Para siswa SMAK Monte Carmelo Maumere dalam lomba debat (Sumber: ekorantt.com) |
Upaya demi terciptanya pendidikan yang berkarakter, terus dilaksanakan. Salah satu usaha yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan mengadakan perubahan kurikulum dari KTSP menjadi Kurikulum 2013 (K-13). Permendikbud No. 20 Tahun 2016 tentang Standar Kompetensi Lulusan menjelaskan bahwa penerapan K-13 diharapkan dapat merubah paradigma hasil belajar, dimana kompetensi kelulusan tidak hanya berfokus pada aspek akademik, melainkan juga keterampilan dan sikap. Kebijakan pemerintah ini lebih dipertegas kembali dengan diterbitkannya Permendikbud No. 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah yang menyatakan bahwa proses pembelajaran harus difokuskan pada dimensi sikap, pengetahuan dan keterampilan yang digarap secara tekun dan cermat pada setiap sekolah.
Mengingat pentingnya pendidikan karakter, maka Presiden Joko
Widodo mempertegasnya kembali dengan mengeluarkan peraturan untuk memperkuat
pendidikan karakter. Dalam Peraturan Presiden No. 87 Tahun 2017 tersebut
dinyatakan bahwa Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) sebagai salah satu dari
Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM), sangat dibutuhkan untuk memperkuat
karakter peserta didik melalui olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga
dengan pelibatan dan kerja sama yang baik antara sekolah, keluarga, dan
masyarakat yang berada di bawah tanggung jawab satuan pendidikan. Dengan
demikian, penyelenggaraan pendidikan tidak hanya semata-semata diselenggarakan
untuk membentuk peserta didik yang pintar secara akademik, tetapi juga memiliki
kecerdasan spiritual, sikap, raga, rasa dan karsa (Wahyu, 2011).
Pemerintah meberikan wewenang kepada sekolah untuk
menyelenggarakan pendidikan karakter sesuai dengan kondisi dan budaya
masing-masing sekolah, serta sesuai dengan sumber daya yang dimiliki sekolah
tersebut. Oleh karena itu, berhasil tidaknya pelaksanaan pendidikan karakter di
sebuah sekolah sangat ditentukan oleh manajemen strategik yang baik dari
sekolah yang menyelenggarakan pendidikan karakter.
Sekolah-sekolah Karmel sebagai bagian dari satuan pendidikan
merupakan contoh sekolah yang senantiasa berupaya untuk menyelenggarakan
pendidikan karakter melalui manajemen strategik yang baik. Karena
sekolah-sekolah Karmel merupakan salah satu bagian dari karya kerasulan Ordo
Karmel, maka dalam penyelenggaraannya, pihak sekolah selalu berupaya
memprensetasikan nilai-nilai yang mengutamakan pembentukan karakter doa,
persaudaraan dan pelayanan.
Sebagaimana diungkapkan oleh Sudrajat (2011) penyelenggaraan
pendidikan karakter terdiri dari kegiatan rutin atau pembiasaan harian,
mingguan, bulanan dan tahunan, baik terprogram maupun tidak terprogram.
Pelaksanaan pendidikan karakter, dilakukan melalui tiga aspek yakni kegiatan
belajar mengajar, budaya sekolah dan ekstrakurikuler (Samani, M., 2017).
Dalam kaitan dengan hal ini, sekolah telah membagi ke dalam tiga
bidang untuk menangani pendidikan karakter yakni bidang kesiswaan,
pastoral care, dan kurikulum. Tulisan ini akan mendeskripsikan sebuah model
manajemen strategik dalam mengembangkan pendidikan karakter di sekolah, mulai
dari perencanaan, formulasi, implementasi, evaluasi dan monitoring, yang
berbasis spiritualitas Karmel
Perencanaan
Pada tahap perencanaan, kepala sekolah pertama-tama membentuk struktur
organisasi dan mendesain tugas dari masing-masing bidang yang menangani
pendidikan karakter. Tugas tersebut dibagi dalam tiga bidang penanganan yakni
kesiswaan, pastoral care dan kurikulum. Setelah penetapan pengorganisasian dan
deskripsi tugas dari masing-masing bidang, maka wakasek dan ketua bersama anggota
mengadakan rapat untuk perencanaan kegiatan. Perencanaan kegiatan dilaksanakan
sebelum awal tahun pelajaran.
Formulasi
Semua perencanaan dan program-program kegiatan yang akan dilaksanakan terlebih
dahulu diformulasikan atau dirumuskan dalam buku pedoman akademik atau pedoman
pembelajaran. Khusus untuk mengatur disiplin siswa diterbitkan Buku Tata Tertib
(Tatibsi). Dalam buku tersebut selain berisi aturan tata tertib siswa dan
catatan pelanggaran yang dilakukan oleh siswa, juga berisi catatan prestasi siswa.
Bidang kesiswaan menggarap pembentukan karakter melalui beberapa sub-bidang,
yakni: a) Kegiatan lomba di luar sekolah; b) Kegiatan ekstrakurikuler; c)
Kedisiplinan peserta didik dan d) Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS); e)
Paskibra; dan f) Jurnalistik.
Bidang pastoral care melaksanakan reksa pastoral dengan maksud
menggarap dimensi kemanusiaan sekaligus kerohanian peserta didik dalam kerangka
spiritualitas Karmel, yaitu doa, persaudaraan dan pelayanan. Bidang pastoral
care mengatur beberapa kegiatan seperti pendalaman iman, retret, live in, dan
rekoleksi. Sedangkan bidang kurikulum menyusun program pembelajaran yang
disesuaikan dengan kurikulum nasional.
Implementasi
Pelaksanan strategik pendidikan karakter berbasis spiritualitas Karmel
merupakan upaya penguatan pendidikan karakter melalui semangat doa,
persaudaraan dan pelayanan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya kegiatan yang
mempresentasikan nilai-nilai yang mengutamakan pembentukan karakter dalam
semangat doa, persaudaraan dan pelayanan. Semua kegiatan ini pada umumnya
terdiri dari kegiatan rutin atau pembiasaan harian dan mingguan, kegiatan
bulanan, dan kegiatan tahunan, baik itu kegiatan terprogram maupun kegiatan
tidak terprogram.
Beberapa contoh kegiatan pendidikan karakter yang ditangani bidang
kesiswaan antara lain adanya pembiasaan untuk disiplin waktu belajar, doa
sebelum dan sesudah pelajaran, kegiatan bakti sosial, donor darah, kunjungan ke
pesantren, jurnalisrik dan ekstrakurikuler. Kegiatan pada bidang pastoral care
antara lain retret, rekoleksi, dan live-in. Sedangkan bidang kurikulum selalu
berupaya untuk mengikuti perkembangan kurikulum terbaru dari sistem pendidikan
nasional. Implementasi pendidikan karakter di sekolah tidak merupakan mata
pelajaran tersendiri, tidak pula merupakan tambahan standar kompetensi (SK) dan
kompetensi dasar (KD), tetapi dapat diintegrasikan ke dalam mata pelajaran yang
sudah ada, pengembangan diri, dan budaya sekolah, serta muatan lokal.
Monitoring dan Evaluasi
Untuk mengetahui target pencapaian dari apa yang direncanakan dengan apa yang
dilaksanakan maka sekolah selalu mengadakan evaluasi. Evaluasi biasanya
dilakukan, baik dalam jangka waktu satu minggu, semester dan akhir tahun
pelajaran. Selain guru, siswa sebagai sasaran utama pendidikan karakter juga
diberi kesempatan untuk memberikan evaluasi yang dibuat bentuk pengisian
angket.
Selain melalui evaluasi, monitoring selalu diupayakan agar dalam
pelaksanaannya, tetap sesuai dengan jalur yang telah direncanakan. Kepala
sekolah mempunyai peranan utama dalam proses monitoring manajemen pendidikan
karakter dan dalam skala yang lebih kecil, setiap wakasek juga menjalankan
tugas monitoring.
Semoga ulasan ini dapat memberi ispirasi bagi pembaca, khususnya
para pegiat di bidang pendidikan dalam upaya penguatan pendidikan karakter di
satuan pendidikan. Selamat Hari Pendidikan Nasional
Daftar Rujukan:
Dasrimin, H., Imron, A., & Supriyanto, A. (2019). Spirituality-Based
Character Education Strategic Management. Pendidikan
Humaniora, 7(2), 61--68.
http://journal.um.ac.id/index.php/jph/article/view/12302/5987
Samani, M., & M. (2017). Pendidikan Karakter: Konsep dan Model. Bandung:
PT Rosda Karya.
Sudrajat, A. (2011). Mengapa Pendidikan Karakter? Jurnal Pendidikan
Karakter. https://doi.org/10.21831/jpk.v1i1.1316
Wahyu. (2011). Masalah Dan Usaha Membangun Karakter Bangsa. Komunitas:
International Journal of Indonesian Society and Culture.
https://doi.org/10.1902/annals.2000.5.1.68
No comments:
Post a Comment