Oleh: H. Dasrimin
Fasli Jalal (2010: 33) menjelaskan bahwa, sejatinya pendidikan karakter merupakan pendidikan berbasis berkelanjutan yang tidak hanya dilaksanakan pada lembaga pendidikan formal, tetapi juga lembaga pendidikan non formal maupun lembaga pendidikan informal. Pendidikan tersebut tidak terpaku hanya pada satuan pendidikan, namun secara menyeluruh baik di lingkungan keluarga maupun masyarakat, karena hal tersebut menyangkut pada karakter atau pribadi seseorang sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Baik buruknya karakter yang dimiliki individu tersebut juga didasarkan pada pola pembinaan dan kebiasaan yang dilakukan di sekolah, keluarga dan lingkungan masyarakat. Berikut ini adalah strategi dalam pelaksanaan pendidikan karakter:
A. Strategi di Tingkat Kementerian Pendidikan Nasional
Pendekatan yang digunakan Kementerian Pendidikan Nasional dalam pengembangan pendidikan karakter, yaitu: pertama melalui stream top down; kedua melalui stream bottom up; dan ketiga melalui stream revitalisasi program. Ketiga alur tersebut divisualisasikan dalam bagan di bawah ini:
Sumber: Kemdiknas 2010
Strategi yang dimaksud secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Intervensi melalui kebijakan (Top - Down)
Jalur/aliran pertama inisiatif lebih banyak diambil oleh Pemerintah/Kementerian Pendidikan Nasional dan didukung secara sinergis oleh Pemerintah daerah dalam hal ini Dinas pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota. Dalam strategi ini pemerintah menggunakan lima strategi yang dilakukan secara koheren, yaitu:
a. Sosialisasi
Kegiatan ini bertujuan untuk membangun kesadaran kolektif tentang pentingnya pendidikan karakter pada lingkup/tingkat nasional, melakukan gerakan kolektif dan pencanangan pendidikan karakter untuk semua.
b. Pengembangan regulasi
Untuk terus mengakselerasikan dan membumikan Gerakan Nasional Pendidikan Karakter, Kementerian Pendidikan Nasional bergerak mengkonsolidasi diri di tingkat internal dengan melakukan upaya-upaya pengembangan regulasi untuk memberikan payung hukum yang kuat bagi pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan pendidikan karakter.
c. Pengembangan kapasitas
Kementerian Pendidikan Nasional secara komprehensif dan massif akan melakukan upaya-upaya pengembangan kapasitas sumber daya pendidikan karakter. Perlu disiapkan satu sistem pelatihan bagi para pemangku kepentingan pendidikan karakter yang akan menjadi pelaku terdepan dalam mengembangkan dan mensosialisikan nilai-nilai karakter.
d. Implementasi dan kerjasama
Kementerian Pendidikan Nasional mensinergikan berbagai hal yang terkait dengan pelaksanaan pendidikan karakter di lingkup tugas pokok, fungsi, dan sasaran unit utama.
e. Monitoring dan evaluasi
Secara komprehensif Kementerian Pendidikan Nasional akan melakukan monitoring dan evaluasi terfokus pada tugas, pokok, dan fungsi serta sasaran masing-masing unit kerja baik di Unit Utama maupun Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, serta pemangku kepentingan pendidikan lainnya. Monitoring dan evaluasi sangat berperan dalam mengontrol dan mengendalikan pelaksanaan pendidikan karakter di setiap unit kerja.
2. Pengalaman Praktisi (Bottom - Up)
Pembangunan pada jalur/tingkat ini diharapkan dari inisiatif yang datang dari satuan pendidikan. Pemerintah memberikan bantuan teknis kepada sekolah-sekolah yang telah mengembangkan dan melaksanakan pendidikan karakter sesuai dengan ciri khas di lingkungan sekolah tersebut.
3. Revitalisasi Program
Pada jalur/tingkat ketiga, merevitalisasi kembali program-program kegiatan pendidikan karakter di mana pada umumnya banyak terdapat pada kegiatan ekstrakurikuler yang sudah ada dan sarat dengan nilai-nilai karakter.
Integrasi Tiga Strategi
Ketiga jalur/tingkat pada Bagan diatas, yaitu: top down yang lebih bersifat intervensi, bottom up yang lebih bersifat penggalian bestpractice dan habituasi, serta revitalisasi program kegiatan yang sudah ada yang lebih bersifat pemberdayaan merupakan satu kesatuan yang saling menguatkan. Ketiga pendekatan tersebut, hendaknya dilaksanakan secara terintegrasi dalam keempat pilar penting pendidikan karakter di sekolah sebagaimana yang dituangkan dalam Desain Induk Pendidikan Karakter, (2010:28), yaitu: kegiatan pembelajaran di kelas, pengembangan budaya satuan pendidikan, kegiatan ko-kurikuler, dan ekstrakurikuler.
B. Strategi di Tingkat Daerah
Ada beberapa langkah yang digunakan pemerintah daerah dalam pengembangan pendidikan karakter, dimana semuanya dilakukan secara koheren.
1. Penyusunan perangkat kebijakan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
Pendidikan adalah tugas sekolah, keluarga, masyarakat dan pemerintah. Untuk mendukung terlaksananya pendidikan karakter di tingkat satuan pendidikan sangat dipengaruhi dan tergantung pada kebijakan pimpinan daerah yang memiliki wewenang untuk mensinerjikan semua potensi yang ada didaerah tersebut termasuk melibatkan instansi-instansi lain yang terkait dan dapat menunjang pendidikan karakter ini. Untuk itu diperlukan dukungan yang kuat dalam bentuk payung hukum bagi pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan karakter.
2. Penyiapan dan penyebaran bahan pendidikan karakter yang diprioritaskan
Bahan pendidikan karakter yang dibuat dari pusat, sebagian masih bersifat umum dan belum mencirikan kekhasan daerah tertentu. Oleh karena itu diperlukan penyesuaian dan penambahan baik indikator maupun nilai itu sendiri berdasarkan kekhasan daerah. Selain itu juga perlu disusun strategi dan bentuk-bentuk dukungan untuk menggandakan dan menyebarkan bahan – bahan yang dimaksud (bukan hanya dikalangan persekolahan tapi juga di lingkungan masyarakat luas).
3. Pemberian dukungan kepada Tim Pengembang Kurikulum (TPK) tingkat provinsi dan kabupaten/kota melalui Dinas Pendidikan.
Pembinaan persekolahan untuk pendidikan karakter yang bersumber nilai-nilai yang diprioritaskan sebaiknya dilakukan terencana dan terprogram dalam sebuah program di dinas pendidikan. Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan oleh tim professional tingkat daerah seperti TPK Provinsi dan kabupaten/kota.
4. Pemberian Dukungan Sarana, Prasarana, dan Pembiayaan.
Dukungan sarana, prasarana, dan pembiayaan ditunjang oleh Pemerintah Daerah, dunia usaha dalam mengadakan tanaman hias atau tanaman produktif.
5. Sosialisasi ke masyarakat, Komite Pendidikan, dan para pejabat pemerintah di lingkungan dan di luar diknas
C. Strategi di Tingkat Satuan Pendidikan
Strategi pelaksanaan pendidikan karakter di satuan pendidikan merupakan suatu kesatuan dari program manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah yang terimplemenasi dalam pengembangan, pelaksanaan dan evaluasi kurikulum oleh setiap satuan pendidikan. Agar pendidikan karakter dapat dilaksanakan secara optimal, pendidikan karakter diimplementasikan melalui langkah-langkah berikut: Sosialisasi ke stakeholders (komite sekolah, masyarakat, lembaga-lembaga) dan Pengembangan dalam kegiatan sekolah sebagaimana tercantum dalam tabel dibawah ini:
1. Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dalam kerangka pengembangan karakter peserta didik dapat menggunakan pendekatan belajar aktif seperti pendekatan belajar kontekstual, pembelajaran kooperatif, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran pelayanan, pembelajaran berbasis kerja, dan ICARE (Intoduction, Connection, Application, Reflection, Extension) dapat digunakan untuk pendidikan karakter. Dalam kegiatan pembelajaran terjadi proses interaksi yang bersifat edukatif antara guru dengan siswa. Kegiatan yang dilaksanakan tersebut bermuara pada satu tujuan yaitu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
2. Pengembangan Budaya Sekolah dan Pusat Kegiatan Belajar
Pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar dilakukan melalui kegiatan pengembangan diri, yaitu:
a. Kegiatan rutin. Kegiatan rutin yaitu kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus dan konsisten setiap saat.
b. Kegiatan spontan. Kegiatan yang dilakukan peserta didik secara spontan pada saat itu juga, misalnya, mengumpulkan sumbangan ketika ada teman yang terkena musibah atau sumbangan untuk masyarakat ketika terjadi bencana.
c. Keteladanan. Merupakan perilaku, sikap guru, tenaga kependidikan dan peserta didik dalam memberikan contoh melalui tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi peserta didik lain. Misalnya nilai disiplin ( kehadiran guru yang lebih awal dibanding peserta didik) , kebersihan, kerapihan, kasih sayang, kesopanan, perhatian, jujur, dan kerja keras dan percaya diri.
d. Pengkondisian. Pengkondisian yaitu penciptaan kondisi yang mendukung keterlaksanaan pendidikan karakter, misalnya kebersihan badan dan pakaian, toilet yang bersih, tempat sampah, halaman yang hijau dengan pepohonan, poster kata-kata bijak di sekolah dan di dalam kelas.
3. Kegiatan ko-kurikuler dan atau kegiatan ekstrakurikuler
Terlaksananya kegiatan ko-kurikuler dan ekstrakurikuler yang mendukung pendidikan karakter memerlukan perangkat pedoman pelaksanaan, pengembangan kapasitas sumber daya manusia, dan revitalisasi kegiatan yang sudah dilakukan sekolah. Kegiatan kokurikuler merupakan kegiatan yang lebih memperdalam dan menghayati materi pelajaran yang telah dipelajari dalam kegiatan intrakurikuler didalam kelas. Kegiatan ini dapat dilakukan secara individual maupun kelompok. Sedangkan Kegiatan ekstrakurikuler dimaksudkan sebagai kegiatan yang diarahkan untuk memperluas pengetahuan siswa, mengembangkan nilai-nilai atau sikap dan menerapkan secara lebih lanjut pengetahuan yang telah dipelajari siswa dalam mata pelajaran program inti dan pilihan. Walaupun sama-sama dilaksanakan diluar jam pelajaran kelas, bila dibandingkan dengan kegiatan kokurikuler, kegiatan ekstrakurikuler lebih menekankan pada kegiatan kelompok.
4. Kegiatan keseharian di rumah dan di masyarakat
Dalam kegiatan ini sekolah dapat mengupayakan terciptanya keselarasan antara karakter yang dikembangkan di sekolah dengan pembiasaan di rumah dan masyarakat. Sekolah dapat membuat angket berkenaan nilai yang dikembangkan di sekolah, dengan responden keluarga dan lingkungan terdekat anak/siswa. Kegiatan sehari-haru siswa menunjukkan bahwa siswa bisa berperan aktif dan guru bisa melihat sikap karakter yang dimiliki oleh siswanya baik dikals maupun di luar kelas selama proses belajar mengajar yang dilaksanakan di sekolah.
D. Penambahan Alokasi Waktu Pembelajaran
Terkait dengan pendidikan karakter, setiap satuan pendidikan dapat mengefektifkan alokasi waktu yang tersedia dalam rangka menerapkan penanaman nilainilai budaya dengan menggunakan metode pembelajaran aktif. Hal ini dapat dilakukan sejak guru mengawali pembelajaran, selama proses berlangsung, pemberian tugas-tugas mandiri dan terstruktur baik yang dilakukan secara individual maupun berkelompok, serta penilaian proses dan hasil belajar.
Strategi yang dilakukan oleh sekolah berbeda-beda, di beberapa sekolah, umumnya, sejak awal datang di sekolah, anak dibiasakan untuk saling menyapa, mengucapkan salam ketika bertemu sesama mereka dan guru. Untuk di jenjang TK dan SD, pada umumnya beberapa orang guru menyambut anak murid dengan sapaan, senyum dan salaman. Di beberapa sekolah, jam belajar setiap hari lebih awal selama 30 menit, waktu tersebut digunakan melakukan kegiatan ritual rutin seperti doa bersama, kultum, atau kegiatan lain yang relevan. Dalam rangka pembiasaan, di berbagai sekolah juga dilakukan pelaksanaan ibadah dengan memanfaatkan waktu istirahat. Ada juga sekolah yang menambah waktu di sore hari setelah jam pelajaran usai untuk melakukan kegiatan-kegiatan ekstrakurikuer atau kegiatan lain yang relevan yang dipilih oleh sekolah. Sebagian sekolah melaksanakan semua kegiatan ekstrakurikuler pada hari sabtu dari pagi sampai siang.
E. Penilaian Keberhasilan
Untuk mengukur tingkat keberhasilan pelaksanaan pendidikan karakter di satuan pendidikan dilakukan melalui berbagai program penilaian dengan membandingkan kondisi awal dengan pencapaian dalam waktu tertentu. Penilaian keberhasilan tersebut dilakukan melalui langkah-langkah berikut:
1 Mengembangkan indikator dari nilai-nilai yang ditetapkan atau disepakati
2 Menyusun berbagai instrumen penilaian
3 Melakukan pencatatan terhadap pencapaian indikator
4 Melakukan analisis dan evaluasi
5 Melakukan tindak lanjut
Menurut Ajat Sudrajat (2011), ada beberapa strategi dalam pelaksanaan pendidikan karakter yang diterapkan di sekolah yaitu: (1) pembelajaran (teaching), (2) keteladanan (modeling), (3) penguatan (reinforcing), dan (4) pembiasaan (habituating). Pembelajaran (teaching) sangat ditentukan oleh efektifitas pendidikan karakter, keteladanan (modeling), penguatan (reinforcing), dan pembiasaan (habituating) yang dilakukan secara serentak dan berkelanjutan. Pendekatan yang strategis terhadap pelaksanaan tersebut melibakan beberapa komponen yaitu :
1. Komponen sekolah (kampus) sepenuhnya akan diterapkan dan dilaksankan dengan nilai-nilai (karakter) tertentu (prioritas), maka setiap nilai yang akan ditanamkan atau dipraktikkan tersebut harus senantiasa disampaikan oleh para guru melalui pembelajaran langsung (sebagai mata pelajaan) atau mengintegraskannya ke dalam setiap mata pelajaran.
2. Nilai-nilai prioritas tersebut selanjutnya harus juga dimodelkan (diteladankan) secara teratur dan berkesinambungan oleh semua warga sekolah (kampus), sejak dari petugas parkir, petugas kebersihan, petugas keamanan, karyawan administrasi, guru, dan pimpinan sekolah.
3. Selanjutnya, nilai-nilai itu harus diperkuat oleh penataan lingkungan dan kegiataan-kegiatan di lingkungan sekolah (kampus). Penataan lingkungan di sini antara lain dengan menempatkan banner (spanduk-spanduk) yang mengarah dan memberikan dukungan bagi terbentuknya suasana kehidupan sekolah (kampus) yang berkarakter terpuji.
Komponena yang dapat melibatkan komponen keluarga dan masyarakat dilakukan oleh penguatan. Komponen keluarga meliputi pengembangan dan pembentukan karakter di rumah. Pihak dari sekolah (kampus) dapat melibatkan para orang tua untuk lebih peduli terhadap perilaku para anak-anaknya. Sedangkan komponen masyarakat atau komunitas secara umum adalah sebagai wahana praktik atau sebagai alat kontrol bagi perilaku siswa dalam mengembangkan dan membentuk karakter mereka. Pihak sekolah (kampus) dapat melakukan komunikasi dan interaksi dengan keluarga dan masyarakat ini dari waktu ke waktu secara periodik.
4. Pembiasaan (habituation) disekolah dapat dilakukan dari berbagai cara dan menyangkut banyak hal seperti disiplin waktu, etika berpakaian, etika pergaulan, perlakuan siswa terhadap karyawan, guru, dan pimpinan, dan sebaliknya. Pembiasaan yang dilakukan oleh pimpinan, guru, siswa, dan karyawan, dalam disiplin suatu lembaga pendidikan merupakan langkah yang sangat strategis dalam mebentuk karakter secara bersama.
Berbagai strategi dan alternatif yang dapat dilakukan untuk melaksanakan nilai-nilai pendidikan karakter yang telah dikemukakan oleh Kementerian Pendidikan Nasional. Nilai-nilai pendidikan karakter tersebut merupakan proses pembiasaan yang dilakukan baik di lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat sehingga dapat mempengaruhi kepribadian seseorang untuk melakukan perbuatan baik maupun buruk. Nilai-nilai pendidikan karakter tersebut secara sistematis dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah sehingga akan secara jelas pokok-pokok yang harus dilaksanakan dan dituangkan ke dalam rancangan pembelajaran. Menurut Fasli Jalal (2010: 34) menjelaskan tentang pembangunan karakter bangsa melalui bidang pendidikan seperti yang digambarkan pada bagan berikut ini:
Gambar tersebut menjelaskan bahwa nilai-nilai luhur yang dapat ditanamkan pada peserta didik berasal dari Agama, Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, kemudian didukung oleh teori-teori pendidikan, psikologi, nilai dan sosial budaya serta pengalaman terbaik (best practice) dan praktik yang nyata pada kegiatan sekolah. Nilai-nilai tersebut dituangkan kedalam satuan pendidikan, keluarga dan masyarakat sebagai elemen penting penanaman karakter terhadap peserta didik sehingga akan melahirkan perilaku berkarakter. Apabila ketiga elemen tersebut mampu bekerja sama maka hasil yang didapatkan akan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Selain itu, Fasli Jalal (2010: 35) menjelaskan dalam satuan pendidikan pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah dapat terlihat seperti bagan di bawah ini:
Di lembaga sekolah, pendidikan karakter tidak dimasukkan ke dalam pokok bahasan tertentu tetapi diintegrasikan secara sistematis sesuai dengan perencanaan. Selain itu, pendidikan karakter dilaksanakan melalui 3 segi, yaitu:
a. Kegiatan belajar mengajar. Nilai-nilai pendidikan karakter diintegrasikan pada KBM tidak dimasukkan dalam sub pokok bahasan tetapi terintegrasi secara sistematis ke setiap mata pelajaran.
b. Budaya sekolah (kegiatan/kehidupan keseharian di satuan pendidikan). Hal tersebut dapat terlihat dari pembiasaan dalam kehidupan keseharian di satuan pendidikan, sehingga akan diketahui bagaimana proses pendidikan karakter yang terjadi.
c. Kegiatan ekstrakurikuler. Nilai-nilai pendidikan karakter diintegrasikan ke dalam ekstrakurikuler sehingga akan terlihat jelas bahwa kegiatan yang diikuti peserta didik dapat mempengaruhi karakter yang dimiliki. Contohnya: pramuka, olahraga, karya tulis, dsb.
Pendidikan karakter melalui kegiatan ekstra kurikuler dipandang sangat relevan dan efektif. Nilai-nilai karakter seperti kemandirian, kerjasama, sabar, empati, cermat dan lainya dapat diinternalisasikan dan direalisasikan dalam setiap kegiatan ekstra kurikuler. Ekstrakurikuler dapat diartikan sebagai kegiatan pendidikan yang dilakukan di luar jam pelajaran tatap muka. Kegiatan tersebut dilaksanakan di dalam sekolah dan/atau di luar lingkungan sekolah dalam rangka memperluas pengetahuan, meningkatkan keterampilan, dan menginternalisasi nilai- nilai atau aturan-aturan agama serta norma-norma sosial baik lokal, nasional, maupun global untuk membentuk insan yang paripurna. Dengan kata lain, ekstrakurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar jam pelajaran yang ditujukan untuk membantu perkembangan peserta didik, sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah.
Fungsi Kegiatan Ekstra Kurikuler meliputi: (a) Pengembangan, yaitu fungsi kegiatan ekstra kurikuler untuk mengembangkan kemampuan dan kreativitas peserta didik sesuai dengan potensi, bakat dan minat mereka; (b) Sosial, yaitu fungsi kegiatan ekstra kurikuler untuk mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial peserta didik; (c) Rekreatif, yaitu fungsi kegiatan ekstra kurikuler untuk mengembangkan suasana rileks, mengembirakan dan menyenangkan bagi peserta didik yang menunjang proses perkembangan; (d) Persiapan karir, yaitu fungsi kegiatan ekstra kurikuler untuk mengembangkan kesiapan karir peserta didik.
Kementerian Pendidikan Nasional (dalam Agus Wibowo, 2012: 72) menjelaskan bahwa pengembangan kurikulum pendidikan karakter itu pada prinsipnya tidak dimasukkan sebagai pokok bahasan, tetapi terintegrasi ke dalam mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah. Pengintegrasian nilainilai pendidikan karakter itu secara terperinci mengacu pada prinsip-prinsip dalam pengembangan pendidikan karakter, yaitu :
a) Berkelanjutan, artinya proses pengembangan nilai-nilai karakter merupakan sebuah proses panjang, dimulai dari awal peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan. Sejatinya, proses tersebut dimulai dari kelas 1 Sekolah Dasar atau tahun pertama dan berlangsung paling tidak sampai kelas 9 atau kelas akhir SMP. Pendidikan budaya dan karakter bangsa di SMA adalah kelanjutan dari proses yang telah terjadi selama 9 tahun.
b) Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah. Ini artinya, proses pengembangan nilai-nilai karakter dilakukan melalui setiap mata pelajaran, dan dalam setiap kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler.
c) Nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan. Ini artinya, materi nilai karakter bukanlah bahan ajar biasa. Nilai-nilai itu tidak dijadikan pokok bahasan yang dikemukakan seperti halnya ketika mengajarkan suatu konsep, teori, prosedur ataupun fakta seperti dalam mata pelajaran agama, bahasa Indonesia, PKn, IPA, IPS, matematika, pendidikan jasmani dan kesehatan, seni, dan ketrampilan. Materi pelajaran digunakan sebagai bahan atau media untuk mengembangkan nilai-nilai pendidikan karakter. Yang perlu diperhatikan adalah suatu aktivitas belajar yang dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotor.
d) Proses pendidikan dilakukan dengan penekanan agar peserta didik semua aktif dan menyenangkan. Prinsip ini menyatakan bahwa proses pendidikan karakter dilakukan oleh peserta didik bukan oleh guru. Untuk melaksanakan strategi tersebut, guru merencanakan kegiatan belajar yang menyebabkan peserta didik aktif merumuskan pertanyaan, mencari sumber informasi, dan mengumpulkan informasi dari sumber, mengolah informasi yang sudah dimiliki, merekonstruksi atau proses pengembangan nilai, menumbuhkan nilai-nilai budaya karakter pada diri mereka melalui berbagai kegiatan belajar yang terjadi di kelas, sekolah, dan tugas-tugas di luar sekolah.
Menurut Agus Wibowo (2012: 45), pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah akan berhasil apabila syarat utama dapat dipenuhi, yaitu; (1) teladan dari guru, karyawan, pimpinan sekolah dan para pemangku kebijakan di sekolah; (2) pendidikan karakter dilakukan secara konsisten dan secara terus menerus; dan (3) penanaman nilai-nilai karakter yang utama. Sedangkan Thomas Lickona (dalam Masnur muslich, 2011: 35-36) menambahkan, bahwa ada sepuluh tanda-tanda zaman yang harus diwaspadai karena jika tanda-tanda ini sudah ada, berarti sebuah bangsa sedang menuju jurang kehancuran. Tanda-tanda yang dimaksud adalah: Meningkatnya kekerasan di kalangan remaja, Penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk, Pengaruh peer-group yang kuat dalam tindak kekerasan, Meningkatnya perilaku merusak diri, seperti penggunaan narkoba, alkohol dan seks bebas, Semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk, Menurunnya etos kerja, Semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru, Rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara, Membudayanya ketidakjujuran, dan Adanya rasa saling curiga dan kebencian diantara sesama.
Selain itu, sistem pendidikan dini yang ada sekarang ini terlalu berorientasi pada pengembangan otak kiri (kognitif) dan kurang memperhatikan pengembangan otak kanan (afektif, empati, dan rasa). Padahal pengembangan karakter lebih berkaitan dengan optimalisasi fungsi otak kanan. Mata pelajaran yang berkaitan dengan pendidikan karakter pun (seperti budi pekerti dan agama) ternyata pada praktiknya lebih menekankan pada aspek otak kiri (hafalan, atau hanya sekedar “tahu”).
Menurut Buchory dan Budi (2014) menjelaskan bahwa guru memegang peranan yang sangat strategis dalam membentuk karakter serta mengembangkan potensi peserta didik. Keberadaan guru di tengah masyarakat bisa dijadikan teladan dan rujukan kemasyarakat sekitar sehingga guru adalah penebar cahaya kebenaran dan keagungan nilai. Guru harus bergerak memberdayakan siswa menuju kualitas hidup yang baik di segala aspek kehidupan, khususnya pengetahuan dan moralitas. Kehadiran guru juga tidak tergantikan oleh unsur lain. Guru memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan lulusan berkualitas. Guru yang profesional diharapkan menghasilkan lulusan yang berkualitas. Melalui sentuhan guru diharapkan mampu menghasilkan peserta didik yang bukan hanya cerdas secara intelektual, melainkan juga cerdas secara emosional dan spiritual, serta memiliki kecakapan hidup. Dalam keseluruhan proses pendidikan karakter, guru merupakan faktor utama yang bertugas sebagai pendidik.
Guru harus bertanggung jawab atas hasil kegiatan belajar siswa melalui interaksi belajar mengajar. Dengan demikian, peran guru dalam pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah adalah memberikan keteladanan, inspirator, motivator, dinamisator, dan evaluator. Keteladanan berkaitan dengan tugas guru sebagai teladan siswa adalah memberikan teladan yang baik berkaita dengan masalah moral, etika, maupun akhlak di manapun berada. Inspirator, seorang guru akan menjadi sosok inspirator jika mampu membangkitkan semangat untuk maju dengan menggerakkan segala potensi yang dimiliki guna meraih prestasi. Secara otomatis kesuksesan guru akan menginspirasi siswa. Motivator, setelah menjadi inspira- tor, peran guru selanjutnya adalah motivator.
Guru harus berusaha agar dalam menjalankan tugas benar-benar dapat menjadi motivasi bagi siswa. Dinamisator, artinya seorang guru tidak hanya mampu membangkitkan semangat tetapi juga men- jadi lokomotif yang benar-benar mendorong siswa ke arah tujuannya dengan kecepatan, kecerdasan, dan kearifan yang tinggi. Evaluator, sebagai evaluator guru harus selalu mengevaluasi metode pembelajaran yang selama ini dipakai dalam pendidikan karakter. Selain itu, guru juga harus mampu mengevaluasi sikap dan perilaku yang ditunjukkan oleh siswa.
Revolusi
Globalisasi sudah tidak terbendung lagi masuk ke Indonesia disertai dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih. Indonesia termasuk kedalam revolusi industri ke empat, dimana didalam revolusi keempat ini menjelaskan bahawa ketika negara masuk ke Industry 4.0, pertumbuhan industri yang menyeluruh dan berkelanjutan cenderung terjadi. Dimana pihaknya tengah mendorong agar angkatan kerja di Indonesia terus belajar dan meningkatkan keterampilannya untuk memahami penggunaan teknologi internet of things atau mengintegrasikan kemampuan internet dengan link produksi di industri, guna menginisiasi pelaksanaan pendidikan vokasi yang link and match antara lembaga pendidikan di indonesia.
Berdasarkan revolusi industri ke empat dengan banyak perkembangan teknologi atau perubahan teknologi sekarang maka peserta didik semakin maju dalam mendapatkan ilmu pendidikan karakter. Siswa diterapkan untuk berfikir sendiri dalam menjalankan pendidikan dikelas dan lingkungan sekolah. Siswa dianjurkan lebih kritis terhadap pendidikan karakter sekarang atau dalam perubahan teknologi yang semakin maju dimasa depan, siswa ditekankan bisa menggunakan internet dan semua yang berbaur internet agar siswa tersebut bisa mengaplikasikan sistem online dengan perubahan jaman atau revolusi sekarang ini. Pelaksanaan pendidikan karakter sekarang ini disekolah mendapat peranan penting dari pemerintah agar siswanya bisa memamfaatkan perubahan revolusi yang ada saat ini. Perubahan revolusi pada pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah terdapat beberapa strategi ditingkat lembaga pendidikan. yang pertama pada startegi tingkat kementrian pendidikan nasional, dalam tingkatan ini pengembangan pendidikan karakter lebih mengutamakan untuk melaksankan kebijakan yang ada didalam pendidikan. Semakin majunya revolusi dilembaga pendidikan maka akan semakin banyak perubahan yang terdapat di sekolah dengan memamtuhi peraturan atau kebijakan-kebijakan yang ada diterapkan pada satuan pendidikan.
Dalam revolusi pelaksanaan pendidikan karakter terutama pada evaluasi perubahan kurikulum, semakin berubahnya jaman moderen atau semakin canggihnya proses pendidikan maka semakin berubah pula kurikulum yang ada. dalam hal ini, pembelajaran disekolah akan berubah baik di intergrasi mata pelajaran maupun dalam muatan lokal. Di segi lain perserta didik lebih ditekanka untuk mengembangkan potensi diri. Contohnya dalam kegiatan ekstrakurikuler dan pengembangan bimbingan konseling dan pemebrdayaan kegiatan-kegiatan yang rrutin dilakukan disekolah.
Lewat kegiatan ekstrakurikuler. Beberapa nilai integritas, etos kerja keras, kreativitas, banyak yang dapat dilatih lewat kegiatan luar sekolah. Lewat kegiatan outbound siswa dapat dilatih untuk punya daya tahan, kerja keras, daya juang melawan arus. Nilai gotong royong pun lebih akan tercapai bila dilakukan di luar sekolah melakukan proyek bersama.
a) Lewat segala bentuk kegiatan yang diadakan di luar sekolah seperti live in, studi lingkungan dll;
b) Lewat suasana sekolah dan aturan sekolah. Integritas, semangat kerjakeras, kreatif, gotong royong pun dapat dilakukan lewat suasana sekolah yang dibangun dengan nilai nilai itu.
c) Jelas sekolah harus menyusun kurikulum yang menyeluruh, termasuk bagaimana nilai-nilai itu akan dilatihkan dan dikembangkan.
Daftar Rujukan
Agus Wibowo. 2012. Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Ajat Sudrajat. 2011. Mengapa Pendidikan Karakter?. Yogyakarta Jurnal Pendidikan Karakter, Tahun I, Nomor 1, Oktober 2011
Buchory dan T. Budi S. 2014. Implementasi Program Pendidikan Karakter Di SMP. Yogyakarta Jurnal Pendidikan Karakter, Tahun IV, Nomor 3, Oktober 2014
Fasli Jalal. 2010. Kebijakan Nasional Pendidikan Karakter. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional.
Fasli Jalal dkk. 2011. Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter, Pusat Kurikulum dan Perbukuan. Jakarta: Kemdiknas
Masnur Muslich. 2011. Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional. Jakarta: PT Bumi Aksara.
No comments:
Post a Comment