a. Otonomi Daerah
Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan menguru sendiri urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
S.H. Sarundajang (2001: 34) menulis bahwa pada
hakikatnya otonomi daerah adalah (1) hak mengurus rumah tangga sendiri bagi
suatu daerah otonom; (2) dalam kebebasan menjalankan hak mengurus dan mengatur
rumah tangga sendiri, daerah tidak dapat menjalankan hak dan wewenang
otonominya itu di luar batas-batas wilayah daerahnya; (3) daerah tidak boleh
mencampuri hak mengatur dan mengurus rumah tangga daerah lain sesuai dengan
wewenang pangkal dan urusan yang diserahkan kepadanya; dan (4) otonomi tidak
membawahi otonomi daerah lain, hak mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri
tidak merupakan subordinasi hak mengatur dan mengurus rumah tangga daerah lain.
Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah pada Pasal 1 ayat (5) dikemukakan bahwa otonomi daerah
adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Daerah Otonom di sini dimaksudkan adalah kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batasbatas wilayah yang berwenang mengatur clan mengurus urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
b. Otonomi Pendidikan
Otonomi
pendidikan menurut UU Sistem Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003 adalah terungkap
pada hak dan kewajiban warga negara, orang tua, masyarakat, dan pemerintah.
Pada bagian ketiga hak dan kewajiban masyarakat pasal 8 disebutkan bahwa
“masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
dan program evaluasi pendidikan. Pasal 9, masyarakat berkewajiban memberikan
dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan”. Begitu juga pada bagian
keempat hak dan kewajiban pemerintah, dan pemerintah daerah pasal 11 ayat 2
“Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya daya guna
terselenggaranya pendidikan bagi warga negara yang berusia 7-15 tahun. Dengan demikian yang dimaksud dengan otonomi pendidikan adalah bagaimana
setiap daerah dapat mengelolah pendidikan sesuai keinginan dan kemampuannya (Marus
Suti, 2011).
c. Otonomi Kurikulum
Dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab
X, Pasal 36 dikatakan bahwa:
(1) Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional
pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. (2) Kurikulum pada
semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi
sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. (3)
Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:
a. peningkatan iman dan takwa;
b. peningkatan akhlak mulia;
c. peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
d. keragaman potensi daerah dan lingkungan;
e. tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
f. tuntutan dunia kerja;
g. perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
h. agama;
i. dinamika perkembangan global; dan
j. persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
(4) Ketentuan mengenai pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.
Kaitan antara otonomi daerah, otonomi pendidikan dan
otonomi kurikulum
Otonomi Daerah berdampak pada pengelolaan
pendidikan di daerah. Di satu sisi, upaya otonomi pendidikan akan berpengaruh
positif terhadap berkembangnya sekolah sebagai lembaga pendidikan yang berbasis
kepada kebutuhan dan tantangan-tantangan yang dihadapi sekolah. Di sisi lain,
keragaman potensi dan sumberdaya daerah dapat menyebabkan mutu keluaran sekolah
sangat bervariasi. Oleh karena itu, upaya standardisasi mutu harus menjadi
fokus perhatian dalam upaya menjaga mutu pendidikan secara nasional.
Kementerian pendidikan nasional dalan
kajian kebijakan pendidikan antara lain menyatakan bahwa sedikitnya ada tiga
faktor yang menyebabkan mutu pendidikan tidak mengalami peningkatan secara
merata, yaitu: (1) kebijakan penyelenggaraan pendidikan nasional yang
berorientasi pada keluaran pendidikan (output) yang terlalu memusatkan pada
masukan (input) dan kurang memperhatikan pada proses pendidikan; (2)
Penyelengaraan pendidikan yang dilakukan secara desentralistik namun masih
berbudaya sentralistik, menyebabkan ketergantungan kepada birokrasi dan
seringkali kebijakan pusat terlalu umum dan kurang menyentuh atau kurang sesuai
dengan situasi dan kondisi setempat. Segala sesuatu yang terlalu diatur
menyebabkan sekolah kehilangan kemandirian, insiatif, dan kreativitas. Hal
tersebut menyebabkan usaha dan daya untuk mengembangkan atau meningkatkan mutu
layanan pendidikan kurang optimal; (3) peran serta masyarakat terutama orangtua
siswa dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini hanya terbatas pada dukungan
dana. Peran serta masyarakat sangat penting dalam proses pengambilan keputusan,
pemantauan, evaluasi, dan akuntabilitas (Depdiknas, 2006).
Desentralisasi
pendidikan, mencakup tiga hal, yaitu; (1) manajemen berbasis lokasi (site
based management); (2) pendelegasian wewenang; (3) inovasi kurikulum, yang
kini diwacanakan dalam kurikulum 2013. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
merupakan model pengelolaan sekolah yang menekankan pada otonomi sekolah dan
mengoptimalkan partisipasi warga sekolah, yaitu; guru, pegawai tata usaha,
komite sekolah dan komunitas sekolah lainnya dalam pengambilan keputusan. Hal tersebut
sebagaimana ditegaskan Wohlstetter dan Mohrman (1994:269) bahwa School Based
Management (SBM) has become a popular corner stone of education
reform, with states and school districts across the country adopting polices
that decentralize management to improve the performance of educational system.
Dalam konteks penyelenggaraan otonomi
pendidikan juga harus diupayakan agar seluruh jajaran yang berkiprah dan mengabdi
di dunia pendidikan ikut serta melaksanakan prinsip-prinsip tersebut sebagai
kaidah normative yang harus secara sadar dan tanpa pamrih mampu melaksanakannya.
Secara tidak langsung prinsip-prinsip pemberdayaan dan peningkatan kapasitas
tersebut termasuk prinsip-prinsip “good governance” yang juga menjadi pedoman
kerja dalam upaya pemberdayaan dan peningkatan kapasitas di sector pendidikan
khususnya manajemen otonomi pendidikan. Secara wajar hal-hal tersebut juga
dengan sendirinya berlaku bagi seluruh aparatur pendidikan (kepala sekolah,
wali kelas, guru, guru pembimbing, dan penyuluh pendidikan, penilik dan
pengawas pendidikan, dinas pendidikan) yang melaksanakan manajemen otonomi pendidikan
di semua wilayah dan dimanapun lembaga itu berada.
Dalam Kompas.com (12/10/2012), diberitakan
bahwa pengamat pendidikan dari Universitas
Negeri Jakarta (UNJ), Lody Paat, menilai pemerintah harus memberikan wewenang
lebih kepada sekolah dalam menyusun kurikulum pendidikan. Menurutnya,
kewenangan itu penting karena kurikulum pendidikan nasional hanya mengatur
pendidikan secara umum dan tidak detail untuk penerapan di sekolah. Aktivis Koalisi
Pendidikan ini membenarkan, kurikulum pendidikan nasional dibutuhkan sebagai
acuan umum pendidikan nasional. Oleh karena itu, pemerintah harus memperhatikan
tujuan dari pendidikan yang harus disesuaikan dengan karakteristik
masing-masing sekolah dalam penyusunannya.
Kesimpulan:
Otonomi
daerah, otonomi pendidikan dan otonomi kurikulum saling berkaitan antara satu
dengan yang lainnnya. Dengan adanya otonomi daerah pemerintah memberikan kepada
pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam segala aspek termasuk di dalamnya adalah otonomi
pendidikan. Jika kita menerapkan otonomi pendidikan maka tidak bisa terlepas
dari otonomi kurikulum. Baik buruknya otonomi kurikulum, mencerminkan baik
buruknya otonomi pendidikan dan otonomi daerah. Dengan kata lain, otonomi
daerah dapat dikatakan berlangsung baik, jika otonomi pendidikan dan otonomi
kurikulumnya berlangsung baik.
No comments:
Post a Comment