Oleh: Henderikus Dasrimin
Dalam lingkungan sistem pendidikan,
khususnya persekolahan, tuntutan akan penjaminan mutu merupakan gejala yang
wajar, karena penyelenggaraan pendidikan yang bermutu merupakan akuntabilitas
publik. Setiap komponen pemangku kepentingan pendidikan yakni orang tua,
masyarakat, dunia kerja dan pemerintah dalam peranan dan kepentingannya masing-masing memiliki
kepentingan terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Penanganan mutu secara
menyeluruh dilakukan dengan melibatkan semua pihak yang terkait, mencakup semua
proses yang dilakukan yakni sesuai standar mutu (quality control), penjaminan mutu (quality
assurance), dan ke arah peningkatan mutu berkelanjutan (continuous quality
improvement).
Penjaminan
dan peningkatan mutu pendidikan dasar dan menengah merupakan serangkaian
proses dan sistem yang terkait untuk mengumpulkan, menganalisa dan
melaporkan data mengenai kinerja dan mutu tenaga pendidik dan kependidikan,
program dan lembaga. Penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan untuk pendidikan dasar
dan menengah di Indonesia terkait dengan: 1). Pengkajian mutu pendidikan 2). Analisis dan pelaporan mutu pendidikan 3). Peningkatan mutu
pendidikan dan 4). Penumbuhan budaya peningkatan mutu berkelanjutan.
Para guru dan sekolah adalah pihak-pihak yang memberikan
kontribusi terbesar terhadap hasil mutu pendidikan peserta didik. Oleh karena itu, cakupan Sistem Penjaminan dan
Peningkatan Mutu Pendidikan perlu diarahkan pada penjaminan dan meningkatkan
mutu untuk guru, kepala sekolah, sekolah, dan tenaga inti lainnya di sekolah
serta sistem yang mendukung pekerjaan mereka.
Sistem
Penjaminan Mutu
Pelaksanaan
sistem penjaminan mutu pendidikan dasar dan menengah mengacu pada standar
sesuai peraturan yang berlaku. Acuan utama sistem penjaminan mutu pendidikan
dasar dan menengah adalah Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang
ditetapkan oleh pemerintah pusat melalui Badan Standar Nasional Pendidikan
(BSNP). SNP adalah standar minimal yang ditetapkan pemerintah dalam
bidang pendidikan yang harus dipenuhi oleh satuan pendidikan dan
semua pemangku kepentingan dalam mengelola dan menyelenggarakan pendidikan,
yang terdiri atas standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar
penilaian, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar pengelolaan, standar
sarana dan prasarana dan standar pembiayaan.
Sistem
penjaminan mutu pendidikan dasar dan menengah terdiri atas dua komponen besar
yaitu Sistem Penjaminan Mutu Internal dan Sistem Penjaminan Mutu
Eksternal. Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) adalah sistem
penjaminan mutu yang berjalan di dalam satuan pendidikan dan
dijalankan oleh seluruh komponen satuan pendidikan. Sedangkan
Sistem Penjaminan Mutu Eksternal (SPME) adalah sistem penjaminan mutu
yang dijalankan oleh pemerintah, pemerintah daerah, badan akreditasi dan
badan standar. Sistem ini diatur dalam peraturan menterti pendidikan dan
kebudayaan No 28 tahun 2016 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan
Dasar dan Menengah dan dijelaskan pada Pedoman Umum Sistem Penjaminan
Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah.
Satuan
pendidikan berperan dalam melaksanakan sistem yang terdiri atas
organisasi, kebijakan, dan proses yang terkait dalam melaksanakan
penjaminan mutu pendidikan untuk menjamin terwujudnya pendidikan yang
bermutu dalam rangka memenuhi atau melampaui SNP. Sistem
tersebut memiliki beberapa prinsip yakni, mandiri dan partisipatif, terstandar, integritas, sistematis dan berkelanjutan, holistik, transparan
dan akuntabel. Seluruh langkah dalam siklus penjaminan mutu
dilaksanakan oleh satuan pendidikan dalam pengelolaan pendidikan di satuan
pendidikan dengan melibatkan pemangku kepentingan. Seluruh langkah
penjaminan mutu pada satuan pendidikan yang dilaksanakan dalam
satu atau lebih siklus akan menghasilkan rapor hasil implementasi sistem
penjaminan mutu.
Kebijakan Penjaminan Mutu Pendidikan
Pendidikan yang
bermutu merupakan harapan dan dambaan bagi setiap warga negara. Masyarakat,
baik yang terorganisir dalam suatu lembaga pendidikan, maupun orang tua/wali
murid, sangat berharap agar murid dan anak-anak mereka mendapatkan pendidikan
yang bermutu agar kelak dapat bersaing dalam menjalani kehidupan. Untuk
menjawab harapan masyarakat tersebut, Pemerintah Indonesia dan DPR pada tahun
2003 telah melakukan beberapa perubahan dalam sistem pendidikan, melalui
penetapan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003. Perubahan mendasar dalam
Undang-Undang Sisdiknas yang baru tersebut adalah demokratisasi dan
desentralisasi pendidikan, serta pemberian porsi yang cukup besar bagi peran
serta masyarakat.
Pemerintahan yang mendelegasikan sebagian besar tanggung
jawab implementasinya kepada propinsi, kabupaten dan sekolah. Agar dapat
berjalan dengan efektif dalam konteks kebijakan dan manajemen ini, sistem
penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan perlu menyediakan fleksibilitas yang
memadai yang akan memungkinkan kabupaten dan sekolah untuk mengkaji dan
meningkatkan mutu di wilayah prioritas yang mencerminkan faktor kontekstual sesuai dengan
daerah masing-masing.
Lebih lanjut, dalam
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, Bab
II Pasal 2 ayat (2), ditegaskan bahwa untuk penjaminan dan pengendalian mutu
pendidikan hendaknya dilakukan tiga hal penting, yakni akreditasi, evaluasi hasil
belajar dan sertifikasi guru.
Akreditasi; Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan
pendidikan pada jalur pendidikan formal dan nonformal pada setiap jenjang dan
jenis pendidikan. Karena itu, dalam akreditasi dilakukan penilaian terhadap
kinerja dan kelayakan satuan pendidikan. Fokus penilaian dalam akreditasi
mengacu pada Standar Nasional Pendidikan (SNP). Dengan demikian, diharapkan
setiap sekolah dapat melakukan penjaminan mutu sekolah masing-masing.
Evaluasi Hasi Belajar; Evaluasi pendidikan sebagai bentuk penjaminan mutu meliputi evaluasi
kinerja pendidikan, baik yang dilakukan oleh satuan pendidikan sendiri, pemerintah
maupun masyarakat. Evaluasi oleh satuan pendidikan dilaksanakan pada setiap
akhir semester sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan yang
telah dilakukan, dan dilaporkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, baik
pemerintah maupun masyarakat. Evaluasi oleh pemerintah merupakan evaluasi yang
mencakup tingkat relevansi pendidikan secara umum terhadap visi, misi, tujuan
dan paradigma pendidikan nasional, tingkat relevansi satuan pendidikan terhadap
kebutuhan masyarakat, tingkat efisiensi dan produktivitasnya, serta tingkat daya
saing pada tingkat daerah, nasional, regional dan global. Dan yang paling
penting, evaluasi ini juga harus mencakup tingkat pencapaian Standar Nasional
Pendidikan yang merupakan jaminan dan pengendali mutu pendidikan nasional.
Sertifikasi Guru; Sertifikasi Guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik bagi guru
dalam jabatan melalui pendidikan. Dengan program ini diharapkan para guru dapat
meningkatkan kompetensinya dalam melaksanakan tugas dengan baik dan
profesional. Kompetensi guru dimaksud adalah kompetensi pedagogik, kepribadian,
sosial dan professional. Oleh karena itu, dalam sertifikasi guru perlu
dilakukan penilaian terhadap unjuk kerjanya sebagai bukti penguasaan
seperangkat kompetensi yang dipersyaratkan.
Antara Harapan dan Kenyataan
Tiga pilar
kebijakan pemerintah yakni akreditasi, evaluasi belajar siswa dan sertifikasi
guru sebagai penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan, pada kenyataannya
tentu masih banyak ditemukan praktek-praktek kesenjangan. Misalnya persoalan
tentang akreditasi, masih ada sekolah-sekolah yang seharusnya belum mencapai kualifikasi
tertentu dalam akreditasi, tetapi dengan berbagai pertimbangan BAN-S/M memberikan
nilai yang cukup untuk dikatakan telah memenuhi standar minimal. Dalam hal
evaluasi belajar, fenomena terjadi kebocoran soal, pengawas membantu
mengerjakan soal atau membiarkan peserta ujian kerjasama, dan masih banyak lagi
modus yang digunakan agar peserta ujian dapat lulus, semakin marak terjadi
dewasa ini. Masih banyak sekolah yang mempraktekan kecurangan dalam ujian agar
siswa mendapat nilai tinggi dalam ujian. Demikian pula dengan masalah
sertifikasi guru. Kita dapat menemukan banyak guru lulus sertifikasi, tetapi
pada kenyataanya tidak kompeten.
Penjaminan mutu
harus dibarengi dengan komitmen dari seluruh unsur yang terlibat dalam
menjalankan tugas dan kewajibannya. Baik pemerintah (dari pusat sampai daerah),
pengelola tingkat satuan pendidikan (kepala sekolah dan guru) serta masyarakat.
Sehingga, lembaga pendidikan benar-benar akan menjalankan fungsinya dengan
benar, sebagai tempat memperoleh pengetahuan, mengembangkan keterampilan, dan
memperoleh cita-cita yang diinginkan. Tanpa komitmen yang kuat, sebagaimana
yang selama ini banyak terjadi, pendidikan di Indonesia tidak akan pernah lebih
maju dari sebelumnya, bahkan akan lebih terpuruk lagi.
Secara umum,
aturan perundang-undangan tentang pendidikan di Indonesia dan petunjuk
pelaksanaannya sudah cukup memadai untuk meningkatkan mutu pendidikan. Hanya
saja, pada tataran pelaksanaannya masih banyak dijumpai kendala. Kendala yang
paling utama adalah kurangnya komitmen dari para pelaku kebijakan dan pengelola
pendidikan. Untuk itu, guna meningkatkan mutu pendidikan, diperlukan para pelaku
pendidikan yang menguasai aturan dan dibarengi dengan komitmen yang tinggi
untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Saran-Saran Kebijakan
Saran kebijakan-kebijakan/
program-program untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan pendidikan sekolah
melalui pelaksanaan akreditasi sekolah/madrasah, secara optimal:
A. Kemendikbud
Adanya
kebijakan-kebijakan yang diputuskan oleh pemerintah untuk lembaga pendidikan
baik yang formal maupun non formal masih menyisakan segudang masalah,
diantaranya adalah sering terjadinya ketidakakuratan data yang deperolah di
lapangan dengan realita pada masing-masing satuan pendidikan. Akuntabilitas
lembaga penyelenggara pendidikan dapat diketahui dari peringkat akreditasi yang
dimiliki sekolah, hal ini sesuai dengan ayat 2 pasal 60 UU No. 20
tahun 2003 yang menyatakan bahwa akreditasi terhadap program dan satuan
pendidikan dilakukan pemerintah dan/lembaga mandiri yang berwenang sebagai
bentuk akuntabilitas publik. Peringkat akreditasi tersebut harus benar-benar
menggambarkan kualitas sekolah sehingga masyarakat memperoleh gambaran yang
jelas tentang kualitas sekolah. Mengingat pentingnya akreditasi baik bagi
sekolah maupun masyarakat, perlu dilakukan studi tentang pengembangan model
penyelenggaraan akreditasi.
Selain
itu, dalam memaksimalkan peran badan
akreditasi sekolah/madrasah dalam pelaksanaan Akreditasi, perlu adanya sebuah
prosedur yang jelas dengan memperhatikan prinsip-prinsip akreditasi, sehingga
kualitas pendidikan khusunya pada lembaga pendidikan maupun sumber daya manusia
yang ada di dalamnya betul-betul bisa dipertanggung jawabkan.
B. Dinas
Pendidikan Provinsi
Salah satu
tugas dari BAP-S/M adalah menyampaikan laporan hasil akreditasi dan rekomendasi
tindak lanjut kepada Dinas Pendidikan Provinsi, Kanwil Depag, dan LPMP. Berdasarkan
laporan tersebut, dinas pendidikan provinsi bisa mencermati laporan yang ada
dan bisa mengambil langkah-langkah yang bijak untuk pengembangan atau
peningkatan mutu pendidikan di tingkat provinsi. Apa yang sudah
direkomendasikan oleh BAP-S/M terhadap hasil akreditasi menjadi acuan bagi
Dinas Pendidikan Provinsi untuk ditindaklanjuti demi kepeningkatan mutu
pendidikan di tingkat daerah (provinsi).
C. Dinas
Pendidikan Kabupaten/Kota
Banyak lembaga
pendidikan yang menyepelekan akreditasi sekolah dan lebih menekankan untuk
mendapatkan sertifikat tanpa memperhatikan kualitas selanjutnya. Sering adanya
data-data fiktif dalam pengisian instrument akreditasi, data yang digunakan. Kepada seluruh komponen sekolah
supaya selalu meningkaatkan kinerja dan memberikan layanan yang terbaik, dengan
tidak terpengaruh apakah sekolahnya akan diakreditasi atau tidak. Untuk itu
dibutuhkan fungsi kontrol yang baik dari dinas pendidikan kabupaten/kota agar
pelaksanaan akreditasi dapat berjalan dengan baik. Dengan adanya hasil
akreditasi yang diperoleh, dinas pendidikan kabupaten/kota bekerja sama dengan
pihak terkait untuk terus berupaya meningkatkan kualitas pendidikan di
daerahnya.
D. Badan
Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN-S/M)
Sebagai badan
evaluasi mandiri yang berwenang untuk menentukan capaian kualitas
sekolah/madrasah, BAN S/M memiliki peran strategis dalam peningkatan mutu
pendidikan. Karena hasil evaluasi tersebut akan menjadi tolok ukur mutu
pendidikan sekolah/madrasah saat ini sekaligus menjadi dasar kebijakan
Pemerindah dalam upaya peningkatan mutu pendidikan selanjutnya.
Akurasi hasil
evaluasi sekolah/madrasah akan sangat berkontribusi terhadap akurasi kebijakan
Pemerintah dalam upaya peningkatan mutu pendidikan selanjutnya. Artinya
BAN S/M turut memiliki peran yang penting dalam keberhasilan mencetak generasi
bangsa yang lebih berkualitas. Karena vitalnya hasil evaluasi pencapaian mutu
sekolah/madrasah tersebut, pelaksanaan akreditasi perlu diperbaiki secara
berkelanjutan, antara lain: (1) Diperlukan
sosialiasai peraturan menteri tentang akreditasi sekolah/madrasah, sehingga
sekolah/madrasah siap untuk diakreditasi, (2) Diperlukan asesor yang
profesional yang telah dilatih oleh BAN S/M dan tidak berstatus pejabat
struktural, (3) Tim asesor ditetapkan melalui proses sertifikasi asesor dengan
sistem seleksi yang ketat dan transparan, (4) Perlu ada pembatasan umur minimal
dan maksimal, mengingat kerja asesor membutuhkan energi yang cukup besar di
lapangan.
E. Badan
Akreditasi Provinsi Sekolah/Madrasah (BAP-S/M)
Problematika yang
sering terjadi di lapangan adalah pelaksanaan akreditasi yang tidak sesuai deng
prinsip akreditasi yang diantaranya obyektif, adil, transparan, dan komprehensif
dengan menggunakan instrumen dan kriteria yang mengacu kepada Standar Nasional
Pendidikan. Hal ini dipicu oleh adanya kerjasama dari pihak assessor dengan
lembaga pendidikan. Pada pengisian instrument akreditasipun masih banyak data
yang tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi di lapangan. Maka sesuai dengan
salah satu tugasnya BAP perlu
memaksimalkan pelatihan asesor sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan oleh
BAN-S/M.
Tugas
lain dari BAP-S/M adalah menetapkan hasil akreditasi melalui Rapat Pleno
Anggota BAP-S/M, maka perlu diperhatikan bahwa peringkat
akreditasi harus
benar-benar menggambarkan kualitas sekolah/madrasah, sehingga masyarakat
memperoleh gambaran yang jelas tentang kualitas sekolah/madrasah. Pelaksanaan
visitasi asesor diharapkan melaksanakan visitasi dengan jalan melakukan
klarifikasi, verifikasi, dan validasi data evaluasi diri Sekolah/Madrasah
sesuai dengan kondisi yang ada.
F. Unit
Pelaksana Akreditasi Sekolah/Madrasah (UPA-S/M)
Penilaian akreditasi belum mampu memotret performa
sekolah/madrasah yang stabil (sustained performance). Performa sekolah
cenderung sangat baik saat penilaian akreditasi yang dilakukan selama beberapa
hari, bahkan hanya 1 hari, dan kembali menurun setelah tim penilai meninggalkan
sekolah/madrasah. Untuk memperbaiki kekurangan pelaksanaan akreditasi tersebut,
sebagai lembaga yang bertugas untuk mengkoordinasikan jadwal, disarankan untuk
mengusulkan perubahan pelaksanaan penilaian akreditasi dari single visit
menjadi multy visits. Visitasi dilakukan sebanyak 3-4 kali dalam 1
tahun, baik secara terjadwal maupun tidak terjadwal.
No comments:
Post a Comment