REFORMULASI KEBIJAKAN ALIH KELOLA SMA DAN SMK DARI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA KE PEMERINTAH PROVINSI - Dasriminocarm

Dasriminocarm

BLOG INI BERISI TULISAN YANG BERKAITAN DENGAN TEMA PENDIDIKAN. TULISAN DISAJIKAN DALAM BENTUK ARTIKEL, MAKALAH, REVIEW, RESUME DAN SEJENISNYA

Breaking

SELAMAT DATANG DI DASRIMINOCARM CHANEL

Selamat Datang Di Dasriminocarm Chanel

5 Postingan Paling Populer Dibaca

Ketik kata kunci di sini

Monday, May 21, 2018

REFORMULASI KEBIJAKAN ALIH KELOLA SMA DAN SMK DARI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA KE PEMERINTAH PROVINSI


 Henderikus Dasrimin
Universitas Negeri Malang


Abstract:
The purpose of this paper is to analyze policy of high school and vocational high school management from regency/city government to provincial government. The results of this policy analysis can help to make policy reformulation by considering all other aspects of the policy. The method used in this paper is a conceptual description method based on literature review. The results of the discussion show that the reformulation of high school and vocational management policies from district/municipality governments to provincial governments is absolutely necessary to improve our quality of education.

Keywords: reformulation, policy, managing change

Abstrak:
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk melakukan analisis kebijakan alih kelola SMA dan SMK dari pemerintah kabupaten/kota ke pemerintah provinsi. Hasil analisis kebijakan ini dapat membantu pembuatan reformulasi kebijakan dengan mempertimbangkan segala aspek kebijakan lainnya. Metode yang digunakan dalam makalah ini adalah metode deskripsi konseptual berdasarkan tinjauan kepustakaan. Hasil pembahasan memperlihatkan bahwa reformulasi kebijakan alih kelola SMA dan SMK dari pemerintah kabupaten/kota ke pemerintah provinsi mutlak diperlukan agar pendidikan kita semakin berkualitas.

Kata Kunci: reformulasi, kebijakan, alih kelola
           

PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan hal yang mendasar yang digunakan untuk membangun dan memajukan sebuah bangsa dan negara. Upaya dalam meningkatkan kualitas pendidikan pemerintah membuat berbagai macam kebijakan yang digunakan sebagai landasan dalam pelaksanaan pendidikan di Indonesia. Salah satu kebijakan pemerintah dalam memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia yaitu dengan membuat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang salah satu isinya yaitu mengatur tentang pengelolaan sekolah menengah dari pemerintah kabupaten/kota ke pemerintah provinsi. Setelah ditetapkan peraturan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 ini maka wewenang pemerintah provinsi adalah mengatur pengelolaan sekolah menengah (SMA/SMK) di setiap daerahnya.
Kebijakan pendidikan merupakan salah satu kebijakan publik dan kebijakan yang menyangkut masyarakat umum. Selain itu, kebijakan publik merupakan bagian dari keputusan politik, keputusan tersebut menyangkut dan mempengaruhi kepentingan masyarakat serta di pahami sebagai pilihan terbaik, dari berbagai alternatif pilihan mengenai urusan publik yang menjadi kewenangan pemerintah. Kebijakan publik selalu berhubungan dengan hal-hal di bidang apapun salah satunya yaitu pendidikan publik. (Nawawi, 2009). Kebijakan yang dibuat seharusnya diwujudkan dengan tindakan nyata yang biasa dikenal dengan implementasi kebijakan. Fakta yang diketahui bersama proses politik tidak hanya berhenti saat kebijakan sudah diputuskan, tapi juga berlanjut saat kebijakan dilaksanakan. (Ramlan, 1984).
Sejalan dengan penyelenggaran Otonomi Daerah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, maka pemerintah daerah berwenang mengurus segala urusan di wilayahnya termasuk salah-satunya pengurusan dalam bidang pendidikan. Gagasan otonomi daerah dimaksudkan guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan rakyat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat itu sendiri. Dalam hal ini, termasuk juga peran dan tanggung jawab pemerintah daerah dalam urusan pendidikan, sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, yang bertumpu kepada kemampuan sumber daya lokal berdasarkan efisiensi, efektivitas, akuntabilitas, responsibilitas,dan transparan, guna mewujudkan pelayanan yang berkualitas.
Pasca diterbitkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang mengatur kewenangan mengelola pendidikan menengah (SMA/SMK) dan pendidikan khusus dari pemerintah kabupaten atau kota ke pemerintah provinsi. Dalam peraturan undang-undang tersebut dalam hal pendidikan menjelaskan bahwa kewenangan pemerintah daerah mengelola pendidikan menengah atas naik menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi. Sehingga, pemerintah daerah hanya difokuskan mengelola pendidikan dasar dan menegah pertama, peraturan ini diterbitkan pada tahun 2016.
Dengan berlakunya kebijakan tersebut tentunya menimbulkan masalah bagi daerah yang menggunakan kebijakan otonomi daerah, khususnya daerah yang sudah melaksanakan sekolah gratis, kemudian harus berbenturan dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat. setelah ditetapkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 bagi daerah yang telah mempunyai program pendidikan gratis maka saat ini harus menyesuaikan peraturan dari pemerintahan provinsi. Pemerintah daerah juga kesulitan dalam menyamakan kebijakan dari pemerintah pusat. Kesulitan pemerintah pusat juga menjadi masalah untuk mengendalikan pendidikan dari masing-masing daerah disebabkan kendala jarak yang cukup jauh atau sekolah yang terletak di pedalaman. Hal ini tentunya berbeda dengan daerah yang ekonominya cukup maju sehingga bisa mengalokasikan anggaran dan mengembangkan pendidikan yang sesuai dengan kemampuan.
Implementasi kebijakan publik merupakan salah satu aktivitas dalam proses kebijakan publik, bahkan suatu kebijakan sering bertentangan dengan kondisi di lapangan, sehingga menimbulkan suatu permasalahan bagi pihak yang pro dan kontra. Implementasi kebijakan merupakan suatu tahapan pelaksana keputusan diantara pembentukan suatu kebijakan, seperti pasal-pasal di dalam sebuah undang-undang legislatif, keluarnya sebuah peraturan eksekuif,dan keluarnya keputusan peradilan. Selain itu, keluarnya standar peraturan dan konsekuensi dari kebijakan dari masyarakat akan mempengaruhi beberapa aspek di lapangan. Jika suatu kebijakan diambil secara tepat, baik dan optimal maka proses implemntasi kebijakan akan mencapai tujuan yang ditetapkan oleh para pembuat kebijakan. Hal ini mengisyaratkan bahwa implemntasi kebijakan pada subtansinya adalah cara yang tepat untuk melaksanakan sebuah kebijakan yang baik dan dapat mencapai tujuan yang sebagaimana yang ditetapkan oleh para pembuat kebijakan. (Nugroho, 2003).
Terbentuknya peraturan pemerintahan daerah dalam Undang-Undang tentang pemerintah daerah Nomor 23 Tahun 2014 terbentuk karena untuk merevisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Dalam naskah akademik revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menjelaskan bahwa revisi tersebut dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki berbagai kelemahan dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 terkait dengan konsep kebijakan desentralisasi dalam negara kesatuan, kurang tepatnya pengaturan dalam berbagai aspek peyelenggaraan pemerintah daerah, serta hubungan antara pemerintah dengan  warga dan kelompok madani. Dalam praktik penyelenggaraan pemerintah daerah juga menilai bahwa belum sepenuhnya menjamin terwujudnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang desentralitis dan mampu menjamin adanya hubungan yang harmonis dan sinergik antar tingkat dan susunan pemerintahan.
Kebijakan pendidikan adalah kebijakan publik dalam hal yang berkaitan dengan bidang pendidikan. Bidang pendidikan termasuk urusan dalam pemerintahan konkuren yaitu urusan pemerintah yang dibagi antara pemerintah pusat dan daerah provinsi dan daerah kabupaten atau kota. Dalam urusan pemerintahan konkuren ini, pendidikan merupakan salah satu urusan wajib yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dikeluarkan untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah bahwa undang-undang tersebut dianggap tidak sesuai dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan dan tuntutan penyelenggara pemerintahan daerah.
Serangkaian Undang-Undang 23 Tahun 2014 beserta perubahanya disebutkan adanya perubahan dan susunan kewenangan pemerintah daerah. Susunan pemerintah menurut Undang-undang ini meliputi pemerintahan daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten atau kota dan DPRD. Pemerintah daerah terdiri atas kepala daerah dan DPRD dibantu oleh perangkat daerah. Pemerintah daerah provinsi terdiri atas pemerintah daerah provinsi dan DPRD provinsi. Adapun pemerintah daerah kabupaten atau kota terdiri atas pemerintah daerah kabupaten atau kota.
Dalam kebijakan desentralisasi, pendidikan merupakan salah satu isu pemerintahan dan pembagunan yang perlu diesentralisasikan. Kebijakan ini dilakukan dengan tujuan agar pendidikan bisa mencapai tingkat keberhasilan yang dikehendaki, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pembagian urusan pemerintah bidang pendidikan tersebut merupakan bentuk desentralisasi pendidikan.
Desentralisasi pendidikan adalah sistem manajemen untuk mewujudkan pembangunan pendidikan yang menekankan pada kebhinekaan. Desentralisasi pendidikan diartikan sebagai pelimpahan wewenang yang lebih luas. Sedangkan pemahaman praktikal desentralisasi mempunyai makna lain, yaitu mengurangi dari campur tangan pemerintah pusat terhadap hal-hal yang sudah dilakukan oleh pemerintah daerah sesuai prinsip subsidiaritas. Disisi lain dentralisasi juga tidak hanya mendorong pemerintah nasional membangun manajemen pendidikan yang terdesentralisasi, akan tetapi juga menjadi pendorong bagi daerah untuk mengembangkan menajemen pendidikan yang bermutu.
Desentralisasi manajemen pendidikan nasional menghasilkan kedekatan antara pelayanan pendidikan dengan masyarakat yang dilayani oleh pendidikan. Kedekatan ini menjadikan proses interaksi manajemen pendidikan, baik dari sisi perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian dapat dilaksankan lebih efisien dan efektif. Dalam urusan konkuren pendidikan merupakan salah satu urusan pemerintahan wajib yang diselenggarakan oleh pemeritah daerah.
            Berdasarkan latar belakang ini, penulis ingin membuat analisis terhadap kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah tentang alih kelolah SMA dan SMK dari pemerintah kabupaten/kota ke pemerintah provinsi.

METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Moleong (2012) mengemukakan bahwa penelitian kualitiatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian seperti perilaku, persepsi, motivasi tindakan, dan lain sebagainya, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Pendekatan yang digunakan dalam makalah ini adalah deskripsi konseptual berdasarkan tinjauan kepustakaan.

HASIL
Implementasi kebijakan publik merupakan salah satu aktivitas dalam proses kebijakan publik, bahkan suatu kebijakan yang sering bertentangan dengan kondisi dilapangan, sehingga menimbulkan suatu permasalahan bagi pihak yang pro dan kontra. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 merupakan undang-undang yang terbentuk dengan tujuan untuk memperbaiki berbagai kelemahan dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 terkait dengan konsep kebijakan desentralisasi dalam Negara kesatuan yang di dalamnya membahas seperti kesehatan, pendidikan, pekerjaan umum dan penataan ruang, perumahan rakyat dan pemukiman umum, ketentraman, ketrtiban umum dan sosial.
Proses alih kelola SMA dan SMK dalam implementasinya ternyata tidak semudah membalikkan telapak tangan. Sejumlah daerah bahkan mencoba untuk mengajukan gugutan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Subjek materi gugatannya adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang menjadi payung hukum kebijakan alih kelola SMA dan SMK ke provinsi. Pemerintah Kota Surabaya dan Blitar termasuk yang paling bersemangat untuk mengajukan permohonan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Bahkan di Surabaya pernah terjadi demonstrasi yang melibatkan siswa dan orang tua. Mereka mengkhawatirkan terjadi kenaikan biaya pendidikan setelah kebijakan oleh kelola SMA ke provinsi.
Kebijakan yang salah satu isinya mengatur pengelolaan sekolah menengah yang menjadi tanggung pemerintah provinsi. Tentunya hal ini tidak luput dari berbagai hambatan-hambatan. Kendala yang terjadi di lapangan salah satunya yaitu pola pikir masyarakat kabupaten/kota yang sampai saat ini masih berfikir bahwa pengelolaan sekolah SMA/SMK masih dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota. Selain itu, hambatan-hambatan implementasi kebijakan pemerintah ini pun terjadi karena kurang adanya komunikasi, konsilidasi serta sosialisasi.

PEMBAHASAN
Kebijakan publik merupakan suatu keputusan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatur rakyatnya melalui suatu tindakan tertentu dalam bidang tertentu, yang dianggap dapat membawa kesejahteraan bagi kepentingan seluruh rakyat (Bakry, 2010). Dari pengertian ini dapat dikatakan bahwa pemerintah mempunyai peranan yang sangat penting yakni sebagai pembuat kebijakan. Kebijakan-kebijakan yang dikembangkan oleh pemerintah mencakup berbagai bidang kehidupan termasuk di dalamnya adalah bidang pendidikan. Dengan kata lain kebijakan pendidikan merupakan salah satu bagian dari kebijakan publik. Maka benar jika dikatakan bahwa analisis kebijakan pendidikan merupkan turunan keilmuan dari analisis kebijakan publik. Hubungan antara kebijakan publik dan kebijakan pendidikan dapat dilukiskan pada Diagram 1:
Diagram 1. Hubungan kebijakan publik dan kebijakan pendidikan

Sebagaimana tujuan utama kebijakan publik pertama-tama adalah demi kepentingan bersama atau untuk kepentingan orang banyak, demikian pula dengan kebijakan pendidikan. Artinya bahwa peraturan atau kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dalam bidang pendidikan tidak hanya dikhususkun bagi orang tertentu, kalangan tertentu, atau budaya dan golongan tertentu, melainkan untuk kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia (Hidayat, 2017).
Sebelum membuat reformulasi suatu kebijakan, terlebih dahulu kita harus melihat tentang apa yang sudah terjadi di masa lalu (retrospektif) yakni formulasi dan implementasi dan evaluasi sebelumnya dan meramal apa yang akan terjadi (prospektif) di masa yang akan datang (Dunn, 2003). Analisis kebijakan berorientasi masalah dapat dilihat pada Diagram 2:
 
Diagram 2. Analisis kebijakan berorientasi masalah

Dibentuknya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 adalah untuk memperbaiki undang-undang yang berlaku sebelumnya yakni Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Undang-Undang Nomor 23 berisi konsep tentang kebijakan desentralisasi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang di dalamnya membahas tentang berbagai aspek kehidupan bangsa, di antaranya adalah bidang pendidikan. Konsekuensi dari undang-undang ini adalah pembagian kewenangan pengelolaan pendidikan antara provinsi dan kabupaten/kota. (Prasetyo: 2017). Adapun pembagian kewenangan/tugas pengelolan pendidikan antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten berdasarkan Lampiran Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dapat dilihat pada Tabel 1:

Tabel 1. Pembagian kewenangan/tugas pengelolan pendidikan, pemerintah
pusat, provinsi dan kabupaten
NO
SUB URUSAN
PEMERINTAH PUSAT
PEMERINTAH PROVINSI
PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
1.
Manajemen
Pendidikan
a. Penetapan Standar
Nasional Pendidikan
(SNP)
b. Pengelolaan
Pendidikan Tinggi
(DIKTI)
a. Pengelolaan
Pendidikan
Menengah


b. Pengelolaan
Pendidikan
Khusus
a. Pengelolaan
Pendidikan Dasar

b. Pengelolaan
Pendidikan Anak
Usia Dini dan Pendidikan non
formal.
2.
Kurikulum
Penetapan Kurikulum
Nasional Pendidikan
Menengah,
Pendidikan Dasar,
Pendidikan Anak Usia
Dini, dan Pendidikan
Nonformal
Penetapan
Kurikulum
Pendidikan
Muatan Lokal
Pendidikan
Menengah
Dan Kurikulum
Pendidikan
Khusus

Penetapan
Kurikulum
Pendidikan
Muatan Lokal
Pendidikan Dasar, Pendidikan Anak
Usia Dini dan
Pendidikan
Nonformal
3.
Akreditasi
Akreditasi perguruan tinggi,
pendidikan menengah,
pendidikan dasar,
pendidikan anak usia dini,
dan pendidikan nonformal.
-
-
4.
Pendidik dan Tenaga
Kependidikan
a. Pengendalian formasi
pendidik, pemindahan
pendidik, dan
pengembangan karier
pendidik.

b. Pemindahan pendidik dan
tenaga kependidikan
lintas Daerah provinsi.

Pemindahan pendidik dan
tenaga kependidikan lintas
Daerah kabupaten/kota
dalam 1 (satu) Daerah
provinsi.

Pemindahan pendidik dan
tenaga kependidikan dalam
Daerah kabupaten/kota.
5.
Perizinan pendidikan
a. Penerbitan izin perguruan
tinggi swasta yang
diselenggarakan oleh
masyarakat.

b. Penerbitan izin
penyelenggaraan satuan
pendidikan asing.
a. Penerbitan izin pendidikan
menengah yang
diselenggarakan oleh
masyarakat.

b. Penerbitan izin pendidikan
khusus yang
diselenggarakan oleh masyarakat.
a. Penerbitan izin
pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat.

b. Penerbitan izin
pendidikan anak usia dini dan pendidikan
nonformal yang
diselenggarakan oleh masyarakat.
6.
Bahasa dan Sastra
Pembinaan bahasa dan
sastra Indonesia.
Pembinaan bahasa dan sastra
yang penuturnya lintas
Daerah kabupaten/kota
dalam 1 (satu) Daerah
provinsi.
Pembinaan bahasa dan
sastra yang penuturnya
dalam Daerah
kabupaten/kota.
Sumber: Lampiran Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan   Daerah (http://pih.kemlu.go.id/files/UU0232014.pdf)

 
            Perbendaan dari UU No 32 Tahun 2004 dan UU No 23 Tahun 2014 yakni adanya peralihan tugas pengelolaan pendidikan menengah dari yang sebelumnya dikelola oleh pemerintah Kabupaten/kota ke pemerintah provinsi. Dalam pengimplementasiannya tentu menimbulkan pihak pro dan kontra. Sejak diterbitkannya, UU No 23 Tahun 2014 ini pun telah mengalami dua kali penyempurnaan yakni Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 (Tasim, 2016).
            Setelah suatu kebijakan diimplementasikan, tentu akan ada evaluasi atau penilaian terhadap suatu kebijakan. Ada beberapa pendapat yang mengemukakan evaluasi mereka terhadap UU No 23 Tahun 2014 ini, baik secara positif maupun negatif. Prasetyo (2017) dalam studi kasusnya di Kota Blitar mengenai implementasi Undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang pengelolaan SMA/SMK ke provinsi mengemukakan beberapa pandangan di antaranya, secara positif menyatakan bahwa dengan adanya undang-undang ini akan dapat mempermudah penyelenggaraan kebijakan. Demikian pula kualitas pendidikan di setiap daerah bisa merata, dan dengan adanya perubahan ini dapat memciptakan pemerataan SDM.
Namun adapula beberapa penilaian negatif terhadap diberlakukannya UU No 23 Tahun 2014, di antaranya ada beberapa daerah yang sudah menerapkan wajib belajar 12 tahun dengan biaya sepenuhnya dari pemerintah kabupaten/kota harus mengalami perubahan sistem. Sementara itu, Safa’at (2016), berpendapat bahwa perubahan kebijakan ini telah mengurangi makna otonomi itu sendiri, mengurangi kewenangan konstitusional kabupaten/kota di bidang pendidikan, dan dapat berpotensi merugikan hak konstitusional warga negara atas pendidikan.
            Berhadapan dengan hasil evaluasi baik positif maupun negatif, sebagai sebuah negara hukum semua warga harus tetap mematuhi undang-undang yang ada sebelum undang-undang itu dirubah. Sebagai konsekuensi dari perubahan pembagian kewenangan pengelolaan pendidikan antara provinsi dan kabupaten/kota, maka perlu dikakukan reformulasi kebijakan.
            Reformulasi yang dapat dilakukan dapat dirincikan sebagai berikut: a) Pemerintah kabupaten/kota hanya mengelola pendidikan dasar dan pendidikan anak usia dini, dan pendidikan nonformal. b) Pemerintah kabupaten/kota tetap bekerjasama dengan provinsi dalam hal administrasi, pembiayaan dan lain-lain. c) Beberapa kebijakan yang selama ini telah dijalankan berkaitan dengan manajemen pendidikan, kurikulum, pendidik dan tenaga pendidik, perizinan pendidikan, bahasa dan satra pada pendidikan menengah diserahkan pada provinsi. d) Kebijakan pemerintah kabupaten/kota yang menerapkan program wajib belajar 12 tahun dengan biaya sepenuhnya dari pemerintah tetap dijalankan dengan koordinasi/komunikasi dengan pemerintah provinsi.
KESIMPULAN
Pertama: Salah satu kebijakan pemerintah dalam memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia yaitu dengan membuat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang salah satu isinya yaitu tentang alih kelola SMA dan SMK dari pemerintah kabupaten/kota ke pemerintah provinsi.  
Kedua: Setelah ditetapkan peraturan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang alih kelola wewenang pemerintah kabupaten/kota ke provinsi menimbulkan kelompok pro dan kontra. Demikian pula dalam implementasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 masih memiliki banyak kendala.
Ketiga: Sebagai saran, perlu adalanya reformulasi kebijakan alih kelola SMA dan SMK dari pemerintah kabupaten/kota ke pemerintah provinsi sebagaimana telah dijelaskan dalam pembahasan di atas.

DAFTAR RUJUKAN

Bakry,  Aminuddin. 2010. Kebijakan Pendidikan Sebagai Kebijakan Publik. Jurnal
MEDTEK,Volume 2, Nomor 1, April 2010. Dari: https://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents

Dunn, William, N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogakarta: UGM Press.

Moleong, L. J. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif . Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Nawawi, Ismail. 2009. Public Policy. Surabaya: PMN.

 

Prasetyo, Imam. 2017. Implementasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pengelolaan SMA/SMK ke Provinsi: Studi Kasus di Kota Blitar. Digital Library. Dari: http://digilib.uinsby.ac.id/21977/51/Imam%20Prasetyo_E04213035.pdf

 Ramlan, Surbakti. 1984. Dasar-dasar Ilmu Politik. Surabaya: Airlangga University Press.

Rian Nugroho. Kebijakan Publik, Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi. (Jakarta: Media
Kumputindo, 2003).

Tasim, Isar Dasuki. 2016. Implementasi UU No. 23 Tahun 2014.

No comments:

Post a Comment