Oleh: Henderikus Dasrimin
A. Pengertian Supervisi Pembelajaran
Secara etimologi supervisi berasal
dari kata bahasa Inggris Supervision yang
terdiri dari kata super dan vision yang masing-masing kata itu
berarti atas dan penglihatan. Jadi secara etimologis, supervisi adalah
penglihatan dari atas. Pengertian itu merupakan arti kiasan yang menggambarkan
suatu posisi dimana yang melihat berkedudukan lebih tinggi dari pada yang dilihat.
Hal ini dapat diartikan bahwa kegiatan supervisi dilakukan oleh atasan kepada
bawahan. Alfonso mendefiniskan supervisi
pembelajaran sebagai berikut: “Instruction
supervision is here in defined as: behavior officially designed by organization
that directly affect teacher behavior in such a way as to facilitate pupil
learning and achieve the goals organization” (Alfonso,
Firth & Naville, 1981;43).
Supervisi
pengajaran di sini didefinisikan sebagai perilaku resmi yang dirancang oleh
organisasi yang secara langsung dalam mempengaruhi perilaku guru sedemikian
rupa untuk memfasilitasi pembelajaran murid dan mencapai tujuan organisasi.
Dapat diartikan juga bahwa supervisi pengajaran merupakan upaya yang dilakukan
oleh organisasi sekolah dalam hal ini kepala sekolah atau pengawas sekolah
sebagai supervisor untuk membina, membimbing, dan mengarahkan guru-guru sebagai
fasilitator dalam pembelajaran di kelas agar lebih baik (Aan Ansori, Ali Imron, Maisyaroh:2016).
Mukhtar
dan Iskandar (2009:51) mengemukakan, supervisi pembelajaran adalah serangkaian
kegiatan guna membantu guru dalam mengembangkan kemampuan mengelola proses
pembelajaran demi pencapaian tujuan pembelajaran. Menurut Sagala (2010:282),
supervisi pembelajaran adalah pemberian dan layanan yang diberikan pada guru
agar mau terus belajar, meningkatkan kualitas pembelajaran, menumbuhkan
kreativitas guru memperbaiki bersama-sama
dengan cara melakukan seleksi dan revisi tujuan-tujuan pendidikan, bahan
pengajaran, model dan metode pengajaran, dan evaluasi pengajaran untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran, pendidikan dan kurikulum dalam perkembangan
dari belajar mengajar dengan baik agar memperoleh hasil yang lebih baik (Aan Ansori, Ali Imron, Maisyaroh:2016).
Menurut
Imron, A, (2011:8) supervisi pembelajara secara terminoligi sering diartikan
sebagai serangkaian usaha bantuan kepada guru. Terutama layanan professional
yang dilakukan oleh kepala sekolah, pengawas, dan supervisor lainnya untuk
meningkatkan kualitas sekolah. Tujuan layanan professional tersebut adalah agar
dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar sehingga tujuan pendidikan
yang direncanakan dapat dicapai.
B. Jenis-Jenis Supervisi
Pembelajaran
Perlu diketahui sebelumnya, menurut Burhanuddin dkk
(2006), ada tiga
pendekatan dalam supervisi pengajaran, yaitu:
1. Pendekatan
Scientific (Ilmiah). Pendekatan ini
merupakan warisan era kejayaan gerakan manajemen ilmiah.
2. Pendekatan Artistic
(Artistik). Pendekatan ini merupakan wujud jawaban atas ketidakpuasan terhadap
pendekatan ilmiah.
3. Pendekatan
Clinis (Klinis). Pendekatan ini
diangkat dari model hubungan dokter pasien, sehingga didalamnya terdapat konsep
diagnosis-terapi dalam melaksanakan supervisi pengajaran.
C. Pengertian
Pendekatan Scientific
Pendekatan
Scientific (ilmiah) dalam supervisi
pengajaran berhubungan erat dengan pengupayaan efektifitas pengajaran. Dalam
pendekatan ilmiah, pengajaran dipandang sebagai ilmu atau science. Oleh karena itu maka perbaikan pengajaran dapat dilakukan
dengan menggunakan metode-metode ilmiah.
Supervisi
pengajaran dengan pendekatan ilmiah, indikator keberhasilan mengajar dilihat
dari komponen-komponen pembelajaran, variabel-variabel proses belajar-mengajar.
Sehingga pusat perhatian pendekatan ilmiah lebih ditekankan pada pengembangan
komponen pembelajaran secara keseluruhan. Pendekatan ilmiah supervisi
pengajaran dipengaruhi oleh aliran scientific
management, yang menekankan organisasi memiliki satu struktur hierarki dan
bekerja dengan cara-cara yang logis, sistematis, dan rasional.
Supervisi ilmiah terkait erat dengan
pembinaan guru dengan peningkatan efektifitas pengajaran. Efektivitas
pembelajaran seringkali diukur dengan tercapainya tujuan, atau dapat pula
diartikan sebagai ketepatan dalam mengelola suatu situasi, atau “doing the
right things”. Pengertian ini mengandung ciri: bersistem (sistematik),
yaitu dilakukan secara teratur atau berurutan melalui tahap perencanaan,
pelaksanaan, penilaian, dan penyempurnaan, sensitif terhadap kebutuhan,
kejelasan akan tujuan dan karena itu dapat dihimpun usaha untuk mencapainya,
bertolak dari kemampuan atau kekuatan mereka yang bersangkutan (peserta didik, pendidik, masyarakat dan
pemerintah). Indikator keberhasilan mengajar model ini ilihat dari komponen
pembelajaran, variabel-variabel proses belajar mengajar. Sehingga pusat
perhatian pendekatan ilmiah lebih ditekankan pada pengembangan komponen
pembelajaran secara keseluruhan.
Tujuan
supervisi ilmiah adalah sebagai upaya untuk membantu perkembangan murid melalui
pengembangan guru. Karena supervisi berkaitan dengan seluruh anak (dan seluruh
guru) atasan (kepala sekolah) harus mengenali dan memberikan tempat yang benar
untuk kreativitas, kerja sama, dan demokratis. Tidak ada pertentangan antara
konsep pengawasan kreatif, kooperatif, demokratis, dan ilmiah.
Ada
dua aspek yang perlu diperhatikan untuk pengembangan supervisi dengan
pendekatan ilmiah, yakni: 1)pengembangan teknik diagnostik; dan 2) pertumbuhan
guru melalui pemikiran ilmiah informal. Pertama-tama yang harus dilakukan
adalah dengan melengkapi sarana untuk menjaga pengajaran guru dan murid yang
dekat dengan kebutuhan masing-masing guru, murid di kelas, dan menekankan
teknik kelompok seperti rapat guru, demonstrasi kelompok, dan buletin. Yang
kedua adalah dengan melengkapi suplemen berharga dengan konsep sains sebagai
badan pengetahuan terverifikasi dengan mengenalkan konsep bahwa pengawasan yang
baik adalah pemikiran yang baik (V. A. C. Henmon. 1934.
The Journal of Educational Research, Vol. 27, No. 7. 529-552).
D. Ciri-ciri dan Karakteristik Supervisi dengan Pendekatan Ilmiah
Ciri
utama dari supervisi dengan pendekatan
ilmian (science) adalah rasional dan
empirik. Menurut
Sahertian (2000:36) supervisi pengajaran yang bersifat ilmiah bercirikan
hal-hal: (1) dilaksanakan secara berencana dan berkesinambungan; (2) sistematis
serta menggunakan prosedur dan teknik tertentu; (3) menggunakan instrumen
pengumpulan data; dan (4) ada data objektif yang diperoleh dari keadaan yang
riil. Sedangkan menurut Sagala (2010:96-97), supervisi pembelajaran dengan pendekatan ilmiah memiliki
unsur-unsur; (1) sistematis, berarti dilaksanakan
secara teratur, berencana kontinyu; (2) obyektif, artinya data yang didapat
berdasarkan pada observasi nyata, bukan tafsiran pribadi; (3) menggunakan alat
(instrumen) yang dapat memberikan informasi sebagai umpan balik untuk
mengadakan penilaian terhadap proses belajar mengajar.
Karakteristik supervisi
ilmiah adalah:
1. Supervisi bersifat
kelompok, yaitu sekelompok guru disupervisi oleh satu atau beberapa supervisor.
2. Tempat supervisi bisa di
sekolah, tetapi kebanyakan di luar sekolah sebab pada umunya pesertanya banyak.
3.Waktu mengadakansupervisi sudah
ditentukan sebelumnya.
4. Peserta pada umumnya dari
beberapa sekolah.
5. Sering memakai supervisor
ekspert dari luar dunia pendidikan kalau membahas keragaman daerah dengan
segala aspeknya. Tetapi kalau hanya membahas informasi atau masalah-masalah
pendidikan maka yang mensupervisi adalah supervisor pendidikan.
6. Wujud supervisi
didominasi oleh ceramah, yang dilengkapi dengan diskusi atau Tanya jawab.
7. Pada umunya tidak ada
pertemuan tindak lanjut, tetapi pertemuan seperti itu biasanya ditindaklanjuti
di sekolah asal guru masing-masing, yaitu berupa penularan pengetahuan kepada
guru-guru lain yang tidak diutus mengikuti supervisi tadi.
E. Posisi
Supervisi Pengajaran dengan Pendekatan Scientific
a.
Sebagai
Bagian dari Manajemen Ilmiah
Supervisi ilmiah dipandang sebagai kegiatan supervisi yang dipengaruhi oleh
berkembangnya manajemen ilmiah dalam dunia industri.
Menurut pandangan ini, kekurang berhasilan guru dalam mengajar, harus dilihat dari segi kejelasan pengaturan serta
pedoman-pedoman kerja yang disusun untuk guru. Oleh karena itu, melalui
pendekatan ini, kegiatan mengajar harus dilandasi oleh penelitian, agar dapat
dilakukan perbaikan secara tepat.
Sebagai
bagian dari manajemen ilmiah, supervisi pengajaran yang menggunakan pendekatan
ilmiah ini dipandang dapat memberikan responsi atas kekurangan dalam menilai efektifitas
pengajaran, seperti:
·
Kurang tegasnya dan
kurang jelasnya standar yang dipergunakan untuk menilai efektivitas pengajaran
·
Sulitnya menentukan
metode-metode yang paling baik
·
Sulitnya menentukan
guru mana yang mengajar dan melaksanakan tugas paling baik
Tugas utama
supervisi pengajaran dengan pendekatan ilmiah adalah membantu guru dalam
menyeleksi metode-metode mengajar dan memperbaharui kemampuan guru dalam
mengimplementasikannya. Dalam
membantu guru dalam hal menyeleksi metode pengajar, supervisor terlebih dahulu
harus dapat menemukan prosedur dan penampilan mengajar yang paling baik.
Setelah menemukan hal-hal tersebut, supervisor dapat membantu guru
mengaplikasikan metode yang dapat menjamin keberhasilan siswa secara maksimal.
Dalam
memperbaharui guru, supervisor terlebih dahulu mengidentifikasi
kekurangan-kekurangan guru dalam mengajar melalui pengukuran pengetahuan guru
tentang materi pelajaran, pengetahuan guru tentang metode pengajaran,
pengetahuan guru tentang proses pengajaran, kemampuan guru dalam memandang
pengajaran dari perspektif akademis dan sosial, serta pengukuran terhadap
kesabaran dan energi yang dimiliki guru.
b.
Sebagai
Gambaran Hasil Penelitian dan Aplikasi Metode Pemecahan Masalah
Supervisi ilmiah dipandang sebagai penerapan penelitian ilmiah dan metode
pemecahan masalah secara ilmiah bagi penyelesaian permasalahan yang dihadapi
guru di dalam mengajar. Supervisor dan guru bersama-sama mengadopsi kebiasaan
eksperimen dan mencoba berbagai prosedur baru serta mengamati hasilnya dalam
pembelajaran.
Hal-hal yang harus dilakukan oleh
supervisor dalam supervisi pengajaran yakni:
·
Memanfaatkan
hasil-hasil penelitian
·
Menggunakan prosedur
pendekatan ilmiah
John Dewey mengemukakan
bahwa tujuan supervisi pengajaran dengan menggunakan pendekatan ilmiah adalah
sebagai berikut:
·
Membantu mengembangkan
kemampuan guru untuk memecahkan problema kelas secara ilmiah
·
Membantu mengembangkan
kemampuan guru untuk memecahkan problema kelas secara ilmiah, yang tidak
dipengaruhi oleh faktor tradisidan menggunakan semangat inquiri.
Adapun
kegiatan yang dilakukan oleh supervisor bersama-sama dengan guru adalah:
1) Melaksanakan
eksperimen mengenai metode dan prosedur dalam mengajar
2) Melihat
pengaruh dari implementasi metode dan prosedur tersebut terhadap efektifitas
pengajaran.
Kegiatan
demikian dilakukan, karena pendekatan ilmiah dalam supervisi pengajaran
dilandasi oleh suatu asumsi, bahwa satu pengajaran akan meningkat efisiensinya
apabila:
1) Supervisor
mau membimbing guru menerjemahkan tujuan sekolah dengan rumusan yang dapat
dipahami oleh guru
2) Supervisor
mau membantu guru menyesuaikan kurikulum dengan siswa dan masyarakat
3) Supervisor
mau membantu guru menganalisis pengajaran
4) Supervisor
mau menilai kualitas pengajaran guru
5) Supervisor
mau mengukur efisiensi pengajaran yang
dilakukan oleh guru.
c.
Sebagai
Bagian dari Ideologi Demokrasi
Supervisi ilmiah dipandang sebagai democratic
ideology, maksudnya bahwa setiap penilaian atau judgment terhadap baik
buruknya seorang guru dalam mengajar, harus didasarkan pada penelitian dan
analisis statistik yang ditemukan dalam action research terhadap problem
pembelajaran yang dihadapi oleh guru. Intinya supervisor dan guru harus mengumpulkan data
yang cukup dan menarik kesimpulan mengenai problem pengajaran
yang dihadapi guru atas dasar data yang
dikumpulkan. Hal ini sebagai perwujudan terhadap ideologi demokrasi, di
mana seorang guru sangat dihargai keberadaannya, serta supervisor menilai tidak
atas dasar opini semata.
Sekitar tahun 1940, pada awal kejayaan
supervisi pengajaran dengan pendekatan ilmiah, supervisi lebih banyak mengarah
dan dinafasi oleh politik. Suasana politik pada waktu itu menjunjung
prinsip-prinsip yang mengarah pada demokrasi, partisipasi dan sosial. Oleh
karena itu, bantuan supervisor terhadap guru dalam mengaplikasikan metode dan
sikap ilmiah, senantiasa ditempatkan dalam kerangka prinsip-prinsip dan
nilai-nilai yang dikembangkan. Ideologi demokrasi yang berkembang pada saat itu dijadikan
payung bagi kegiatan-kegiatan ilmiah. Hipotesis yang diformulasikan dan diuji,
action resaerch yang diimplementasikan, desaign
penelitian yang dibuat, semuanya dimaksudkan untuk memberi bukti atas kebenaran
ideologi demokrasi, yang berwujud diperlukannya partisipasi guru. Riset-riset yang ada pada waktu itu
menyimpulkan bahwa gaya kepemimpinan demokratis di dalam kelas, terbukti
lebih unggul dari pada gaya kepemimpinan yang otoriter.
F. Langkah-langkah
Pelaksanaan Supervisi Ilmiah
Langkah-langkah proses teknik supervisi
pertemuan ilmiah adalah:
1. Mula-mula ada gagasan untuk
mengadakan supervisi pertemuan ilmiah. Gagasan itu biasanya muncul dari
supervisor.
2. Rancangan supervisi
dibuat lengkap dengan materi yang akan dibahas, para guru yang akan diundang,
dan supervisor-supervisor yang akan dilibatkan.
3. Ada persiapan
pertemuan, bila perlu ada panitia penyelenggara.
4. Tempat pertemuan dan waktu
serta jadwal pertemuan ditentukan.
5. Surat undangan lengkap
dengan tujuan, tempat, dan waktu dikirim kepada guru-guru dan para supervisor.
6. Proses supervisi dimulai
dengan ceramah-ceramah oleh ahli atau supervisor tetntang sesuatu yang baru
atau cara-cara pemecahan suatu masalah. Ceramah diikuti oleh Tanya jawab. Bila
perlu dibentuk seksi-seksi yang membahas dan mendiskusikan bagian-bagian dari
apa yang diceramahkan. Proses supervisi berakhir dengan simpulan yang dibuat
bersama.
Guru-guru yang
diutus mengikuti supervisi di atas, setelah kembali ke tempatnya masing-masing
pada umunya diminta untuk menyampaikan hal-hal yang didapat dalam supervisi di
atas kepada teman-teman guru yang lain.
G. Contoh Proses Pelaksanaan Supervisi Pengajaran dengan
Pendekatan Ilmiah
Berikut ini adalah salah satu contoh penelitian dilakukan oleh Rosmawati N, tentang upaya meningkatkan kemampuan mengajar guru kimia melalui supervisi akademik model ilmiah di SMA
Negeri Kota Takengon. Dari penelitian ini dapat
dilihat contoh proses pelaksanaan supervisi dengan pendekatan ilmiah.
Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
a. Tahap Perencanaan (planning)
Berdasarkan
data pra siklus diperoleh kesulitan yang dihadapi oleh guru kimia dilapangan.
Oleh karena itu dianggap perlu Peneliti menyusun perencanaan yang matang untuk
memastikan setiap proses yang akan dilaksanakan dapat mengatasi permasalahan
tersebut meliputi: (1) Peneliti dan guru menyusun program dan mengembangkan
skenario pembinaan melalui Supervisi Akademik Model Ilmiah; (2) Peneliti dan
guru menyepakati tingkat keberhasilan tindakan; (3) menyiapkan keperluan berupa
alat, sumber dan bahan yang diperlukan Supervisi Akademik; (4) Peneliti
mengembangkan alat pencatat data kemampuan mengajar guru yaitu lembar observasi
RPP, lembar observasi pelaksanaan pembelajaran dan lembar observasi evaluasi
hasil belajar; dan (5) menyiapkan lembar observasi kepala sekolah terhadap
pelaksanaan supervisi akademik model ilmiah.
b. Tahap Pelaksanaan (acting)
Pada
siklus ini guru menerapkan supervisi akademik model ilmiah dengan pendekatan
kolaboratif dengan teknik observasi kelas secara bersistim (sistematik), yaitu
dilakukan secara teratur atau berurutan melalui tahap perencanaan, pelaksanaan,
penilaian, dan penyempurnaan, sensitif terhadap kebutuhan, kejelasan akan
tujuan dan karena itu dapat dihimpun usaha untuk mencapainya melalui kegiatan
sebagai berikut: Percakapan awal (pre-conference), kesepakatan melakukan
perbaikan kualitas pembelajarandan pengupayaan efektifitas pengajaran
berpedoman kedata pra siklus yang dianggap sebagai permasalahan guru yang perlu
dicari solusinya. Dari percakapan ini guru masih perlu diberi penjelasan dan
bantuan dalam pembuatan RPP yang standar. Peneliti memberikan tindakan : (a)
menyajikan modul penyusunan RPP sebagai standar kriteria; (b) menjelaskan
komponenkomponen yang bersifat mutlak maupun relatif; (c) mendengarkan kendala
yang dihadapi guru dalam penyusunan RPP; (d) memberikan solusi terhadap guru
tersebut, dan (e) adanya negosiasi untuk merevisi terhadap RPP yang ada
sebelumnya dalam rangka meluruskan hal-hal yang dianggap belum sesuai kriteria.
Dalam hal ini Peneliti menerapkan prinsip demokratis, tidak mengekang, tidak
menghalang-halangi guru berinovasi baik dalam hal memilih metode maupun media
pembelajaran. Observasi dilakukan terhadap Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) yang disudah di revisi guru sesuai modul sebagai standar kriteria.
Kemudian dilakukan analisis /interpretasi, Peneliti melakukan analisis terhadap
data yang diperoleh dari hasil observasi terhadap RPP yang sudah direvisi. Data
objektif sebagai acuan permasalahan yang nyata dihadapi guru yang perlu diberi
solusinya dengan memperhatikan prioritas.
c. Tahap Pengamatan (observing)
Pengamatan
dilakukan bukan hanya pada produk akhir hasil RPP tetapi keseluruhan mulai dari
penyusunan RPP sampai praktik melaksanakan RPP yang dilakukan guru dikelas.
Tahapan observasi dilakukan diruang kelas pada saat guru melaksanakan proses
belajar mengajar:
1 Membawa alat pencatat data berupa
lembar observasi menuju kelas dan duduk dibangku
paling belakang.
2 Peneliti melihat dan memperhatikan
secara langsung terhadap proses pembelajaran.
3 Berpedoman lembar observasi supervisor
mengisi daftar cek list dan memberikan catatan
singkat bila diperlukan.
Mengahiri supervisi cukup diperlukan
keluar bersama-sama guru sampai proses pembelajaran
selesai.Observasi perlu dilakukan untuk
memantau kemajuan kemampuan guru dalam mengajar sehinggamemiliki kualitas yang
baik.
d. Tahap Refleksi (reflexing)
Pada
tahap ini Peneliti melakukan pertemuan balikan dengan guru, membahas bersama
hal yang sudah baik dan memberitahukan yang masih perlu diperbaiki, dalam hal
ini sangat diperlukan kemampuan supervisor untuk memahami, menghayati pribadi,
watak dan bakat guru bersangkutan sehingga di bebas dan berkesempatan
mengemukan pendapatnya bagian-bagian pembelajaran yang ia lakukan dengan baik
dan yang belum baik. Dalam percakapan akhir (post conference), Peneliti
membahas bersama guru yang perlu diperbaiki antara lain: Kesesuaian media
dengan tujuan pembelajaran, kesesuaian dengan materi pembelajaran serta
kesesuaian media dengan kondisi kelas, keadaan dan lingkungan siswa. Bagian
evaluasi dalam rencana tidak mencantumkan prosedur penilaian, pedoman penskoran
dan tidak mencantumkan alat tes beserta jawaban. Memberikan masukan di
pengorganisasikan materi ajar, mulai fakta, data, konsep, prinsip dan
prosedural. Penggunaan metode yang sesuai dengan tujuan dan materi ajar, media
pendukung penguasaan materi. Pada evaluasi harus dicantumkan dengan jelas
prosedur evaluasi, jenis dan bentuk evaluasi serta alat evaluasi dan kunci
jawaban. Disini juga perlu diperperjelas hal yang perlu dipertahankan. Hasil
Analisis akhir (post critique), dari percakapan ahir diperoleh fakta
bahwa guru bermasalah pemahamannya dalam permasalahan diatas. tersebut,
sehingga perlu program pembinaan melalui diskusi dan menentukan jadwal
pelaksanaanya. Hasil ini menunjukkan bahwa pelaksanaan supervisi akademik model
ilmiah pada siklus I belum mencapai skor standar keberhasilan yang telah
ditentukan. Jika dibandingkan dengan data awal penelitian (sebelum pra siklus),
walaupun memperlihatkan adanya peningkatan kemampuan pada guru masih dibawah
indicator keberhasilan penelitian sehingga perlu di lanjutkan ke siklus II. Secara singkat, proses pelaksanaanya dapat digambarkan sebagai berikut:
H. Kelebihan dan
Kekurangan Supervisi Pembelajaran dengan Pendekatan Ilmiah
1. Kelebihan
Dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang demikian pesat, supervisi
pengajaran dengan menggunakan pendekatan ilmiah juga diestimasi mempunyai masa
depan yang dioptimistik. Dalam kerangka pendekatan demikian, manusia sebab
mengadakan penelitian dan bebas mengkaji secara kritis terhadap lingkungannya.
Atas kajian kritisnya terhadap lingkungan, manusia akan dapat memecahkan
masalah mereka sendiri. Di dunia pendidikan dengan menggunakan pendekatan
ilmiah demikian, akan mudah ditentukan mana guru yang mengajarnya efektif dan
manan yang tidak. Atas dasar itu, supervisor guru dapat mengambil
langkah-langkah supervise dengan meningkatkan keefektifan pengajaran yang
dilakukan oleh guru. Dengan kata lain,
kelebihan dari supervisi pengajaran dengan menggunakan pendekatan ilmiah
adalah pembinaan guru didasarkan pada aspek-aspek yang mudah digali, mudah
dianalisis, dan disimpulkan.
Supervisi
akademik model ilmiah dianggap tepat untuk meningkatkan kemampuan guru
dibandingkan pola lama (inspeksi) yang cendrung melahirkan rasa takut, tidak
bebas sehingga dianggap tidak memberikan ruang gerak dan kemajuan kepada guru.
Supervisi akademik model ilmiah sebagai wujud layanan profesional dilaksanakan
secara demokratis, sistematis, objektif dan menggunakan instrumen.
Sistematis
adalah berurut dan runtut dari masalah yang satu ke masalah yang lainnya.
Demokratis adalah adanya hubungan didasarkan kesepakatan, kerjasama,
kesejawatan, hubungan yang dibangun secara akrab dan hangat atas dasar
kemanusiaan dengan menjunjung tinggi harga diri dan martabat guru. Objektif
berarti apa adanya tidak berdasarkan opini supervisor sehingga pembinaan sesuai
kebutuhan guru dan tuntutan perubahan berupa inovasi/ menemukan hal-hal yang
baru. Menggunakan alat pencatat data yaitu menggunakan alat observasi yang
dijadikan panduan dan sumber acuan dapat memberikan informasi untuk mengadakan
perbaikan terhadap proses pembelajaran selanjutnya.
Agar suatu perbaikan belajar dan mengajar dapat terukur dengan
jelas maka antara guru dan pengawas harus berkerjasama untuk menentukan standar
sesuai kriteria tertentu. Supervisi terhadap guru dilakukan dengan cara
meluruskan tindakan-tindakan guru yang masih menyimpang dan memantau guru agar
tidak sampai jauh berbuat salah, mencari sebab setiap kesalahan untuk
diperbaiki.
2. Kekurangan
Sungguhpun memiliki kelebihan,
pendekatan ilmiah memiliki beberapa
kelemahan,antara lain:
1. Sering
terjadi kesalahan kesimpulan. Kejadian-kejadian tertentu disimpulkan sebagai
kesuksesan pengajaran. Pembinaan terhadap guru lebih diarahkan pada perilaku
guru yang secara umum dapat meningkatkan mutu pengajaran, misalnya memberi
penguatan terhadap siswa dan memberi contoh yang konkret.
2. Kesalahan
komposisi. Kualitas pengajaran lebih dilihat dari penjumlahan skor
variabel-variabel, indikator-indikator yang ada, dicari rata-rata hitungnya.
Kalau beberapa skor indikator sangat tinggi, sementara skor indikator yang lain
sangat rendah, dihitung rata-rata hitungnya maka hasilnya bias.
3. Kesalahan
pengkonkretan. Pendekatan ilmiah mengacu pada tampilan-tampilan yang tampak.
Supervisor membantu guru didasarkan pada perilaku yang tampak pada diri guru.
Padahal sistem pengajaran merupakan perpaduan komponen fisik dan psikis.
4. Kesalahan
urus. Seringkali urusan pengajaran hanya dibatasi pada peristiwa yang ada di
dalam kelas, sedangkan peristiwa di luar kelas tidak mendapat perhatian.
Selain
itu ada ditemukan bahwa ada beberapa keterbatasan yang dimiliki oleh
pendekatan ilmiah dan riset ilmiah dalam memberikan kontribusi terhadap
pengembangan pengajaran, yakni:
a. Jumlah
proposisi yang dihasilkan oleh pendekatan ilmiah masih relative kecil
dibandingkan dengan kebutuhan actual pengajaran.
b. Peneliti
pengajaran umumnya lebih banyak menyaring dan mengkonfirmasikan pengetahuan
yang telah mapan dibandingkan dengan menemukan dan mengusahakan munculnya
pengetahuan yang baru.
c. Dalam
melaksanakan penelitian, para peneliti umumnya menyaring pengetahuan yang mapan
dengan seleksi yang ketat. Oleh karena kekuatan demikian, bisa menjadikan
penyebab terbatasnya atau sedikitnya proposisi dari pengetahuan yang mapan yang
diterlibatkan, maka verifikasinya menjadi kecil.
d. Peneliti
umumnya tidak menemukan problema kelas secara menyeluruh, sehingga yang
didapatkan hanyalah parsial saja. Sementara itu, supervisor guru, dalam
mengambil langkah-langkah supervise, haruslah mendasarkan pada temuan yang
didapatkan oleh para peneliti. Ini menjadikan penyebab terbatasnya wewenang
supervisor dalam menggunakan kewenangannya untuk mensupervisi guru.
e. Banyak
temuan ilmiah yang mengemukakan konsep pengajaran yang efektif dengan ukuran
yang berbeda-beda. Hal demikian menjadikan penyebab berkurangnya kepercayaan
guru dan supervisor terhadap salah satu dari temuan-temuan tersebut.
3. Rekomendasi untuk Mengatasi Kelemahan atau
Keterbatasan
Berdasarkan
keterbatasan-keterbatasan pendekatan ilmiah demikian, maka jika pendekatan
ilmiah ini tetap dilakukan, dikemukakan rekomendasi-rekomendasiberikut:
a. Peneliti
hendaknya meninggalkan atau sekurang-kurangnya mengurangi penelitian pemecahan
masalah praktis, dan lebih banyak mengarahkan penelitiannya ke hal-hal yang
lebih fundamental dalam pengajaran sebagaimana pemikiran Dewey, Piaget, Chomsky
dan Freud.
b. Peneliti
kembali ke praktek semula dengan penelitian terapannya, membatasi keketatan
seleksi dan mencoba mempertanyakan kemanfaatan hal-hal yang dilakukan bagi mas
masyarakatnya.
c. Peneliti
melaksanakan penelitian yang benar-benar ideal bagi siswa.
d.
Peneliti memperbaiki
pengajaran melalui penemuan fakta dan menambah pengetahuan yang berkaitan
dengan masalah pengajaran.
Sumber?
ReplyDeleteNice post. I was checking constantly this blog and I’m impressed! Extremely useful info specially the last part I care for such information a lot. I was seeking this certain info for a long time. Thank you and good luck. coroane funerare cluj
ReplyDelete