prestasi (IP). Penilaian sikap dilaporkan dalam
bentuk predikat (K = Kurang, C = Cukup, B = Baik, SB = Sangat Baik) dan
deskripsi. Penilaian pengetahuan dan keterampilan dilaporkan daam bentuk nilai
(0-100), predikat (D-A), dan deskripsi pencapaian kompetensi pelajaran.
3.
Prinsip
penilaian adalah sahih, objektif, adil, terpadu, terbuka, menyeluruh dan
berkesinambungan, sistematis, beracuan kriteria, dan akuntabel.
4.
Penilaian
dilakukan oleh guru, satuan pendidikan, dan pemerintah. Guru memberikan
penilaian pada setiap KD (Kompetensi Dasar) yang terdiri dari nilai pengetahuan
(NP), nilai keterampilan (NK) dan deskripsi sikap. Guru juga memberikan tes
formatif pada setiap UKBM. Satuan pendidikan menyelenggarakan Ulangan Tengah
Semester (UTS), dan Ulangan Akhir Semester (UAS). Penilaian oleh satuan
pendidikan juga dilakukan melalui Ujian Sekolah (US). Penilaian oleh pemerintah
dilakukan melalui Ujian Nasional (UN).
Untuk
ranah pengetahuan SMAK St. Albertus Malang mempunyai ketentuan penilaian
sebagai berikut:
a.
Nilai
Harian (NH)
Nilai
harian adalah rata-rata tes formatis dari setiap IKBM pada setiap KD.
b.
Nilai
Ulangan Tengah Semester (NUTS)
Nilai
UTS diperoleh dari hasil ulangan tengah semester yang diadakan di setiap tengah
semester baik semester genap/ganjil.
c.
Nilai
Ulangan Akhir Semester (NUAS)
Niali NUAS
diperoleh dari hasil ulangan akhir semester ganjil/genap.
d.
Nilai
Akhir (NA)
Nilai akhir dari
suatu mata pelajaran adalah rata-rata atau perhitungan dari semua nilai yang
dikumpulkan peserta didik selama satu semester, yaitu:
1)
Untuk ranah pengetahuan digunakan rumus:
Keterangan:
NA : Nilai Akhir
NH : Nilai Harian
NUTS : Nilai Ulangan Tengah Semester
NUAS: Nilai Ulangan
Akhir Semester
2) Nilai
Keterampilan terdiri dari ats tes prkatis, proyek, atau penilaian portofolio.
Nilai Akhir Keterampilan diambil dari nilai rata-rata nilai keterampilan setiap
KD.
3) Nilai Sikap
dilakukan melalui observasi yang tertulis dalam jurnal oleh guru Agama, PPKN,
guru mata pelajaran, dan penilaian antar peseta didik (peer assessment).
5.
Peserta
didik dapat megikuti Ulangan Tengah Semester (UTS) dan Ulangan Akhir Semester
(UAS) apabila memenuhi syarat sebagai berikut:
a)
Kehadiran
minimal 90% untuk setiap mata pelajaran,
b)
Menyelesaikan
seluruh tugas mandiri untuk setiap mata pelajaran,
c)
Memenuhi
persyaratan administrasi sekolah.
Keterangan:
a.
Ketidakhadiran dinyatakan sah jika ada surat resmi dari orang tua atau
keterangan yang dapat dipertanggungjawabkan, untuk peserta didik yang tidak
hadir karena tugas sekolah diatur tersendiri sesuai kebijaksanaan sekolah.
b. Peserta didik
yang berhalangan mengikuti ulangan harian diberi kesempatan menempuh ulangan
susulan dengan persyaratan sebagai berikut:
·
Mempunyai
alasan sah dan dapat dipertanggung jawabkan, yang ditujukan kepada kepala sekolah
secara tertulis dengan tembusan ke guru Pembimbing Akademik sebelum ulangan
dilaksanakan.
·
Ulangan
susulan dilaksanakan selambat-lambatnya satu minggu sebelum masa ulangan akhir
semester dilaksankan.
6.
Kriteria
ketuntasan minimal (KKM) setiap mata pelajaran ranah pengetahuan dan
keterampilan adalah 75. Sedangkan KKM nilai sikap adalah Baik. Setiap nilai
pengetahuan dan keterampilan diberi predikat sesuai dengan tabel berikut:
KKM
|
PREDIKAT
|
|||
D
|
C
|
B
|
A
|
|
75
|
≤ 75
|
75-83
|
84-92
|
93-100
|
7. Peserta didik
diberikan kesempatan untuk memperbaiki nilai formatif pada setiap UKBM yang
belum mencapai KKm dan program remidial untuk Nilai Akhir (NA) di semester
berikutnya.
8. Penilaian
pada penyelenggaraan SKS adalah penilaian kompetensi sesuai standar nasioanal
penilaian pendidikan dengan menyertakan indeks prestasi (IP) pada laporan hasil
belajar. IP merupakan gabungan hasil penilaian kompetensi KD dari Kl-3
(pengetahuan) dan Kl-4 (Keterampilan) dari seluruh mata pelajaran yang diikuti
tiap semester.
Perhitungan
Indeks Prestasi (IP) adalah sebagai berikut:
Keterangan:
IP
= Indeks Prestasi
N= Rata-rata nilai
pengetahuan dan
keterampilan tiap mapel
B = beban belajar tiapmata
pelajaran
9. Mulai semester dua
laporan hasil belajar juga memuat indek prestasi kumulatif yang menampilkan
nilai mata pelajaran setiap semester yang sudah ditempuh oleh peserta didik.
10. Berdasarkan Surat
Edaran No. 169/104:/SMAK St.Alb./I/2017/SMA K St. Albertus mentukkan persyaratan
ketuntasan akademik jika pada semester genap terdapat lebih dari 8 mata pelajaran
tidak tuntas, maka peserta didik harus mnegulang pada jenjang yang sama.
11. Peraturan
ekstrakurikuler. Nilai ekstrakurikuler berupa predikat (K = kuarng, C= Cukup, B
= Baik, SB = Sangat Baik) dan dan deskripsi. Rata-rata nilai ekstrakurikuler
setiap semester sekurang-kurangnya B.
PEMBAHASAN
Implementasi konsep The Juran Trilogy secara implisit
sebenarnya sudah dijalankan, tetapi belum optimal. Hal ini dibuktikan dengan
adanya upaya penerapan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2015, yang antara lain
bertujuan untuk: 1) menyempurnakan sistem manajemen sekolah yang berbasis SMM;
2) melakukan continual improvement di segala bidang melalui sekolah yang
berstandar internasional; dan 3) mencapai dan mempertahankan kualitas layanan
yang dihasilkan, sehingga secara berkesinambungan dapat memenuhi kebutuhan para
pengguna (Nugroho, 2017:229).
Sekalipun upaya peningkatan mutu
telah dikembangkan, namun masih ditemukan beberapa faktor penghambat dalam
implementasi SMM ISO 9001:2015 di SMAK St. Albertus Malang, antara lain: 1)
masing-masing personal yang menangani ISO, belum melaksanakan tugasnya dengan
maksimal; 2) ketidakmampuan tim audit internal dalam memenuhi
persyaratan/klausul dalam ISO 9001:2015; 3) rapat tinjauan manajemen yang
dilaksanakan belum maksimal karena hanya membahas hasil audit internal dan
eksternal; 4) kurangnya pengetahuan tentang IWA-2, yang merupakan panduan
penerapan SMM ISO 9001:2015; dan 5) tidak adanya unit kerja khusus yang
menangani SMM ISO 9001:2015. Maka selalu diupayakan perbaikan dan penyempurnaan
agar melalui SMM ISO 9001:2015 ini, kualitas sekolah dapat ditingkatkan. (Nugroho,
2017:234).
Dalam
mengatasi kurangnya nilai akreditasi pada Standar Penilaian Pendidikan, pihak
sekolah telah mengadakan usaha perbaikan dengan membuat panduan penilaian yang
lebih komprehensif berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2016, tentang Standar Penilaian Pendidikan.
Setelah
perencanaan penilaian ini dibuat, dalam implementasinya Kepala Sekolah selalu
mengadakan monitoring dan evaluasi sebagai upaya untuk mengendalikan mutu.
Hasil monitoring dan evaluasi, baik itu penerapan SMM ISO 9001: 2015, maupun
penerapan sistem penilaian yang telah dibuat akan digunakan sebagai bahan untuk
memperbaiki kekurangan yang terjadi demi mencapai kualitas yang lebih baik.
Sementara itu kepala sekolah juga memberikan kesempatan kepada para guru untuk
mengikuti pelatihan-pelatihan, seminar, workshop,
raker, MGMP serta kegiatan lain untuk meningkatkan profesionalisme dan kinerja
guru. Hal ini jika disesuaikan dengan
konsep Trilogi Juran maka akan diperoleh gambaran seperti Tabel 2:
Tabel 2. Aplikasi The Juran Trilogy
KESIMPULAN
Pertama,
berdasarkan hasil penilaian dari BAN-S/M dapat
disimpulkan bahwa secara umum kualitas pendidikan di sekolah ini sangat baik,
dengan nilai 94 (predikat A). Data menunjukkan bahwa dari delapan standar yang
ada, yang memiliki nilai paling kecil adalah Standar Penilaian Pendidikan,
yakni dengan nilai 92. Sebagai sebuah lembaga yang ingin terus berkembang, SMAK
St. Albertus Malang terus berupaya untuk mempertahankan kualitas yang telah
dicapai, bahkan untuk menyempurnakan hal yang masih kurang, di antaranya adalah
standar penilaian pendidikan.
Kedua, SMAK St.
Albertus Malang secara implisit telah menerapkan TQM, khususnya konsep The Juran Trilogy sebagai upaya untuk
mempertahankan dan meningkatkan mutu sekolah. Hal ini diiplementasikan melalui
(1) Perencanaan Kualitas, berupa pembuatan panduan penilaian yang lebih
komprehensif yang disesuaikan dengan Permendikbud No. 23 Tahun 2016; (2)
Pengendalian Kualitas, dimana Kepala Sekolah selalu mengadakan monitoring dan evaluasi
program yang telah dibuat, penilaian kerja dan rapat evaluasi bersama; (3)
Perbaikan Kualitas, yakni dengan memberikan kesempatan kepada para guru untuk
mengikuti pelatihan-pelatihan, seminar, workshop dan lain-lain. Selain itu
dengan menetapkan strategi yang permanen untuk mempertahankan dan meningkatkan
kualitas melalui penerapan SMM ISO 9001: 2015.
Ketiga, upaya
peningkatan mutu melalui penerapan SMM ISO 9001:2015 dan pembuatan panduan
standarisasi penilaian sudah dilaksanakan walaupun belum secara optimal.
Penerapan SMM ISO 9001:2015 belum optimal karena 1) masing-masing personal yang
menangani ISO, belum melaksanakan tugasnya dengan maksimal; 2) ketidakmampuan
tim audit internal dalam memenuhi persyaratan/klausul dalam ISO 9001:2015; 3)
rapat tinjauan manajemen yang dilaksanakan belum maksimal karena hanya membahas
hasil audit internal dan eksternal; 4) kurangnya pengetahuan tentang IWA-2,
yang merupakan panduan penerapan SMM ISO 9001:2015; dan 5) tidak adanya unit
kerja khusus yang menangani SMM ISO 9001:2015. Sedangkan penerapan sistem penilaian
yang sesuai dengan standar terus diupayakan sambil tetap membutuhkan
pendampingan dan pelatihan bagi guru yang masih mengalami kesulitan.
SARAN
Demi mempertahankan dan
menyempurnaan mutu SMAK St. Albertus Malang, disarankan agar tetap diupayakan
peningkatan profesionalisme SDM melalui pelatihan-pelatihan, seminar, workshop, raker, MGMP serta kegiatan
lain. Demikian pula kepala sekolah hendaknya memaksimalkan perannya sebagai
monitoring untuk terus mengontrol dan mengadakan evaluasi untuk perbaikan kualitas
yang lebih baik lagi.
DAFTAR RUJUKAN
Abdullah, Mulyana. 2017.
Manajemen
Mutu
Pendidikan di Sekolah Peran kepemimpinan Kepala Sekolah, Profesionalisme Guru,
dan Partisipasi Masyarakat Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan di Sekolah. Jurnal Penelitian Pendidikan, Vol 17, No 3 (2017). Jakarta: Universitas
Pendidikan Indonesia. Dari:
http://ejournal.upi.edu/index.php/JER/article/download/9612/5922
Aziz,
Amrullah. 2015. Peningkatan Mutu
Pendidikan. Jurnal
Studi Islam, Volume 10, No. 2 Desember 2015. Dari: http://ejournal.kopertais4.or.id/tapalkuda/index.php/pwahana/article/download/2688/1972/
Feriwibisono,
Bambang, dkk,. 2017. Buku
Panduan Akademik. Malang: SMAK St. Albertus.
Ismail, Feiby.
2016. Implementasi Total
Quality Management (TQM) di Lembaga Pendidikan. Jurnal Pendidikan Islam IQRA’, Vol 10, No 2 (2016).
Dari: http://journal.iain-manado.ac.id/index.php/JII/article/download/591/494
Moleong,
Lexy J. 2010. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Rosda Karya.
Narne, Venkata Srinivasa Rao. 2017.
Total Quality Management In Higher Technical Education. International Journal of Advanced Research
and Development, Volume 2; Issue 3; May 2017. Dari: http://www.advancedjournal.com/download/269/2-2-49-504.pdf.
Nugroho, Antonius Widi. 2017.
Strategi
Sekolah dalam Menerapkan Sistem
Manajemen
Mutu (SMM) Berbasis ISO 9001:2015. Jurnal
Manajemen dan Supervisi Pendidikan, Vol
1, No 3 (2017).
Malang: Universitas Negeri Malang. Dari:
http://journal2.um.ac.id/index.php/jmsp/article/view/1993.
Sallis,
Edward (Terj.). 2012. Manajemen
Mutu Terpadu Pendidikan. Yogyaarta:
IRCiSoD.
Sari, Maya Novita. 2017. Implementasi
Manajemen
Mutu Terpadu pada Pendidikan Anak Usia Dini (Analisis di Play Group Taman
Kanak-Kanak Islam Terpadu Harapan Mulia Palembang). Literasi: Jurnal Ilmu Pendidikan, Vol 8, No 2 (2017). Dari:
http://ejournal.almaata.ac.id/index.php/LITERASI/article/download/586/439
Spanbauer,
Stanley J. 2010. Reactivating
Higher
Education With Total Quality Management: Using Quality and Productivity
Concepts, Techniques and Tools to Improve Higher Education. Journals Oxford Ltd, Total Quality Management, VOL. 6, NOS
5&6, 1995. Dari: http://www.tandfonline.com/loi/ctqm19.
Serrat,
Olivier. 2009. The Five Whys
Technique. International Publications. Cornell
University ILR School. Dari: http://digitalcommons.ilr.cornell.edu/intl.
Supriyanto,
Achmad. 2011. Implementasi
Total Quality Management dalam
Sistem Manajemen Mutu Pembelajaran di Institusi Pendidikan. Jurnal Cakrawala Pendidikan, Th. XXX,
No. 1. Dari:
http://lppmp.uny.ac.id/sites/lppmp.uny.ac.id/files/2%20Achmad%20Supriyanto.pdf
Tanner,
A. R. & De Toro, I. J. 1995. Total
Quality Management (Tree Steps to Continuous
Improfement). Massachusetts:
Addison-Wesley Publishing Company.
Tari, Juan Jose. 2004. Quality Tools and
Techniques: Are They Necessary for Quality Management? Interntional Jurnal of Production Economics,
29 (2004). Dari: https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0925527303003268.
Umar, Mardan. 2017. Peningkatan Mutu
Lembaga Pendidikan Islam (Tinjauan Konsep Mutu
Edward Deming dan Joseph Juran). Jurnal
Pendidikan Islam Iqra’, Vol. 11 Nomor 2 Tahun 2017. Dari:
http://journal.iain-manado.ac.id/index.php/JII/article/view/581.
Wiyono,
Bambang Budi. 2007.
Metodologi Penelitian. Malang:
Universitas Negeri Malang.
No comments:
Post a Comment