Henderikus
Dasrimin
Universitas Negeri Malang
Email: dasrimino.carm@gmail.com
Abstract:
The
purpose of this paper is to analyze policy of high school and vocational high
school management from regency/city government to provincial government. The
results of this policy analysis can help to make policy reformulation by
considering all other aspects of the policy. The method used in this paper is a
conceptual description method based on literature review. The results of the
discussion show that the reformulation of high school and vocational management
policies from district/municipality governments to provincial governments is
absolutely necessary to improve our quality of education.
Keywords: reformulation, policy, managing
change
Abstrak:
Tujuan
dari penulisan makalah ini adalah untuk melakukan analisis kebijakan alih
kelola SMA dan SMK dari pemerintah kabupaten/kota ke pemerintah provinsi. Hasil
analisis kebijakan ini dapat membantu pembuatan reformulasi kebijakan dengan
mempertimbangkan segala aspek kebijakan lainnya. Metode yang
digunakan dalam makalah ini adalah metode deskripsi konseptual berdasarkan
tinjauan kepustakaan. Hasil pembahasan memperlihatkan bahwa reformulasi kebijakan
alih kelola SMA dan
SMK dari pemerintah kabupaten/kota ke pemerintah provinsi mutlak
diperlukan agar pendidikan kita semakin berkualitas.
Kata Kunci:
reformulasi, kebijakan, alih kelola
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan hal yang mendasar yang
digunakan untuk membangun dan memajukan sebuah bangsa dan negara. Upaya dalam
meningkatkan kualitas pendidikan pemerintah membuat berbagai macam kebijakan
yang digunakan sebagai landasan dalam pelaksanaan pendidikan di Indonesia.
Salah satu kebijakan pemerintah dalam memperbaiki kualitas pendidikan di
Indonesia yaitu dengan membuat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang salah
satu isinya yaitu mengatur tentang pengelolaan sekolah menengah dari pemerintah
kabupaten/kota ke pemerintah provinsi. Setelah ditetapkan peraturan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 ini maka wewenang pemerintah provinsi adalah
mengatur pengelolaan sekolah menengah (SMA/SMK) di setiap daerahnya.
Kebijakan pendidikan merupakan salah satu kebijakan
publik dan kebijakan yang menyangkut masyarakat umum. Selain itu, kebijakan
publik merupakan bagian dari keputusan politik, keputusan tersebut menyangkut
dan mempengaruhi kepentingan masyarakat serta di pahami sebagai pilihan
terbaik, dari berbagai alternatif pilihan mengenai urusan publik yang menjadi
kewenangan pemerintah. Kebijakan publik selalu berhubungan dengan hal-hal di
bidang apapun salah satunya yaitu pendidikan publik. (Nawawi, 2009). Kebijakan
yang dibuat seharusnya diwujudkan dengan tindakan nyata yang biasa dikenal
dengan implementasi kebijakan. Fakta yang diketahui bersama proses politik
tidak hanya berhenti saat kebijakan sudah diputuskan, tapi juga berlanjut saat
kebijakan dilaksanakan. (Ramlan, 1984).
Sejalan dengan penyelenggaran Otonomi Daerah yang
diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, maka pemerintah daerah
berwenang mengurus segala urusan di wilayahnya termasuk salah-satunya
pengurusan dalam bidang pendidikan. Gagasan otonomi daerah dimaksudkan guna
mempercepat terwujudnya kesejahteraan rakyat melalui peningkatan pelayanan,
pemberdayaan dan peran serta masyarakat itu sendiri. Dalam hal ini, termasuk
juga peran dan tanggung jawab pemerintah daerah dalam urusan pendidikan,
sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, yang bertumpu
kepada kemampuan sumber daya lokal berdasarkan efisiensi, efektivitas,
akuntabilitas, responsibilitas,dan transparan, guna mewujudkan pelayanan yang
berkualitas.
Pasca diterbitkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintah Daerah yang mengatur kewenangan mengelola pendidikan
menengah (SMA/SMK) dan pendidikan khusus dari pemerintah kabupaten atau kota ke
pemerintah provinsi. Dalam peraturan undang-undang tersebut dalam hal
pendidikan menjelaskan bahwa kewenangan pemerintah daerah mengelola pendidikan
menengah atas naik menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi. Sehingga,
pemerintah daerah hanya difokuskan mengelola pendidikan dasar dan menegah
pertama, peraturan ini diterbitkan pada tahun 2016.
Dengan berlakunya kebijakan tersebut tentunya
menimbulkan masalah bagi daerah yang menggunakan kebijakan otonomi daerah,
khususnya daerah yang sudah melaksanakan sekolah gratis, kemudian harus
berbenturan dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat. setelah
ditetapkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 bagi daerah yang telah mempunyai
program pendidikan gratis maka saat ini harus menyesuaikan peraturan dari pemerintahan
provinsi. Pemerintah daerah juga kesulitan dalam menyamakan kebijakan dari
pemerintah pusat. Kesulitan pemerintah pusat juga menjadi masalah untuk
mengendalikan pendidikan dari masing-masing daerah disebabkan kendala jarak
yang cukup jauh atau sekolah yang terletak di pedalaman. Hal ini tentunya
berbeda dengan daerah yang ekonominya cukup maju sehingga bisa mengalokasikan
anggaran dan mengembangkan pendidikan yang sesuai dengan kemampuan.
Implementasi kebijakan publik merupakan salah satu
aktivitas dalam proses kebijakan publik, bahkan suatu kebijakan sering
bertentangan dengan kondisi di lapangan, sehingga menimbulkan suatu
permasalahan bagi pihak yang pro dan kontra. Implementasi kebijakan merupakan
suatu tahapan pelaksana keputusan diantara pembentukan suatu kebijakan, seperti
pasal-pasal di dalam sebuah undang-undang legislatif, keluarnya sebuah
peraturan eksekuif,dan keluarnya keputusan peradilan. Selain itu, keluarnya
standar peraturan dan konsekuensi dari kebijakan dari masyarakat akan mempengaruhi
beberapa aspek di lapangan. Jika suatu kebijakan diambil secara tepat, baik dan
optimal maka proses implemntasi kebijakan akan mencapai tujuan yang ditetapkan
oleh para pembuat kebijakan. Hal ini mengisyaratkan bahwa implemntasi kebijakan
pada subtansinya adalah cara yang tepat untuk melaksanakan sebuah kebijakan
yang baik dan dapat mencapai tujuan yang sebagaimana yang ditetapkan oleh para
pembuat kebijakan. (Nugroho, 2003).
Terbentuknya peraturan pemerintahan daerah dalam
Undang-Undang tentang pemerintah daerah Nomor 23 Tahun 2014 terbentuk karena
untuk merevisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Dalam naskah akademik revisi
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menjelaskan bahwa revisi tersebut dilakukan
dengan tujuan untuk memperbaiki berbagai kelemahan dari Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 terkait dengan konsep kebijakan desentralisasi dalam negara
kesatuan, kurang tepatnya pengaturan dalam berbagai aspek peyelenggaraan
pemerintah daerah, serta hubungan antara pemerintah dengan warga dan kelompok madani. Dalam praktik
penyelenggaraan pemerintah daerah juga menilai bahwa belum sepenuhnya menjamin
terwujudnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang desentralitis dan
mampu menjamin adanya hubungan yang harmonis dan sinergik antar tingkat dan susunan
pemerintahan.
Kebijakan pendidikan adalah kebijakan publik dalam
hal yang berkaitan dengan bidang pendidikan. Bidang pendidikan termasuk urusan
dalam pemerintahan konkuren yaitu urusan pemerintah yang dibagi antara
pemerintah pusat dan daerah provinsi dan daerah kabupaten atau kota. Dalam
urusan pemerintahan konkuren ini, pendidikan merupakan salah satu urusan wajib
yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintah Daerah dikeluarkan untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah bahwa undang-undang tersebut dianggap
tidak sesuai dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan dan tuntutan
penyelenggara pemerintahan daerah.
Serangkaian Undang-Undang 23 Tahun 2014 beserta perubahanya
disebutkan adanya perubahan dan susunan kewenangan pemerintah daerah. Susunan
pemerintah menurut Undang-undang ini meliputi pemerintahan daerah provinsi,
pemerintah daerah kabupaten atau kota dan DPRD. Pemerintah daerah terdiri atas
kepala daerah dan DPRD dibantu oleh perangkat daerah. Pemerintah daerah
provinsi terdiri atas pemerintah daerah provinsi dan DPRD provinsi. Adapun
pemerintah daerah kabupaten atau kota terdiri atas pemerintah daerah kabupaten
atau kota.
Dalam kebijakan desentralisasi, pendidikan merupakan
salah satu isu pemerintahan dan pembagunan yang perlu diesentralisasikan.
Kebijakan ini dilakukan dengan tujuan agar pendidikan bisa mencapai tingkat
keberhasilan yang dikehendaki, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah. Pembagian urusan pemerintah bidang pendidikan tersebut merupakan bentuk
desentralisasi pendidikan.
Desentralisasi pendidikan adalah sistem manajemen
untuk mewujudkan pembangunan pendidikan yang menekankan pada kebhinekaan.
Desentralisasi pendidikan diartikan sebagai pelimpahan wewenang yang lebih
luas. Sedangkan pemahaman praktikal desentralisasi mempunyai makna lain, yaitu
mengurangi dari campur tangan pemerintah pusat terhadap hal-hal yang sudah
dilakukan oleh pemerintah daerah sesuai prinsip subsidiaritas. Disisi lain
dentralisasi juga tidak hanya mendorong pemerintah nasional membangun manajemen
pendidikan yang terdesentralisasi, akan tetapi juga menjadi pendorong bagi
daerah untuk mengembangkan menajemen pendidikan yang bermutu.
Desentralisasi manajemen pendidikan nasional
menghasilkan kedekatan antara pelayanan pendidikan dengan masyarakat yang
dilayani oleh pendidikan. Kedekatan ini menjadikan proses interaksi manajemen
pendidikan, baik dari sisi perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan
pengendalian dapat dilaksankan lebih efisien dan efektif. Dalam urusan konkuren
pendidikan merupakan salah satu urusan pemerintahan wajib yang diselenggarakan
oleh pemeritah daerah.
Berdasarkan latar belakang ini,
penulis ingin membuat analisis terhadap kebijakan yang telah dibuat oleh
pemerintah tentang alih kelolah SMA dan SMK dari pemerintah kabupaten/kota ke
pemerintah provinsi.
METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Moleong (2012) mengemukakan
bahwa penelitian kualitiatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian seperti perilaku,
persepsi, motivasi tindakan, dan lain sebagainya, secara holistik, dan dengan
cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus
yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Pendekatan yang
digunakan dalam makalah ini adalah deskripsi konseptual berdasarkan tinjauan kepustakaan.
HASIL
Implementasi kebijakan publik merupakan salah satu
aktivitas dalam proses kebijakan publik, bahkan suatu kebijakan yang sering
bertentangan dengan kondisi dilapangan, sehingga menimbulkan suatu permasalahan
bagi pihak yang pro dan kontra. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 merupakan undang-undang
yang terbentuk dengan tujuan untuk memperbaiki berbagai kelemahan dari
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 terkait dengan konsep kebijakan
desentralisasi dalam Negara kesatuan yang di dalamnya membahas seperti kesehatan,
pendidikan, pekerjaan umum dan penataan ruang, perumahan rakyat dan pemukiman
umum, ketentraman, ketrtiban umum dan sosial.
Proses alih kelola SMA dan SMK dalam implementasinya
ternyata tidak semudah membalikkan telapak tangan. Sejumlah daerah bahkan
mencoba untuk mengajukan gugutan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Subjek materi
gugatannya adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang menjadi payung hukum
kebijakan alih kelola SMA dan SMK ke provinsi. Pemerintah Kota Surabaya dan
Blitar termasuk yang paling bersemangat untuk mengajukan permohonan gugatan ke
Mahkamah Konstitusi. Bahkan di Surabaya pernah terjadi demonstrasi yang melibatkan
siswa dan orang tua. Mereka mengkhawatirkan terjadi kenaikan biaya pendidikan
setelah kebijakan oleh kelola SMA ke provinsi.
Kebijakan yang salah satu isinya mengatur
pengelolaan sekolah menengah yang menjadi tanggung pemerintah provinsi.
Tentunya hal ini tidak luput dari berbagai hambatan-hambatan. Kendala yang
terjadi di lapangan salah satunya yaitu pola pikir masyarakat kabupaten/kota
yang sampai saat ini masih berfikir bahwa pengelolaan sekolah SMA/SMK masih
dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota. Selain itu, hambatan-hambatan
implementasi kebijakan pemerintah ini pun terjadi karena kurang adanya
komunikasi, konsilidasi serta sosialisasi.
PEMBAHASAN
Kebijakan publik merupakan suatu keputusan yang
dilakukan oleh pemerintah untuk mengatur rakyatnya melalui suatu tindakan
tertentu dalam bidang tertentu, yang dianggap dapat membawa kesejahteraan bagi
kepentingan seluruh rakyat (Bakry, 2010). Dari pengertian ini dapat dikatakan
bahwa pemerintah mempunyai peranan yang sangat penting yakni sebagai pembuat
kebijakan. Kebijakan-kebijakan yang dikembangkan oleh pemerintah mencakup
berbagai bidang kehidupan termasuk di dalamnya adalah bidang pendidikan. Dengan
kata lain kebijakan pendidikan merupakan salah satu bagian dari kebijakan
publik. Maka benar jika dikatakan bahwa analisis kebijakan pendidikan merupkan
turunan keilmuan dari analisis kebijakan publik. Hubungan antara kebijakan
publik dan kebijakan pendidikan dapat dilukiskan pada Diagram 1:
Diagram 1. Hubungan
kebijakan publik dan kebijakan pendidikan
Sebagaimana tujuan utama kebijakan publik
pertama-tama adalah demi kepentingan bersama atau untuk kepentingan orang
banyak, demikian pula dengan kebijakan pendidikan. Artinya bahwa peraturan atau
kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dalam bidang pendidikan tidak hanya
dikhususkun bagi orang tertentu, kalangan tertentu, atau budaya dan golongan
tertentu, melainkan untuk kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia (Hidayat,
2017).
Sebelum membuat
reformulasi suatu kebijakan, terlebih dahulu kita harus melihat tentang apa
yang sudah terjadi di masa lalu (retrospektif)
yakni formulasi dan implementasi dan evaluasi sebelumnya dan meramal apa yang
akan terjadi (prospektif) di masa yang akan datang (Dunn, 2003). Analisis
kebijakan berorientasi masalah dapat dilihat pada Diagram 2:
Diagram
2. Analisis kebijakan berorientasi masalah
Dibentuknya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 adalah
untuk memperbaiki undang-undang yang berlaku sebelumnya yakni Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004. Undang-Undang Nomor 23 berisi konsep tentang kebijakan
desentralisasi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang di dalamnya membahas
tentang berbagai aspek kehidupan bangsa, di antaranya adalah bidang pendidikan.
Konsekuensi dari undang-undang ini
adalah pembagian kewenangan pengelolaan pendidikan antara provinsi dan
kabupaten/kota. (Prasetyo: 2017). Adapun pembagian kewenangan/tugas pengelolan
pendidikan antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten berdasarkan Lampiran
Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dapat dilihat pada
Tabel 1:
Tabel
1. Pembagian kewenangan/tugas
pengelolan pendidikan, pemerintah
pusat, provinsi dan kabupaten
NO
|
SUB
URUSAN
|
PEMERINTAH
PUSAT
|
PEMERINTAH
PROVINSI
|
PEMERINTAH
KABUPATEN/KOTA
|
1.
|
Manajemen
Pendidikan
|
a. Penetapan Standar
Nasional Pendidikan
(SNP)
b. Pengelolaan
Pendidikan Tinggi
(DIKTI)
|
a. Pengelolaan
Pendidikan
Menengah
b. Pengelolaan
Pendidikan
Khusus
|
a. Pengelolaan
Pendidikan Dasar
b. Pengelolaan
Pendidikan Anak
Usia Dini dan Pendidikan non
formal.
|
2.
|
Kurikulum
|
Penetapan Kurikulum
Nasional Pendidikan
Menengah,
Pendidikan Dasar,
Pendidikan Anak Usia
Dini, dan Pendidikan
Nonformal
|
Penetapan
Kurikulum
Pendidikan
Muatan Lokal
Pendidikan
Menengah
Dan Kurikulum
Pendidikan
Khusus
|
Penetapan
Kurikulum
Pendidikan
Muatan Lokal
Pendidikan Dasar, Pendidikan Anak
Usia Dini dan
Pendidikan
Nonformal
|
3.
|
Akreditasi
|
Akreditasi perguruan tinggi,
pendidikan menengah,
pendidikan dasar,
pendidikan anak usia dini,
dan pendidikan nonformal.
|
-
|
-
|
4.
|
Pendidik dan Tenaga
Kependidikan
|
a. Pengendalian formasi
pendidik, pemindahan
pendidik, dan
pengembangan karier
pendidik.
b. Pemindahan pendidik dan
tenaga kependidikan
lintas Daerah provinsi.
|
Pemindahan pendidik dan
tenaga kependidikan lintas
Daerah kabupaten/kota
dalam 1 (satu) Daerah
provinsi.
|
Pemindahan pendidik dan
tenaga kependidikan dalam
Daerah kabupaten/kota.
|
5.
|
Perizinan pendidikan
|
a. Penerbitan izin perguruan
tinggi swasta yang
diselenggarakan oleh
masyarakat.
b. Penerbitan izin
penyelenggaraan satuan
pendidikan asing.
|
a. Penerbitan izin pendidikan
menengah yang
diselenggarakan oleh
masyarakat.
b. Penerbitan izin pendidikan
khusus yang
diselenggarakan oleh masyarakat.
|
a. Penerbitan izin
pendidikan dasar yang diselenggarakan
oleh masyarakat.
b. Penerbitan izin
pendidikan anak usia dini dan
pendidikan
nonformal yang
diselenggarakan oleh masyarakat.
|
6.
|
Bahasa dan Sastra
|
Pembinaan bahasa dan
sastra Indonesia.
|
Pembinaan bahasa dan sastra
yang penuturnya lintas
Daerah kabupaten/kota
dalam 1 (satu) Daerah
provinsi.
|
Pembinaan bahasa dan
sastra yang penuturnya
dalam Daerah
kabupaten/kota.
|
Sumber: Lampiran Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (http://pih.kemlu.go.id/files/UU0232014.pdf)
Perbendaan
dari UU No 32 Tahun 2004 dan UU No 23
Tahun 2014 yakni adanya peralihan tugas pengelolaan pendidikan menengah dari
yang sebelumnya dikelola oleh pemerintah Kabupaten/kota ke pemerintah provinsi.
Dalam pengimplementasiannya tentu menimbulkan pihak pro dan kontra. Sejak
diterbitkannya, UU No 23 Tahun 2014 ini pun telah mengalami dua kali
penyempurnaan yakni Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2014 dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 (Tasim, 2016).
Setelah
suatu kebijakan diimplementasikan, tentu akan ada evaluasi atau penilaian
terhadap suatu kebijakan. Ada beberapa pendapat yang mengemukakan evaluasi
mereka terhadap UU No 23 Tahun 2014
ini, baik secara positif maupun negatif. Prasetyo (2017) dalam studi kasusnya di Kota Blitar mengenai
implementasi Undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang pengelolaan SMA/SMK ke
provinsi mengemukakan beberapa pandangan di antaranya, secara positif
menyatakan bahwa dengan adanya undang-undang ini akan dapat mempermudah
penyelenggaraan kebijakan. Demikian pula kualitas pendidikan di setiap daerah
bisa merata, dan dengan adanya perubahan ini dapat memciptakan pemerataan SDM.
Namun adapula beberapa
penilaian negatif terhadap diberlakukannya UU No 23 Tahun 2014, di antaranya
ada beberapa daerah yang sudah menerapkan wajib belajar 12 tahun dengan biaya
sepenuhnya dari pemerintah kabupaten/kota harus mengalami perubahan sistem.
Sementara itu, Safa’at (2016), berpendapat bahwa
perubahan kebijakan ini telah mengurangi makna otonomi itu sendiri, mengurangi
kewenangan konstitusional kabupaten/kota di bidang pendidikan, dan dapat
berpotensi merugikan hak konstitusional warga negara atas pendidikan.
Berhadapan
dengan hasil evaluasi baik positif maupun negatif, sebagai sebuah negara hukum
semua warga harus tetap mematuhi undang-undang yang ada sebelum undang-undang
itu dirubah. Sebagai konsekuensi dari perubahan pembagian kewenangan pengelolaan pendidikan antara provinsi dan
kabupaten/kota, maka perlu dikakukan reformulasi kebijakan.
Reformulasi yang dapat dilakukan dapat dirincikan
sebagai berikut: a) Pemerintah kabupaten/kota hanya mengelola pendidikan dasar
dan pendidikan anak usia dini, dan pendidikan nonformal. b) Pemerintah
kabupaten/kota tetap bekerjasama dengan provinsi dalam hal administrasi,
pembiayaan dan lain-lain. c) Beberapa kebijakan yang selama ini telah
dijalankan berkaitan dengan manajemen pendidikan, kurikulum, pendidik dan
tenaga pendidik, perizinan pendidikan, bahasa dan satra pada pendidikan
menengah diserahkan pada provinsi. d) Kebijakan pemerintah kabupaten/kota yang
menerapkan program wajib belajar 12 tahun dengan biaya sepenuhnya dari pemerintah
tetap dijalankan dengan koordinasi/komunikasi dengan pemerintah provinsi.
KESIMPULAN
Pertama:
Salah
satu kebijakan pemerintah dalam memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia
yaitu dengan membuat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang salah satu isinya
yaitu tentang alih kelola SMA dan SMK dari pemerintah kabupaten/kota ke
pemerintah provinsi.
Kedua:
Setelah
ditetapkan peraturan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang alih kelola wewenang
pemerintah kabupaten/kota ke provinsi menimbulkan kelompok pro dan kontra.
Demikian pula dalam implementasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 masih
memiliki banyak kendala.
Ketiga:
Sebagai
saran, perlu adalanya reformulasi kebijakan alih kelola SMA dan SMK dari
pemerintah kabupaten/kota ke pemerintah provinsi sebagaimana telah dijelaskan
dalam pembahasan di atas.
DAFTAR RUJUKAN
Bakry, Aminuddin. 2010. Kebijakan Pendidikan Sebagai
Kebijakan Publik. Jurnal
MEDTEK,Volume 2,
Nomor 1, April 2010. Dari: https://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents
Dunn, William, N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan
Publik. Yogakarta: UGM Press.
Moleong, L. J. (2012). Metodologi
Penelitian Kualitatif . Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Nawawi, Ismail. 2009. Public
Policy. Surabaya: PMN.
Prasetyo, Imam. 2017. Implementasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pengelolaan SMA/SMK ke Provinsi: Studi Kasus di Kota Blitar. Digital Library. Dari: http://digilib.uinsby.ac.id/21977/51/Imam%20Prasetyo_E04213035.pdf
Ramlan, Surbakti. 1984. Dasar-dasar
Ilmu Politik. Surabaya: Airlangga University Press.
Rian Nugroho. Kebijakan
Publik, Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi. (Jakarta: Media
Kumputindo,
2003).
Tasim,
Isar Dasuki. 2016. Implementasi UU No. 23 Tahun 2014.
Dari: https://www.kompasiana.com/isardasukitasim/implementasi-uu-no-23-tahun-2014_56de1d314623bd0d0a8b4567
No comments:
Post a Comment