OTONOMI DAERAH, OTONOMI PENDIDIKAN DAN OTONOMI KURIKULUM - Dasriminocarm

Dasriminocarm

BLOG INI BERISI TULISAN YANG BERKAITAN DENGAN TEMA PENDIDIKAN. TULISAN DISAJIKAN DALAM BENTUK ARTIKEL, MAKALAH, REVIEW, RESUME DAN SEJENISNYA

Breaking

SELAMAT DATANG DI DASRIMINOCARM CHANEL

Selamat Datang Di Dasriminocarm Chanel

5 Postingan Paling Populer Dibaca

Ketik kata kunci di sini

Monday, May 21, 2018

OTONOMI DAERAH, OTONOMI PENDIDIKAN DAN OTONOMI KURIKULUM


Oleh: H. Dasriminocarm






a. Otonomi Daerah
Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan menguru sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. S.H. Sarundajang (2001: 34) menulis bahwa pada hakikatnya otonomi daerah adalah (1) hak mengurus rumah tangga sendiri bagi suatu daerah otonom; (2) dalam kebebasan menjalankan hak mengurus dan mengatur rumah tangga sendiri, daerah tidak dapat menjalankan hak dan wewenang otonominya itu di luar batas-batas wilayah daerahnya; (3) daerah tidak boleh mencampuri hak mengatur dan mengurus rumah tangga daerah lain sesuai dengan wewenang pangkal dan urusan yang diserahkan kepadanya; dan (4) otonomi tidak membawahi otonomi daerah lain, hak mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri tidak merupakan subordinasi hak mengatur dan mengurus rumah tangga daerah lain.
Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pada Pasal 1 ayat (5) dikemukakan bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Daerah Otonom di sini dimaksudkan adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batasbatas wilayah yang berwenang mengatur clan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

b. Otonomi Pendidikan
Otonomi pendidikan menurut UU Sistem Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003 adalah terungkap pada hak dan kewajiban warga negara, orang tua, masyarakat, dan pemerintah. Pada bagian ketiga hak dan kewajiban masyarakat pasal 8 disebutkan bahwa “masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan program evaluasi pendidikan. Pasal 9, masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan”. Begitu juga pada bagian keempat hak dan kewajiban pemerintah, dan pemerintah daerah pasal 11 ayat 2 “Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya daya guna terselenggaranya pendidikan bagi warga negara yang berusia 7-15 tahun. Dengan demikian yang dimaksud dengan otonomi pendidikan adalah bagaimana setiap daerah dapat mengelolah pendidikan sesuai keinginan dan kemampuannya (Marus Suti, 2011).

c. Otonomi Kurikulum
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab X, Pasal 36 dikatakan bahwa:
(1) Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. (2) Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. (3) Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:
a. peningkatan iman dan takwa;
b. peningkatan akhlak mulia;
c. peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
d. keragaman potensi daerah dan lingkungan;
e. tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
f. tuntutan dunia kerja;
g. perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
h. agama;
i. dinamika perkembangan global; dan
j. persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
(4) Ketentuan mengenai pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Kaitan antara otonomi daerah, otonomi pendidikan dan otonomi kurikulum
Otonomi Daerah berdampak pada pengelolaan pendidikan di daerah. Di satu sisi, upaya otonomi pendidikan akan berpengaruh positif terhadap berkembangnya sekolah sebagai lembaga pendidikan yang berbasis kepada kebutuhan dan tantangan-tantangan yang dihadapi sekolah. Di sisi lain, keragaman potensi dan sumberdaya daerah dapat menyebabkan mutu keluaran sekolah sangat bervariasi. Oleh karena itu, upaya standardisasi mutu harus menjadi fokus perhatian dalam upaya menjaga mutu pendidikan secara nasional.
Kementerian pendidikan nasional dalan kajian kebijakan pendidikan antara lain menyatakan bahwa sedikitnya ada tiga faktor yang menyebabkan mutu pendidikan tidak mengalami peningkatan secara merata, yaitu: (1) kebijakan penyelenggaraan pendidikan nasional yang berorientasi pada keluaran pendidikan (output) yang terlalu memusatkan pada masukan (input) dan kurang memperhatikan pada proses pendidikan; (2) Penyelengaraan pendidikan yang dilakukan secara desentralistik namun masih berbudaya sentralistik, menyebabkan ketergantungan kepada birokrasi dan seringkali kebijakan pusat terlalu umum dan kurang menyentuh atau kurang sesuai dengan situasi dan kondisi setempat. Segala sesuatu yang terlalu diatur menyebabkan sekolah kehilangan kemandirian, insiatif, dan kreativitas. Hal tersebut menyebabkan usaha dan daya untuk mengembangkan atau meningkatkan mutu layanan pendidikan kurang optimal; (3) peran serta masyarakat terutama orangtua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini hanya terbatas pada dukungan dana. Peran serta masyarakat sangat penting dalam proses pengambilan keputusan, pemantauan, evaluasi, dan akuntabilitas (Depdiknas, 2006).
Desentralisasi pendidikan, mencakup tiga hal, yaitu; (1) manajemen berbasis lokasi (site based management); (2) pendelegasian wewenang; (3) inovasi kurikulum, yang kini diwacanakan dalam kurikulum 2013. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan model pengelolaan sekolah yang menekankan pada otonomi sekolah dan mengoptimalkan partisipasi warga sekolah, yaitu; guru, pegawai tata usaha, komite sekolah dan komunitas sekolah lainnya dalam pengambilan keputusan. Hal tersebut sebagaimana ditegaskan Wohlstetter dan Mohrman (1994:269) bahwa School Based Management (SBM) has become a popular corner stone of education reform, with states and school districts across the country adopting polices that decentralize management to improve the performance of educational system.
Dalam konteks penyelenggaraan otonomi pendidikan juga harus diupayakan agar seluruh jajaran yang berkiprah dan mengabdi di dunia pendidikan ikut serta melaksanakan prinsip-prinsip tersebut sebagai kaidah normative yang harus secara sadar dan tanpa pamrih mampu melaksanakannya. Secara tidak langsung prinsip-prinsip pemberdayaan dan peningkatan kapasitas tersebut termasuk prinsip-prinsip “good governance” yang juga menjadi pedoman kerja dalam upaya pemberdayaan dan peningkatan kapasitas di sector pendidikan khususnya manajemen otonomi pendidikan. Secara wajar hal-hal tersebut juga dengan sendirinya berlaku bagi seluruh aparatur pendidikan (kepala sekolah, wali kelas, guru, guru pembimbing, dan penyuluh pendidikan, penilik dan pengawas pendidikan, dinas pendidikan) yang melaksanakan manajemen otonomi pendidikan di semua wilayah dan dimanapun lembaga itu berada.
Dalam Kompas.com (12/10/2012), diberitakan bahwa pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Lody Paat, menilai pemerintah harus memberikan wewenang lebih kepada sekolah dalam menyusun kurikulum pendidikan. Menurutnya, kewenangan itu penting karena kurikulum pendidikan nasional hanya mengatur pendidikan secara umum dan tidak detail untuk penerapan di sekolah. Aktivis Koalisi Pendidikan ini membenarkan, kurikulum pendidikan nasional dibutuhkan sebagai acuan umum pendidikan nasional. Oleh karena itu, pemerintah harus memperhatikan tujuan dari pendidikan yang harus disesuaikan dengan karakteristik masing-masing sekolah dalam penyusunannya.

Kesimpulan:
Otonomi daerah, otonomi pendidikan dan otonomi kurikulum saling berkaitan antara satu dengan yang lainnnya. Dengan adanya otonomi daerah pemerintah memberikan kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam segala aspek termasuk di dalamnya adalah otonomi pendidikan. Jika kita menerapkan otonomi pendidikan maka tidak bisa terlepas dari otonomi kurikulum. Baik buruknya otonomi kurikulum, mencerminkan baik buruknya otonomi pendidikan dan otonomi daerah. Dengan kata lain, otonomi daerah dapat dikatakan berlangsung baik, jika otonomi pendidikan dan otonomi kurikulumnya berlangsung baik.

No comments:

Post a Comment