KEBIJAKAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN DI INDONESIA - Dasriminocarm

Dasriminocarm

BLOG INI BERISI TULISAN YANG BERKAITAN DENGAN TEMA PENDIDIKAN. TULISAN DISAJIKAN DALAM BENTUK ARTIKEL, MAKALAH, REVIEW, RESUME DAN SEJENISNYA

Breaking

SELAMAT DATANG DI DASRIMINOCARM CHANEL

Selamat Datang Di Dasriminocarm Chanel

5 Postingan Paling Populer Dibaca

Ketik kata kunci di sini

Monday, May 21, 2018

KEBIJAKAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN DI INDONESIA


Oleh: Henderikus Dasrimin
 
Dalam lingkungan sistem pendidikan, khususnya persekolahan, tuntutan akan penjaminan mutu merupakan gejala yang wajar, karena penyelenggaraan pendidikan yang bermutu merupakan akuntabilitas publik. Setiap komponen pemangku kepentingan pendidikan yakni orang tua, masyarakat, dunia kerja dan pemerintah dalam peranan dan kepentingannya masing-masing memiliki kepentingan terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Penanganan mutu secara menyeluruh dilakukan dengan melibatkan semua pihak yang terkait, mencakup semua proses yang dilakukan yakni sesuai standar mutu (quality control), penjaminan mutu (quality assurance), dan ke arah  peningkatan mutu berkelanjutan (continuous quality improvement).
Penjaminan dan peningkatan mutu  pendidikan dasar dan menengah merupakan serangkaian proses dan sistem yang terkait untuk mengumpulkan, menganalisa dan  melaporkan data mengenai kinerja dan mutu tenaga pendidik dan kependidikan, program dan lembaga. Penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan untuk pendidikan dasar dan menengah di Indonesia terkait dengan: 1). Pengkajian mutu pendidikan 2). Analisis dan pelaporan mutu pendidikan 3). Peningkatan mutu pendidikan dan 4). Penumbuhan budaya peningkatan mutu berkelanjutan.
Para guru dan sekolah adalah pihak-pihak yang memberikan kontribusi terbesar terhadap hasil mutu pendidikan peserta didik. Oleh karena itu, cakupan Sistem Penjaminan dan Peningkatan Mutu Pendidikan perlu diarahkan pada penjaminan dan meningkatkan mutu untuk guru, kepala sekolah, sekolah, dan tenaga inti lainnya di sekolah serta sistem yang mendukung pekerjaan mereka.


Sistem Penjaminan Mutu
Pelaksanaan sistem penjaminan mutu pendidikan dasar dan menengah mengacu pada standar sesuai peraturan yang berlaku. Acuan utama sistem penjaminan mutu pendidikan dasar dan menengah adalah Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang ditetapkan oleh pemerintah pusat melalui Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). SNP adalah standar minimal yang ditetapkan pemerintah dalam bidang pendidikan yang harus dipenuhi oleh satuan pendidikan dan semua pemangku kepentingan dalam mengelola dan menyelenggarakan pendidikan, yang terdiri atas standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar penilaian, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar pengelolaan, standar sarana dan prasarana dan standar pembiayaan.
Sistem penjaminan mutu pendidikan dasar dan menengah terdiri atas dua komponen besar yaitu Sistem Penjaminan Mutu Internal dan Sistem Penjaminan Mutu Eksternal. Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) adalah sistem penjaminan mutu yang berjalan di dalam satuan pendidikan dan dijalankan oleh seluruh komponen satuan pendidikan. Sedangkan Sistem Penjaminan Mutu Eksternal (SPME) adalah sistem penjaminan mutu yang dijalankan oleh pemerintah, pemerintah daerah, badan akreditasi dan badan standar. Sistem ini diatur dalam peraturan menterti pendidikan dan kebudayaan No 28 tahun 2016 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah dan dijelaskan pada Pedoman Umum Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah.
Satuan pendidikan berperan dalam melaksanakan sistem yang terdiri atas organisasi, kebijakan, dan proses yang terkait dalam melaksanakan penjaminan mutu pendidikan untuk menjamin terwujudnya pendidikan yang bermutu dalam rangka memenuhi atau melampaui SNP. Sistem tersebut memiliki beberapa prinsip yakni, mandiri dan partisipatif, terstandar, integritas, sistematis dan berkelanjutan, holistik, transparan dan akuntabel. Seluruh langkah dalam siklus penjaminan mutu dilaksanakan oleh satuan pendidikan dalam pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan dengan melibatkan pemangku kepentingan. Seluruh langkah penjaminan mutu pada satuan pendidikan yang dilaksanakan dalam satu atau lebih siklus akan menghasilkan rapor hasil implementasi sistem penjaminan mutu.

Kebijakan Penjaminan Mutu Pendidikan
Pendidikan yang bermutu merupakan harapan dan dambaan bagi setiap warga negara. Masyarakat, baik yang terorganisir dalam suatu lembaga pendidikan, maupun orang tua/wali murid, sangat berharap agar murid dan anak-anak mereka mendapatkan pendidikan yang bermutu agar kelak dapat bersaing dalam menjalani kehidupan. Untuk menjawab harapan masyarakat tersebut, Pemerintah Indonesia dan DPR pada tahun 2003 telah melakukan beberapa perubahan dalam sistem pendidikan, melalui penetapan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003. Perubahan mendasar dalam Undang-Undang Sisdiknas yang baru tersebut adalah demokratisasi dan desentralisasi pendidikan, serta pemberian porsi yang cukup besar bagi peran serta masyarakat.
Pemerintahan yang mendelegasikan sebagian besar tanggung jawab implementasinya kepada propinsi, kabupaten dan sekolah. Agar dapat berjalan dengan efektif dalam konteks kebijakan dan manajemen ini, sistem penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan perlu menyediakan fleksibilitas yang memadai yang akan memungkinkan kabupaten dan sekolah untuk mengkaji dan meningkatkan mutu di wilayah prioritas yang mencerminkan faktor kontekstual sesuai dengan daerah masing-masing.
Lebih lanjut, dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, Bab II Pasal 2 ayat (2), ditegaskan bahwa untuk penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan hendaknya dilakukan tiga hal penting, yakni akreditasi, evaluasi hasil belajar dan sertifikasi guru.
Akreditasi; Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan nonformal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan. Karena itu, dalam akreditasi dilakukan penilaian terhadap kinerja dan kelayakan satuan pendidikan. Fokus penilaian dalam akreditasi mengacu pada Standar Nasional Pendidikan (SNP). Dengan demikian, diharapkan setiap sekolah dapat melakukan penjaminan mutu sekolah masing-masing.
Evaluasi Hasi Belajar; Evaluasi pendidikan sebagai bentuk penjaminan mutu meliputi evaluasi kinerja pendidikan, baik yang dilakukan oleh satuan pendidikan sendiri, pemerintah maupun masyarakat. Evaluasi oleh satuan pendidikan dilaksanakan pada setiap akhir semester sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan yang telah dilakukan, dan dilaporkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, baik pemerintah maupun masyarakat. Evaluasi oleh pemerintah merupakan evaluasi yang mencakup tingkat relevansi pendidikan secara umum terhadap visi, misi, tujuan dan paradigma pendidikan nasional, tingkat relevansi satuan pendidikan terhadap kebutuhan masyarakat, tingkat efisiensi dan produktivitasnya, serta tingkat daya saing pada tingkat daerah, nasional, regional dan global. Dan yang paling penting, evaluasi ini juga harus mencakup tingkat pencapaian Standar Nasional Pendidikan yang merupakan jaminan dan pengendali mutu pendidikan nasional.
Sertifikasi Guru; Sertifikasi Guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik bagi guru dalam jabatan melalui pendidikan. Dengan program ini diharapkan para guru dapat meningkatkan kompetensinya dalam melaksanakan tugas dengan baik dan profesional. Kompetensi guru dimaksud adalah kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan professional. Oleh karena itu, dalam sertifikasi guru perlu dilakukan penilaian terhadap unjuk kerjanya sebagai bukti penguasaan seperangkat kompetensi yang dipersyaratkan.

Antara Harapan dan Kenyataan
Tiga pilar kebijakan pemerintah yakni akreditasi, evaluasi belajar siswa dan sertifikasi guru sebagai penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan, pada kenyataannya tentu masih banyak ditemukan praktek-praktek kesenjangan. Misalnya persoalan tentang akreditasi, masih ada sekolah-sekolah yang seharusnya belum mencapai kualifikasi tertentu dalam akreditasi, tetapi dengan berbagai pertimbangan BAN-S/M memberikan nilai yang cukup untuk dikatakan telah memenuhi standar minimal. Dalam hal evaluasi belajar, fenomena terjadi kebocoran soal, pengawas membantu mengerjakan soal atau membiarkan peserta ujian kerjasama, dan masih banyak lagi modus yang digunakan agar peserta ujian dapat lulus, semakin marak terjadi dewasa ini. Masih banyak sekolah yang mempraktekan kecurangan dalam ujian agar siswa mendapat nilai tinggi dalam ujian. Demikian pula dengan masalah sertifikasi guru. Kita dapat menemukan banyak guru lulus sertifikasi, tetapi pada kenyataanya tidak kompeten.
Penjaminan mutu harus dibarengi dengan komitmen dari seluruh unsur yang terlibat dalam menjalankan tugas dan kewajibannya. Baik pemerintah (dari pusat sampai daerah), pengelola tingkat satuan pendidikan (kepala sekolah dan guru) serta masyarakat. Sehingga, lembaga pendidikan benar-benar akan menjalankan fungsinya dengan benar, sebagai tempat memperoleh pengetahuan, mengembangkan keterampilan, dan memperoleh cita-cita yang diinginkan. Tanpa komitmen yang kuat, sebagaimana yang selama ini banyak terjadi, pendidikan di Indonesia tidak akan pernah lebih maju dari sebelumnya, bahkan akan lebih terpuruk lagi.
Secara umum, aturan perundang-undangan tentang pendidikan di Indonesia dan petunjuk pelaksanaannya sudah cukup memadai untuk meningkatkan mutu pendidikan. Hanya saja, pada tataran pelaksanaannya masih banyak dijumpai kendala. Kendala yang paling utama adalah kurangnya komitmen dari para pelaku kebijakan dan pengelola pendidikan. Untuk itu, guna meningkatkan mutu pendidikan, diperlukan para pelaku pendidikan yang menguasai aturan dan dibarengi dengan komitmen yang tinggi untuk meningkatkan mutu pendidikan. 

Saran-Saran Kebijakan 

Saran kebijakan-kebijakan/ program-program untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan pendidikan sekolah melalui pelaksanaan akreditasi sekolah/madrasah, secara optimal:

A. Kemendikbud
Adanya kebijakan-kebijakan yang diputuskan oleh pemerintah untuk lembaga pendidikan baik yang formal maupun non formal masih menyisakan segudang masalah, diantaranya adalah sering terjadinya ketidakakuratan data yang deperolah di lapangan dengan realita pada masing-masing satuan pendidikan. Akuntabilitas lembaga penyelenggara pendidikan dapat diketahui dari peringkat akreditasi yang dimiliki sekolah, hal ini sesuai dengan ayat 2   pasal 60 UU No. 20 tahun 2003 yang menyatakan bahwa akreditasi terhadap  program dan satuan pendidikan dilakukan pemerintah dan/lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik. Peringkat akreditasi tersebut harus benar-benar menggambarkan kualitas sekolah sehingga masyarakat memperoleh gambaran yang jelas tentang kualitas sekolah. Mengingat pentingnya akreditasi baik bagi sekolah maupun masyarakat, perlu dilakukan studi tentang pengembangan model penyelenggaraan akreditasi.
Selain itu, dalam memaksimalkan peran badan akreditasi sekolah/madrasah dalam pelaksanaan Akreditasi, perlu adanya sebuah prosedur yang jelas dengan memperhatikan prinsip-prinsip akreditasi, sehingga kualitas pendidikan khusunya pada lembaga pendidikan maupun sumber daya manusia yang ada di dalamnya betul-betul bisa dipertanggung jawabkan.

B. Dinas Pendidikan Provinsi
Salah satu tugas dari BAP-S/M adalah menyampaikan laporan hasil akreditasi dan rekomendasi tindak lanjut kepada Dinas Pendidikan Provinsi, Kanwil Depag, dan LPMP. Berdasarkan laporan tersebut, dinas pendidikan provinsi bisa mencermati laporan yang ada dan bisa mengambil langkah-langkah yang bijak untuk pengembangan atau peningkatan mutu pendidikan di tingkat provinsi. Apa yang sudah direkomendasikan oleh BAP-S/M terhadap hasil akreditasi menjadi acuan bagi Dinas Pendidikan Provinsi untuk ditindaklanjuti demi kepeningkatan mutu pendidikan di tingkat daerah (provinsi).

C. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota
Banyak lembaga pendidikan yang menyepelekan akreditasi sekolah dan lebih menekankan untuk mendapatkan sertifikat tanpa memperhatikan kualitas selanjutnya. Sering adanya data-data fiktif dalam pengisian instrument akreditasi, data yang digunakan. Kepada seluruh komponen sekolah supaya selalu meningkaatkan kinerja dan memberikan layanan yang terbaik, dengan tidak terpengaruh apakah sekolahnya akan diakreditasi atau tidak. Untuk itu dibutuhkan fungsi kontrol yang baik dari dinas pendidikan kabupaten/kota agar pelaksanaan akreditasi dapat berjalan dengan baik. Dengan adanya hasil akreditasi yang diperoleh, dinas pendidikan kabupaten/kota bekerja sama dengan pihak terkait untuk terus berupaya meningkatkan kualitas pendidikan di daerahnya.

D. Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN-S/M)
Sebagai badan evaluasi mandiri yang berwenang untuk menentukan capaian kualitas sekolah/madrasah, BAN S/M memiliki peran strategis dalam peningkatan mutu pendidikan. Karena hasil evaluasi tersebut akan menjadi tolok ukur mutu pendidikan sekolah/madrasah saat ini sekaligus menjadi dasar kebijakan Pemerindah dalam upaya peningkatan mutu pendidikan selanjutnya.
Akurasi hasil evaluasi sekolah/madrasah akan sangat berkontribusi terhadap akurasi kebijakan Pemerintah dalam upaya peningkatan mutu pendidikan selanjutnya. Artinya  BAN S/M turut memiliki peran yang penting dalam keberhasilan mencetak generasi bangsa yang lebih berkualitas. Karena vitalnya hasil evaluasi pencapaian mutu sekolah/madrasah tersebut, pelaksanaan akreditasi perlu diperbaiki secara berkelanjutan, antara lain: (1) Diperlukan sosialiasai peraturan menteri tentang akreditasi sekolah/madrasah, sehingga sekolah/madrasah siap untuk diakreditasi, (2) Diperlukan asesor yang profesional yang telah dilatih oleh BAN S/M dan tidak berstatus pejabat struktural, (3) Tim asesor ditetapkan melalui proses sertifikasi asesor dengan sistem seleksi yang ketat dan transparan, (4) Perlu ada pembatasan umur minimal dan maksimal, mengingat kerja asesor membutuhkan energi yang cukup besar di lapangan.

E. Badan Akreditasi Provinsi Sekolah/Madrasah (BAP-S/M)
Problematika yang sering terjadi di lapangan adalah pelaksanaan akreditasi yang tidak sesuai deng prinsip akreditasi yang diantaranya obyektif, adil, transparan, dan komprehensif dengan menggunakan instrumen dan kriteria yang mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan. Hal ini dipicu oleh adanya kerjasama dari pihak assessor dengan lembaga pendidikan. Pada pengisian instrument akreditasipun masih banyak data yang tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi di lapangan. Maka sesuai dengan salah satu tugasnya BAP perlu memaksimalkan pelatihan asesor sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan oleh BAN-S/M.
Tugas lain dari BAP-S/M adalah menetapkan hasil akreditasi melalui Rapat Pleno Anggota BAP-S/M, maka perlu diperhatikan bahwa peringkat akreditasi harus benar-benar menggambarkan kualitas sekolah/madrasah, sehingga masyarakat memperoleh gambaran yang jelas tentang kualitas sekolah/madrasah. Pelaksanaan visitasi asesor diharapkan melaksanakan visitasi dengan jalan melakukan klarifikasi, verifikasi, dan validasi data evaluasi diri Sekolah/Madrasah sesuai dengan kondisi yang ada.

F. Unit Pelaksana Akreditasi Sekolah/Madrasah (UPA-S/M)
Penilaian akreditasi belum mampu memotret performa sekolah/madrasah yang stabil (sustained performance). Performa sekolah cenderung sangat baik saat penilaian akreditasi yang dilakukan selama beberapa hari, bahkan hanya 1 hari, dan kembali menurun setelah tim penilai meninggalkan sekolah/madrasah. Untuk memperbaiki kekurangan pelaksanaan akreditasi tersebut, sebagai lembaga yang bertugas untuk mengkoordinasikan jadwal, disarankan untuk mengusulkan perubahan pelaksanaan penilaian akreditasi dari single visit menjadi multy visits. Visitasi dilakukan sebanyak 3-4 kali dalam 1 tahun, baik secara terjadwal maupun tidak terjadwal.  


 

No comments:

Post a Comment