A. Manajemen Mutu Pendidikan
Suatu bangsa dikatakan sebagai bangsa yang bermartabat apabila bangsa tersebut memiliki masyarakat yang sangat peduli dan menjunjung tinggi pendidikan, oleh karena itu, pendidikan merupakan investasi yang sangat berharga dan bernilai tinggi bagi suatu bangsa, hal ini tidak saja akan menguntungkan seorang pemimpin ataupun sebagian orang saja, akan tetapi semua masyarakat akan mendapatan keuntungan dan manfaat dari majunya suatu ilmu dalam pendidikan. sehingga di dalam UU RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dirumuskan dengan sangat jelas mengenai tujuan dari pendidikan nasioanl itu sendiri yaitu mencerdaskan anak bangsa agar dapat bersaing menghadapi permasalahan yang terjadi baik saat ini maupun di masa yang akan datang.
Oleh karenanya, pemerintah melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan beserta jajarannya melaksanakan sebuah kebijakan, yang mana kebijakan tersebut akan sangat menguntungkan dan dapat mengembangkan dunia pendidikan khususnya di Indonesia. Sebagai negara berkembang, Indonesia pasti telah merencanakan berbagai kebijakan salah satunya pada pendidikan, yang mana kebijakan tersebut dibuat sebagai pedoman dan acuan bagi suatu lembaga pendidikan khususnya di sekolah untuk dapat melaksanakannya dan mengaplikasikannya dengan sangat baik dan juga mengembangkan kebijakan-kebijakan tersebut ke dalam berbagai bentuk aturan sekolah yang dibuat untuk dipatuhi oleh semua warga sekolah, agar baik proses pembelajaran maupun kepribadian siswa dapat berkembang dengan baik pula. Salah satu upaya yang hampir seluruh dunia melakukannya dalam memajukan pendidikan di negaranya adalah mengadakan proses peningkatan mutu peningkatan (Education International, 2012, dalam Satori, 2016: 127).
Hal tersebut dilakukan dengan tujuan bahwa pendidikan dapat mengalami perubahan yang nantinya berdampak pada pengetahuan yang dimiliki oleh siswa sebagai pelaku langsung yang merasakan dan melaksanakan kebijakan pendidikan di sekolah dan merupakan kewajiban mereka sebagai manusia untuk menuntut ilmu. Ada banyak aspek yang perlu diperhatikan dalam proses peningkatan mutu pendidikan yaitu yang dikenal dengan SDP (Sumber Daya Pendidikan) yang salah satunya mencakup tentang SDM (Sumber Daya Manusia) yang terdiri dari pendidik dan tenaga kependidikan (seperti kepala sekolah, tenaga administrasi, pustakawan, tenaga laboratorium, dan tenaga kebersihan), (Sonhadji & Huda, 2015: 8). Dan mutu pendidikan tentunya dipengaruhi oleh beberapa aspek tersebut, jika semua aspek beroperasi dengan baik, maka mutu pendidikan akan menghasilkan outcome yang bagus pula, oleh karenanya, sebagai salah satu komponen sekolah yang paling berpengaruh, maka pemerintah telah merumuskan beberapa standar yang harus dimiliki oleh seorang pendidik dan tenaga pendidik, dalam PP Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 28 ayat 1 agar siswa nantinya mudah dalam memahami materi dalam proses belajar mengajar.
Timbulnya pelaksanaan kegiatan mutu pendidikan ini sendiri oleh Hairiyah (2015) dijelaskan karena adanya kesenjangan yang terjadi dalam dunia pendidikan, dimana keinginan (ideal) dan faktanya (realitia) tidak sesuai harapan. Hal tersebut sangatlah tidak asing didengar dalam suatu organisasi/lembaga yang berpusat pada suatu tujuan, karena semua yang direncanakan tidak mudah diaplikasikan dan pastinya akan menimbulkan beberapa kendala, kendala inilah yang nantinya dievaluasi dan diperbaiki, guna dapat membangun rencana yang lebih baik lagi untuk mencapai tujuan. Sama halnya dengan sejarah munculnya Manajemen Mutu Pendidikan ini, dimana pada perang dunia ke II Jepang mengalami kehancuran total pada kegiatan industrinya, kemudian untuk membangun kembali industri yang hancur tersebut, oleh Asosiasi Insinyur Jepang mengundang William Edward Deming yang biasa dikenal sebagai “Bapak Mutu” agar melatih para insinyur Jepang dalam hal manajemen untuk mencapai mutu yang diharapkan, dan sekarang dikenal dengan istilah Total Quality Management (TQM) (Hairiyah, 2015).
Berdasarkan pada sejarah singkat dan alasan mengapa diadakanya suatu mutu oleh Hairiyah di atas, bisa digambarkan bahwa keberadaan mutu di sini sangatlah penting, demi suatu perubahan dalam dunia pendidikan khususnya agar bisa berkembang dan bersaing dalam menghadapi permasalahan pendidikan di masa yang akan datang. Pada sejarah singkat tersebut, Daming (dalam Hairiyah, 2015) mengajarkan bahwa barang yang bermutu atau terbaik adalah barang yang dapat memenuhi kebetuhan masyarakat, jika dikaitkan dalam dunia pendidikan, maka mutu pendidikan yang baik tentunya adalah pendidikan yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat terutama pada siswanya langsung. Pengertian Mutu sendiri oleh Juran (dalam Hairiyah, 2015) didefinisikan sebagai “tepat untuk pakai” dan mengeaskan bahwa dasar-dasar misi mutu suatu sekolah adalah mengembangkan berbagai program dan layanan yang dapat menjawab kebutuhan dari komponen sekolah seperti siswa, guru, maupun masyarakat yang memiliki tanggung jawab terhadap perekembangan pendidikan di sekolah yang ada di daerahnya. Pendapat lain mengatakan bahwa kualitas/mutu merupakan ciri atau karakteristik suatu barang atau jasa yang ditekankan untuk memenuhi kebutuhan tertentu, kebutuhan inilah yang dalam dunia pendidikan mencakup apa saja yang dibutuhkan untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik (Primiani & Ariani, 2005).
Selanjutnya, menurut Sallis (2002) Quality is about passion and pride yang artinya kualitas/mutu merupakan sebuah keinginan besar dan kebanggaan, kemudian Peters and Austin melengkapi dengan kata a passion for excellent atau keinginan besar untuk menjadi lebih baik lagi. Sallis berpendapat bahwa kualitas/mutu merupakan hal yang paling tinggi dan harus diutamakan dalam sebuah agenda, dan meningkatkan kualitas/mutu tersebut merupakan hal penting yang perlu ditekankan dalam segala situasi. Jika suatu lembaga memperhatikan mutu, maka outcome yang diperoleh akan lebih baik dari sebelumnya, seperti halnya yang dilakukan oleh beberapa ahli yang dipanggil dengan “Bapak Mutu” pada proses perbaikan industri di Negara Jepang, hasil yang diperoleh yaitu dengan meningkatkan mutu melalui pelatihan manajemen, kegiatan industri tersebut dapat pulih kembali dan beroperasi seperti biasanya, dan kemudian Jepang menjadi salah satu Negara yang merajai produksi Mobil di pasar dunia setelah menerapkan proses “mutu” ini sebagai fokus utamanya. Setelah peristiwa ini, Amerika Serikat mengalihkan pandangan mereka pada konsep mutu yang dibawakan oleh “Bapak Mutu” untuk diterapkannya agar bisa mencapai hasil yang memuaskan bagi banyak orang.
Dalam proses meningkatkan mutu seperti yang telah disebutkan di atas, perlu adanya seorang manajer yang terlibat dalam perencanaan, pengorganisiran, pengontrolan, sampai kepada proses evaluasi atau penilain dari mutu yang akan ditetapkan berdasarkan pada kesepakatan bersama dengan harapan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini disebut dengan manajemen mutu dan dalam dunia pendidikan tentunya manajemen mutu tersebut difokuskan pada pengembangan dunia pendidikan. Menurut Follet (dalam Rohiat, 2010: 1) manajemen merupakan sebuah seni oleh seorang pemimpin dalam melakukan suatu pekerjaan melalui beberapa orang, artinya dalam manajemen ada orang yang mengatur dan ada yang diatur, yang diatur adalah para anggota yang mana semua yang terlibat melakukan pekerjaan untuk mencapai tujuan yang diharapkan bersama.
Berikutnya masih dalam lingkup pengertian manajemen, Rue & Byars (dalam Suhardan, dkk, 2011: 86) mengemukakan bahwa managements is a process that invalesguiding or directional group of people toward organizational goals or objectives, yang artinya bahwa manajemen merupakan sebuah proses dalam mengarahkan sekelompok orang untuk mencapai harapan dan tujuan organisasi. Dalam dunia pendidikan, maka tujuan atau harapan yang dimaksudkan adalah segala sesuatu yang menjadi permasalahan timbulnya sebuah aturan dengan maksud agar permasalahan tersebut dapat diminimalisir keadaaanya. Dengan berlandaskan pada beberapa pengertian di atas, maka manajemen mutu pendidikan adalah suatu proses oleh sekelompok orang dalam organisasi/lembaga pendidikan yang mengatur mutu-mutu pendidikan yang kemudian diusahakan bagaimana penerapannya nanti dapat meningkatkan mutu pendidikan yang ada.
Pada beberapa tahap persekolahan, pencapaian mutu pendidikan untuk pendidikan dasar dan menengah dikaji berdasarkan 8 Standar Nasional yang dijadikan sebagai acuan dalam membuat rangkaian proses pembelajaran, 8 standar tersebut antara lain (1) standar isi, (2) standar proses, (3) standar kompetensi lulusan, (4) standar penilaian, (5) standar pendidik dan tenaga kependidikan, (6) standar sarana dan prasarana, (7) standar pengelolaan, dan (8) standar pembiayaan (Satori, 2016). Apabila suatu lembaga pendidikan memperhatikan dengan sangat baik pada kedelapan standar pendidikan ini, maka bisa dipastikan mutu pendidikan akan mengalami peningkatan, setelah adanya peningkatan pada mutu pendidikan, maka kegiatan selanjutnya yang perlu dipertimbangkan adalah proses penjaminan mutu, yang artinya mutu yang sudah ada dan dianggap baik untuk diterapkan harus dijamin keberadaanya, agar proses pembelajaran dan pendidikan lainnya dapat berjalan sesuai keinginan. Berbeda dengan peningkatan mutu oleh pendidikan dasar dan menengah tersebut, pendidikan tinggi atau setingkat universitas dapat dilihat apabila adanya interaksi yang baik antara pengajar (dosen) dengan mahasiswanya, hal inilah yang dalam konsep penilaian universitas dianggap sebagai sesuatu yang dapat meningkatkan mutu pendidikannya, karena proses belajar mengajar keduanya antara pendidikan dasar, menengah dan mahasiswa yang sangat berbeda, sehingga prosesnya harus berbeda (Primiani & Ariani, 2005).
B. Implementasi Mutu Pendidikan
Banyak organisasi atau lembaga di dunia ini yang menggunakan penerapan sistem mutu yang dijelaskan dalam jurnal Internasional yaitu ISO 9001, dimana jurnal tersebut didesain untuk seluruh organisasi baik kecil maupun besar, baik yang menghasilkan produk dengan harga tinggi maupun biasa saja, meskipun dijelaskan dalam lingkup manajemen secara khsusu bukan pada pendidikan, namun hampir banyak organisasi atau lembaga pendidikan menggunakan sistem mutu oleh ISO 9001, karena dianggap sangat baik dan menjelskannya sesuai dengan apa yang terjadi di berbagai perusahaan. Menurut ISO 9001, ada beberapa cara atau biasanya disebut dengan siklus dalam menerapkan manajemen mutu, yaitu Plan, Do, Check, and Action atau disingkat dengan istilah siklus PDCA.
Plan atau dalam bahasa indonesianya disebut dengan perencanaan, semua orang terutama dalam sebuah organisasi tertentu tentunya akan merencanakan terlebih dahulu segala sesuatu yang nantinya akan diadakan maupun ditindak lanjuti, melalui perencanaan inilah, semuanya dapat secara jelas diketahui mulai dari permasalahan yang timbul sampai bagaimana persepsi masyarakat akan hal tersebut, setelah merencanakan, maka selanjutnya melakukan siklus kedua yaitu Do yang artinya “lakukan”, pada siklus ini, seorang manajer melalui anggota-anggotanya akan menerapkan apa yang sebelumnya telah direncanakan, siklus kedua ini dilakukan untuk mengetahui apakah rencana tersebut sudah sangat bagus atau tidak, pengecekan inilah yang nantinya dilakukan di siklus ketiga yaitu check, di siklus ini apa yang dilakukan di siklus kedua “do” akan melalui proses pengecekan terdahulu, untuk mengetahui, apakah rencana tersebut sudah tepat atau tidak, jika sudah, maka siklus terakhir yaitu action “bertindak” atau dengan kata lain mulai untuk diterapkan, namun, jika tidak tepat, maka diperlukan langkah pengulangan, artinya direncakan kembali sesuai dengan permasalahan yang ditemukan, kemudian mengikuti siklus yang lainnya sampai pada akhir.
Untuk lebih jelasnya, ISO 9001 merincikan beberapa aspek yang diperhatikan dalam dua siklus terakhir yaitu check and action, dalam siklus tersebut, manajer atau organisasi yang bertanggung jawab atas suatu produk yang dihasilkan akan mengecek apakah yang direncanakan sudah sesuai dengan “people needs” kebutuhan manusianya, setelah itu baru melakukan audit internal, dimana audit internal ini adalah proses melihat kembali apakah sistem tersebut sudah tepat untuk direncanakan, selanjutnya adalah melakukan pemantauan dan pengukuran produk yang tentunya sangat berpengaruh terhadap perspektif masyakarat dan otomatis mempengaruhi pelanggan serta lembaga yang bersangkutan. Setelah itu dilakukan pengendalian pada produk melalui beberapa hasil dari menganalisis data yang tentunya diperoleh pada saat proses pengecekan, setelah semua hal tersebut dilakukan dan sudah sangat tepat, maka dilakukanlah kegiatan akhir yaitu perbaikan terus menerus. Walaupun dikatakan sebagai kegiatan akhir, namun proses perbaikan terus menerus ini akan dilakukan setiap saat bukan berarti setelah proses perbaikan selesai, tidak ada lagi pengecekan dan lain sebagainya, akan tetapi proses ini hanyalah melengkapi keseluruhan proses agar pelanggan dapat merasa puas dengan produk yang dihasilkan.
Menerapkannya dalam dunia pendidikan, contohnya di skeolah oleh kepala sekolah atau administrator pendidikan, tentunya dalam membuat suatu kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan, maka hal pertama yang dilakukan oleh kepala sekolah adalah merencanakannya (plan) bersama dengan guru-guru dalam sebuah rapat dengan mempertimbangkan keadaan lingkungan sekolah dan siswanya, setelah merencanakan, maka akan dilakukan (do) untuk mengetahui apakah sistem yang direncanakan sudah tepat atau tidak, kemudian dilakukan pengecekakan (check) untuk melihat kembali apakah hal tersebut memang harus dan bisa diterapkan atau tidak, dan langkah terakhir adalah bertindak (action) yaitu diterapkan sebagai kebijakan sekolah. Langkah terakhir, jika semua sudah diterapkan oleh kepala sekolah, maka perlu adanya perbaikan secara terus menerus ini untuk memperoleh peningkatan mutu yang sesungguhnya.
Daftar Rujukan
Hairiyah, 2015. Konsep Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan. Yogyakarta: STIA Alma Ata Yogyakarta, Literasi Vol.VI. No.1 Juni 2015
Jurnal International ISO 9001 (It’s in detail your implementation guide) about Quality Management.
Primiani, C.N. & Ariani, D.W. 2005. Tota Quality Management dan Service Quality dalam organisasi Pendidikan Tinggi. Jurnal Cakrawala Pendidikan, Th XXIV, No.2
Rohiat. 2010. Manajemen Sekolah. Bandung: PT Reflika Aditama
Sallis, E. 2002. Total Quality Managemen in Education. London: Kogan Page Educational Management Series
Satori, D. 2016. Pengawasan dan Penjaminan Mutu Pendidikan. Bandung: ALFABETA
Suhardan, dkk. 2011. Manajemen Pendidikan. Bandung: ALFABETA
Sonhadji, A. & Huda, M.A.Y. 2015. Asesmen Kebutuhan, Pengambilan Keputusan, dan Perencanaan (Mataranati dalam Manajemen Pendidikan). Malang: Universitas Negeri Malang
No comments:
Post a Comment