Ilustrasi (Sumber: ESQNews.id) |
Pimpin
Pemulihan, Bergerak untuk Merdeka Belajar
Dua tahun terakhir, pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan kebijakan
pembaharuan kurikulum yang bertemakan "Merdeka Belajar", melalui MBKM
untuk Pendidikan Tinggi (2020) dan Kurikulum Merdeka untuk Pendidikan Anak Usia
Dini sampai dengan Pendidikan Menengah (2022). Ciri utama kurikulum tersebut
adalah pembelajaran berbasis proyek untuk pengembangan soft skills dan
karakter. Harapan untuk bergerak maju menuju Merdeka Belajar kembali digaungkan
pada peringatan Hari Pendidikan Nasional tahun ini dengan mengusung tema:
Pimpin Pemulihan, Bergerak untuk Merdeka Belajar.
Agar
harapan ini dapat terwujud, tentu membutuhkan kerjasama dari semua pihak, baik
itu pemerintah, sekolah, guru, siswa, orang tua, maupun masyarakat. Terlepas
dari pentingnya peran semua pihak untuk mewujudkan hal ini, dalam tulisan ini
penulis mencoba mengkaji secara khusus tentang peranan pemimpin atau kepala
sekolah dalam mewujudkan kurikulum Merdeka Belajar. Hipotersis utamanya adalah
apabila kita menginginkan transformasi pendidikan maka kita juga membutuhkan
pemimpin transformatif.
Pemimpin-Kepala
Sekolah
Kepala sekolah mempunya peran ganda yakni dalam tugas manajerial dan sebagai
pemimpin. Manajemen pendidikan dapat dipandang sebagai proses penciptaan dan
pelestarian iklim yang sesuai di dalam unit sekolah, sehingga melalui
perencanaan, pengorganisasian, pengelolaan dan pengendalian evaluasi, anggota
tim dapat bekerja sama dalam resonansi berjuang untuk pencapaian yang lebih
efektif. Sebagai wahana pengelolaan sumber daya manusia, pimpinan satuan
sekolah harus menunjukkan keefektifan awalnya pada tataran manajerial. Oleh
karena itu kepala sekolah harus mencapai tujuan melalui kerja sama, secara
efektif menciptakan sarana organisasi untuk mempromosikan nilai, tujuan, dan
visi pendidikan. Bersamaan dengan itu, kepala sekolah sebagai pemimpin perlu
menjadi sumber orientasi yang kuat dan titik acuan sentral bagi kehidupan
sekolah.
Orientasi
kepala sekolah biasanya menyangkut dua hal utama, yakni hasil (yaitu
berorientasi pada tugas) dan relasi (yaitu berorientasi pada orang) (Everard
dan Morris, 1999: 37). Meskipun kedua orientasi ini mungkin bersifat
kontradiktif, seperti yang tersirat dalam gaya manajemen kepala sekolah
(Tannenbaum dan Schmidt, 1973) dan "jaringan manajerial" oleh Blake
dan Mouton (1964; Everard dan Morris, 1999: 38), secara bertahap menjadi
terbukti bahwa kepala sekolah dapat mengadopsi dan menerapkan kombinasi yang
lebih kreatif, fleksibel dan efektif dari keduanya dengan berjuang untuk
mencapai hasil melalui orang-orang. Dengan lebih bijaksana dan beroperasi dalam
kerangka berpikir ini, kepala sekolah mengemban peran "pemimpin",
memperkaya dan memperkuat peran manajer dan mengembangkan budaya unit sekolah
selama melaksanakan tugasnya.
No comments:
Post a Comment