Sejak Indonesia merdeka, pendidikan di negara
kita telah mengalami berbagai perubahan dan pembaharuan dalam kebijakan kurikulum. Dalam sejarah perkembangannya, negara kita
telah mengalami beberapa kali dinamika
perubahan kurikulum, yakni pada tahun
1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006, dan tahun 2013. Ketika
kita mengalami pandemi covid-19, pemerintah menerapkan Kurikulum Darurat, atau disebut
juga Kurikulum 2013 yang disederhanakan. Selanjutnya, mulai pada tahun ajaran
yang baru ini (2022/2023), akan diberlakkan kurikulum baru yang dikenal dengan
kurikulum merdeka sebagai nama resmi dari kurikulum prototope.
Berbagai kebijakan perubahan kurikulum
tersebut tentu didasarkan pada hasil analisis, evaluasi, prediksi dan berbagai
tantangan yang dihadapi baik internal maupun eksternal yang terus berubah.
Dalam konteks seperti ini, kurikulum dapat dipahami sebagai
produk kebijakan bersifat dinamis, kontekstual, dan relatif. Disebut dinamis sebab terus berkembang dan disesuaikan dengan perkembangan zaman
serta terbuka terhadap kritik. Dikatakan kontekstual karena didasarkan pada konteks zamannya. Kurikulum
juga disebut relatif karena kebijakan yang dihasilkan dipandang bagus atau sempurna pada zamannya, dan
akan menjadi tidak relevan pada zaman-zaman berikutnya. Maka prinsip dasar dalam kebijakan kurikulum adalah change and continuity yaitu
perubahan yang dilakukan secara terus menerus.
Kurikulum
Sebagai Instrumental Input
Secara etimologis kurikulum berasal
dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya pelari dan curere
yang berarti jarak yang harus ditempuh oleh pelari. Istilah
kurikulum ini kemudian berkembang, hingga pada akhirnya kurikulum dapat didefinisikan
sebagai landasan yang digunakan pendidik untuk membimbing peserta didiknya ke
arah tujuan pendidikan yang diinginkan melalui akumulasi sejumlah pengetahuan,
keterampilan dan sikap mental (Samsul Nizar, 2002).
Menurut Allan C.
Ornstein dan Francis Hunkins (1993), kurikulum dapat didefinisikan sebagai
suatu rencana aksi atau dokumen tertulis yang meliputi strategi mencapai tujuan
atau akhir yang diinginkan, “a curriculum can be defined as a plan for
action or a written document that includes strategies for achieving desired
goals or ends”. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu. Maka dapat dikatakan bahwa kurikulum mempunyai kedudukan sentral dan
strategis dalam seluruh proses pendidikan. Betapapun tingginya kualitas
masukan (peserta didik), tetapi tidak didukung oleh kurikulum yang tepat,
tentulah akan sulit untuk mewujudkan tercapainya mutu pendidikan yang tinggi.
Kurikulum merupakan salah satu instrumental input yang sangat penting dalam program sekolah.
Penggunaan istilah kurikulum juga hanya digunakan pada lembaga pendidikan
formal dan tidak berlaku untuk pendidikan luar sekolah (informal). Hal ini
menjadi jelas bahwa sekolah harus memiliki kurikulum. Dengan kata lain, jika sebuah sekolah tidak mempunyai kurikulum
berarti tidak layak disebut sekolah. Atas dasar inilah maka
tepat jika dikatakan bahwa kurikulum sebagai instrumental input yang
sangat penting dalam seluruh proses pendidikan.
Sempitnya Pengertian Kurikulum dalam Undang-Undang Sisdiknas,
Tahun 2003
Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu”. Pengertian kurikulum dalam Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional ini dinilai
cukup sempit jika dibandingkan dengan pengertian kurikulum sebagai the
curriculum is as broad and varied as the child’s school environment yang memiliki pengertian yang
cukup luas.
Pengertian kurikulum menurut UU Sisdiknas ini hanya memberikan batasan kurikulum sebagai
“Seperangkat rencana dan pengaturan”, “bahan ajar”, “pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran”. Padahal kurikulum memiliki pengertiannya yang lebih luas lagi, seperti yang dimaksudkan
dalam rumusan “the curriculum is as broad and varied as the child’s school
environment”.
Hamid Hasan (dalam Sudrajat, 2008) mengemukakan bahwa
konsep kurikulum dapat ditinjau dalam empat dimensi, yaitu: Pertama, kurikulum
sebagai suatu ide; yang dihasilkan melalui teori-teori dan penelitian,
khususnya dalam bidang kurikulum dan pendidikan. Kedua, kurikulum
sebagai suatu rencana tertulis, sebagai perwujudan dari kurikulum sebagai suatu
ide; yang didalamnya memuat tentang tujuan, bahan, kegiatan, alat-alat, dan
waktu. Ketiga, kurikulum sebagai suatu kegiatan, yang merupakan
pelaksanaan dari kurikulum sebagai suatu rencana tertulis; dalam bentuk praktek
pembelajaran. Keempat, kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan
konsekwensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan, dalam bentuk ketercapaian
tujuan kurikulum yakni tercapainya perubahan perilaku atau kemampuan tertentu
dari para peserta didik.
Sementara itu, Purwadi (dalam Sudrajat, 2008) memilah
pengertian kurikulum menjadi enam bagian, yaitu: kurikulum sebagai ide;
kurikulum formal berupa dokumen yang dijadikan sebagai pedoman dan panduan
dalam melaksanakan kurikulum; kurikulum menurut persepsi pengajar; kurikulum
operasional yang dilaksanakan atau dioprasional kan oleh pengajar di kelas;
kurikulum experience yakni kurikulum yang dialami oleh peserta didik; kurikulum
yang diperoleh dari penerapan kurikulum.
Kurikulum 2013 Menuju Kurikulum Merdeka
Kurikulum 2013 yang digunakan selama ini diyakini sebagai kebijakan strategis dalam menyiapkan dan menghadapi
tantangan dan tuntutan masa depan masyarakat Indonesia. Kebijakan kurikulum
2013 diharapkan mampu memerankan fungsi penyesuaian (the adjusted or
adaptive function),yaitu kurikulum yang mampu mengarahkan peserta didiknya
dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun
lingkungan sosial yang terus berubah. Kurikulum 2013 mengintegrasikan tiga
ranah kompetensi yaitu sikap, pengetahuan dan ketrampilan. Dengan kata lain,
hal yang ditekankan dalam pengembangan Kurikulum 2013 adalah penyempurnaan pola
pikir, penguatan tata kelola kurikulum, pendalaman dan perluasan materi,
penguatan proses pembelajaran, dan penyesuaian beban belajar agar dapat
menjamin kesesuaian antara apa yang diinginkan dengan apa yang dihasilkan (Imam Machali, 2014).
Oleh karena itu, implementasi Kurikulum 2013
diyakini sebagai langkah strategis dalam menyiapkan dan menghadapi tantangan
globalisasi dan tuntutan masyarakat Indonesia masa depan. Kompetensi masa depan
yang diperlukan dalam menghadapi arus globalisasi antara lain berkaitan dengan
kemampuan berkomunikasi, kemampuan berpikir jernih dan kritis, kemampuan
mempertimbangkan segi moral suatu permasalahan, kemampuan menjadi warga Negara
yang bertanggungjawab, kemampuan mencoba untuk mengerti dan toleran terhadap
pandangan yang berbeda, dan kemampuan hidup dalam masyarakat yang mengglobal.
Saat negara kita menerapkan Kurikulum 2013, dunia mengalami
pandemi covid-19 yang mengubah seluruh tantanan hidup, termasuk pendidikan.
Berhadapan dengan pandemi tersebut, maka pemerintah mengambil kebijakan untuk
menerapkan kurikulum darurat. Dampak positif penerapan kurikulum darurat menjadi dasar
dibukanya opsi bagi kurikulum prototipe yang bersifat sukarela bagi satuan
pendidikan.
Sudah
banyak tulisan yang mengulas tentang kelebihan maupun kekurangan dari kurikulum
prototipe ini. Karena itu dalam tulisan ini, penulis tidak ingin menguraikan
tentang kelebihan dan kekurangan kutikulim prototipe. Saya yakin bahwa setiap
kebijakan perubahan kurikulum, telah didesain dengan mengevaluasi apa saja yang menjadi
kendala pada kurikulum sebelumnya. Dengan kata lain, tujuan dari perubahan
kurikulum adalah untuk melengkapi kekurangan-kekurangan yang ada pada kurikulum
sebelumnya. Pengembangan kurilkulum pun dapat terjadi karena disesuaikan
dengan perkembangan zaman dan situasi yang terjadi pada saat ini. Setiap
perubahan pasti membutuhkan waktu untuk sosialisasi dan penyesuaian. Oleh
karena itu pemerintah memberikan opsi kepada satuan pendidikan untuk
menyesuaikan diri, tanpa ada paksaan.
Kita berharap semoga pengembangan
kurikulum di masa yang akan datang akan diarahkan pada keaktifan peserta didik
dalam belajar, kreatif, inovatif, afektif dan memiliki karakter yang baik. Semoga
pendidikan kita lebih bersifat humanis yang membantu manusia lebih
manusiawi, lebih berbudaya, sebagai manusia yang utuh dan berkembang dalam daya
cipta (kognitif), daya rasa (afektif), dan daya karsa (psikomotorik).
No comments:
Post a Comment