ANALISIS PROSPEKTIF DAN RETROSPEKTIF KEBIJAKAN WAJIB BELAJAR 12 TAHUN - Dasriminocarm

Dasriminocarm

BLOG INI BERISI TULISAN YANG BERKAITAN DENGAN TEMA PENDIDIKAN. TULISAN DISAJIKAN DALAM BENTUK ARTIKEL, MAKALAH, REVIEW, RESUME DAN SEJENISNYA

Breaking

SELAMAT DATANG DI DASRIMINOCARM CHANEL

Selamat Datang Di Dasriminocarm Chanel

5 Postingan Paling Populer Dibaca

Ketik kata kunci di sini

Monday, May 21, 2018

ANALISIS PROSPEKTIF DAN RETROSPEKTIF KEBIJAKAN WAJIB BELAJAR 12 TAHUN



Oleh: H. Dasrimin

a. Analisis prospektif; program pendidikan wajib belajar 12 tahun sangat penting jika kita berorientasi pada perkembangan yang akan terjadi di masa yang akan datang. Tujuan wajar 12 tahun adalah untuk memenuhi standar pendidikan atau supaya bisa bersaing dengan negara-negara lain di tingkat internasional. Artinya jika program ini tidak bisa berjalan dengan baik, maka hampir pasti bahwa kita tidak akan bisa bersaing dengan negara-negara lain yang kian berkembang. Kemajuan IPTEK yang semakin berkembang pesat perlu diimbangi dengan kualitas SDM  masyarakat yang tidak lain bisa ditempuh melalui pendidikan. Secara intern (dalam negara kita sendiri), program wajar ini juga dibuat untuk menyongsong Generasi emas 2045. Menjadi harapan besar bagi negara kita agar di tahun 2045 nanti, negara kita memiliki generasi emas yang berkualitas, yang tentunya tidak bisa dipisahkan dengan pendidikan yang berkualitas dan masyarakat yang berpendidikan.

b. Analisis restrospektif; pendidikan wajib belajar sebenarnya didasari UUD 1945 yang menyatakan bahwa salah satu tujuan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Selain itu ditegaskan pula bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan dan wajib mengikuti pendidikan dasar.
            Program wajib belajar 12 tahun merupakan kelanjutan dari program wajib belajar 9 tahun. Oleh karena itu penting bagi kita untuk mengetahui evaluasi pelaksanaan program wajar 9 tahun sebagai sebuah retrospeksi untuk keberhasilan program wajar 12 tahun yang sekarang ini sudah, sedang dan akan dilaksanakan. Sunandar (2017) menemukan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi ketidakberhasilan program wajib belajar 9 tahun, yakni: 1) kemiskinan penduduk (faktor ekonomi); 2) kesulitan sekolah (faktor geografis); 3) kurangnya pelayanan pendidikan; 4) rendahnya motivasi orang tua dan siswa; 5) kurangnya dukungan dari pemerintah dan masyarakat; 6) faktor sosial budaya yang kurang mendukung pendidikan.

Desain Kebijakan
Setelah melakukan analisis prospektif dan retrospektif di atas maka implementasi kebijakan program wajib belajar 12 tahun, jika didesain dengan terminology Grindle dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Variabel I (Isi kebijakan)
Dengan memperhatikan variabel kebijakan Grindle, isi kebijakan wajib belajar 12 tahun sudah mencerminkan bahwa yang menjadi sasaran utama dari program ini adalah demi kecerdasan kehidupan bangsa. Hal ini sangat bermanfaat bagi masyarakat, karena pendidikan sangat penting. Program wajib belajar 12 tahun sudah selayaknya diterapkan di semua daerah di Indonesia, berdasarkan kebijakan otonomi daerah masing-masing. Namun dalam pelaksanaannya tentu memiliki banyak tantangan di antaranya adalah tidak didukung oleh sumber daya yang memadai, baik baik itu sumber daya dana (uang) maupun sumber daya manusia (kualitas dan kuantitas tenaga pendidik).
Oleh karena itu agar pelaksanaan wajib belajar 12 tahun bisa berjalan dengan baik, maka perlu mendapat perhatian atau dukungan dari pemerintah daerah dalam menyediakan sumber daya yang memadai. Selain itu, peningkatan ekonomi masyarakat perlu  ditingkatkan agar bisa membiayai pendidikan anak sehingga anak tidak dilibatkan untuk bekerja membantu orang tua yang dapat menyebabkan anak harus putus sekolah. Demikian pula harus ada persediaan sarana dan prasarana (termasuk pembangunan infrastruktur dan transportasi) yang memudahkan anak untuk ke sekolah. Serta perlu ada peningkatan pelayanan pendidikan dengan cara menyediakan tenaga pendidik dengan kualitas dan kuantitas yang memadai. Tidak luput pula, semuanya ini harus didukung oleh adanya motivasi dari orang tua, masyarakat maupun pribadi dari siswa sendiri.

2. Variabel II (Lingkungan kebijakan)
Pemerintah sebagai aktor utama yang terlibat dalam pembuat kebijakan hendaknya diimbangi pula dengan strategi yang tepat dalam mensukseskan program. Pemerintah harus bisa bersinergi dengan semua aspek kehidupan sehingga program pendidikan bisa berjalan dengan lancar dan sukses. Program apapun, termasuk program wajib belajar tidak bisa diboncengi oleh kepentingan politik tertentu yang hanya bisa menguntungkan golongan tertentu, tetapi hendaknya sunguh-sunguh demi kepentingangan rakyat. Demikian pula kepatuhan masyarakat sebagai kelompok sasar perlu diperhatikan. Sekalipun pemerintah telah berjuang semaksimal mungkin, tetapi jika tidak diimbangi dengan dukungan dari masyarakat, orang tua dan siswa (anak), maka program ini tidak akan bisa berhasil. Semua komponen ini harus ikut berpartisipasi sesuai dengan tugas dan perannya masing-masing. Masyarakat perlu menyadari akan pentingnya pendidikan, khususnya dalam menyongsong generasi emas, dan berhadapan dengan dunia yang penuh persaingan dan zaman yang kian berkembang ini. Demikian pula pemerintah harus bisa memberi perhatian serius tentang pendidikan.

No comments:

Post a Comment