Dalam lingkungan
sistem pendidikan, khususnya persekolahan, tuntutan akan penjaminan mutu
merupakan gejala yang wajar, karena penyelenggaraan pendidikan yang bermutu merupakan
akuntabilitas publik. Setiap komponen pemangku kepentingan pendidikan yakni
orang tua, masyarakat, dunia kerja dan pemerintah dalam peranan dan
kepentingannya masing-masing memiliki kepentingan terhadap penyelenggaraan
pendidikan yang bermutu.
Penanganan mutu
secara menyeluruh dilakukan dengan melibatkan semua pihak yang terkait,
mencakup semua proses yang dilakukan yakni sesuai standar mutu (quality
control), penjaminan mutu (quality assurance), dan ke arah peningkatan mutu
berkelanjutan (continuous quality improvement).
Penjaminan dan
peningkatan mutu pendidikan dasar dan menengah merupakan serangkaian proses dan
sistem yang terkait untuk mengumpulkan, menganalisa dan melaporkan data
mengenai kinerja dan mutu tenaga pendidik dan kependidikan, program dan
lembaga.
Penjaminan dan peningkatan mutu
pendidikan untuk pendidikan dasar dan menengah di Indonesia terkait dengan: 1).
Pengkajian mutu pendidikan 2). Analisis dan pelaporan mutu pendidikan 3).
Peningkatan mutu pendidikan dan 4). Penumbuhan budaya peningkatan mutu
berkelanjutan.
Para guru dan
sekolah adalah pihak-pihak yang memberikan kontribusi terbesar terhadap hasil
mutu pendidikan peserta didik. Oleh karena itu, cakupan Sistem Penjaminan dan
Peningkatan Mutu Pendidikan perlu diarahkan pada penjaminan dan meningkatkan
mutu untuk guru, kepala sekolah, sekolah, dan tenaga inti lainnya di sekolah
serta sistem yang mendukung pekerjaan mereka.
Sistem Penjaminan Mutu
Pelaksanaan sistem
penjaminan mutu pendidikan dasar dan menengah mengacu pada standar sesuai
peraturan yang berlaku. Acuan utama sistem penjaminan mutu pendidikan dasar dan
menengah adalah Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang ditetapkan oleh
pemerintah pusat melalui Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). SNP adalah
standar minimal yang ditetapkan pemerintah dalam bidang pendidikan yang harus
dipenuhi oleh satuan pendidikan dan semua pemangku kepentingan dalam mengelola
dan menyelenggarakan pendidikan, yang terdiri atas standar kompetensi lulusan,
standar isi, standar proses, standar penilaian, standar pendidik dan tenaga
kependidikan, standar pengelolaan, standar sarana dan prasarana dan standar
pembiayaan.
Sistem penjaminan mutu pendidikan dasar
dan menengah terdiri atas dua komponen besar yaitu Sistem Penjaminan Mutu
Internal dan Sistem Penjaminan Mutu Eksternal.
Sistem Penjaminan
Mutu Internal (SPMI) adalah sistem penjaminan mutu yang berjalan di dalam
satuan pendidikan dan dijalankan oleh seluruh komponen satuan pendidikan.
Sedangkan Sistem Penjaminan Mutu Eksternal (SPME) adalah sistem penjaminan mutu
yang dijalankan oleh pemerintah, pemerintah daerah, badan akreditasi dan badan
standar. Sistem ini diatur dalam peraturan menterti pendidikan dan kebudayaan
No 28 tahun 2016 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah
dan dijelaskan pada Pedoman Umum Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Dasar dan
Menengah.
Satuan pendidikan
berperan dalam melaksanakan sistem yang terdiri atas organisasi, kebijakan, dan
proses yang terkait dalam melaksanakan penjaminan mutu pendidikan untuk
menjamin terwujudnya pendidikan yang bermutu dalam rangka memenuhi atau
melampaui SNP. Sistem tersebut memiliki beberapa prinsip yakni, mandiri dan
partisipatif, terstandar, integritas, sistematis dan berkelanjutan, holistik,
transparan dan akuntabel.
Seluruh langkah
dalam siklus penjaminan mutu dilaksanakan oleh satuan pendidikan dalam
pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan dengan melibatkan pemangku
kepentingan. Seluruh langkah penjaminan mutu pada satuan pendidikan yang
dilaksanakan dalam satu atau lebih siklus akan menghasilkan rapor hasil
implementasi sistem penjaminan mutu.
Kebijakan Penjaminan Mutu Pendidikan
Pendidikan yang
bermutu merupakan harapan dan dambaan bagi setiap warga negara. Masyarakat,
baik yang terorganisir dalam suatu lembaga pendidikan, maupun orang tua/wali
murid, sangat berharap agar murid dan anak-anak mereka mendapatkan pendidikan
yang bermutu agar kelak dapat bersaing dalam menjalani kehidupan. Untuk
menjawab harapan masyarakat tersebut, Pemerintah Indonesia dan DPR pada tahun
2003 telah melakukan beberapa perubahan dalam sistem pendidikan, melalui
penetapan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003.
Perubahan mendasar
dalam Undang-Undang Sisdiknas yang baru tersebut adalah demokratisasi dan
desentralisasi pendidikan, serta pemberian porsi yang cukup besar bagi peran
serta masyarakat. Pemerintahan yang mendelegasikan sebagian besar tanggung
jawab implementasinya kepada propinsi, kabupaten dan sekolah. Agar dapat
berjalan dengan efektif dalam konteks kebijakan dan manajemen ini, sistem
penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan perlu menyediakan fleksibilitas yang
memadai yang akan memungkinkan kabupaten dan sekolah untuk mengkaji dan
meningkatkan mutu di wilayah prioritas yang mencerminkan faktor kontekstual
sesuai dengan daerah masing-masing.
Lebih lanjut,
dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional
Pendidikan, Bab II Pasal 2 ayat (2), ditegaskan bahwa untuk penjaminan dan
pengendalian mutu pendidikan hendaknya dilakukan tiga hal penting, yakni
akreditasi, evaluasi hasil belajar dan sertifikasi guru.
Akreditasi; Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan
satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan nonformal pada setiap
jenjang dan jenis pendidikan. Karena itu, dalam akreditasi dilakukan penilaian
terhadap kinerja dan kelayakan satuan pendidikan. Fokus penilaian dalam
akreditasi mengacu pada Standar Nasional Pendidikan (SNP). Dengan demikian,
diharapkan setiap sekolah dapat melakukan penjaminan mutu sekolah
masing-masing.
Evaluasi Hasi Belajar; Evaluasi pendidikan sebagai bentuk penjaminan mutu meliputi
evaluasi kinerja pendidikan, baik yang dilakukan oleh satuan pendidikan
sendiri, pemerintah maupun masyarakat. Evaluasi oleh satuan pendidikan
dilaksanakan pada setiap akhir semester sebagai bentuk akuntabilitas
penyelenggaraan pendidikan yang telah dilakukan, dan dilaporkan kepada
pihak-pihak yang berkepentingan, baik pemerintah maupun masyarakat.
Evaluasi oleh
pemerintah merupakan evaluasi yang mencakup tingkat relevansi pendidikan secara
umum terhadap visi, misi, tujuan dan paradigma pendidikan nasional, tingkat
relevansi satuan pendidikan terhadap kebutuhan masyarakat, tingkat efisiensi
dan produktivitasnya, serta tingkat daya saing pada tingkat daerah, nasional,
regional dan global. Dan yang paling penting, evaluasi ini juga harus mencakup
tingkat pencapaian Standar Nasional Pendidikan yang merupakan jaminan dan
pengendali mutu pendidikan nasional.
Sertifikasi Guru; Sertifikasi Guru adalah proses
pemberian sertifikat pendidik bagi guru dalam jabatan melalui pendidikan.
Dengan program ini diharapkan para guru dapat meningkatkan kompetensinya dalam
melaksanakan tugas dengan baik dan profesional. Kompetensi guru dimaksud adalah
kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan professional. Oleh karena itu,
dalam sertifikasi guru perlu dilakukan penilaian terhadap unjuk kerjanya
sebagai bukti penguasaan seperangkat kompetensi yang dipersyaratkan.
Antara Harapan dan Kenyataan
Tiga pilar
kebijakan pemerintah yakni akreditasi, evaluasi belajar siswa dan sertifikasi
guru sebagai penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan, pada kenyataannya
tentu masih banyak ditemukan praktek-praktek kesenjangan. Misalnya persoalan
tentang akreditasi, masih ada sekolah-sekolah yang seharusnya belum mencapai kualifikasi
tertentu dalam akreditasi, tetapi dengan berbagai pertimbangan BAN-S/M
memberikan nilai yang cukup untuk dikatakan telah memenuhi standar
minimal.
Dalam hal evaluasi
belajar, fenomena terjadi kebocoran soal, pengawas membantu mengerjakan soal
atau membiarkan peserta ujian kerjasama, dan masih banyak lagi modus yang
digunakan agar peserta ujian dapat lulus, semakin marak terjadi dewasa ini.
Masih banyak sekolah yang mempraktekan kecurangan dalam ujian agar siswa
mendapat nilai tinggi dalam ujian. Demikian pula dengan masalah sertifikasi
guru. Kita dapat menemukan banyak guru lulus sertifikasi, tetapi pada
kenyataanya tidak kompeten.
Penjaminan mutu
harus dibarengi dengan komitmen dari seluruh unsur yang terlibat dalam
menjalankan tugas dan kewajibannya. Baik pemerintah (dari pusat sampai daerah),
pengelola tingkat satuan pendidikan (kepala sekolah dan guru) serta masyarakat.
Sehingga, lembaga pendidikan benar-benar akan menjalankan fungsinya dengan
benar, sebagai tempat memperoleh pengetahuan, mengembangkan keterampilan, dan
memperoleh cita-cita yang diinginkan. Tanpa komitmen yang kuat, sebagaimana
yang selama ini banyak terjadi, pendidikan di Indonesia tidak akan pernah lebih
maju dari sebelumnya, bahkan akan lebih terpuruk lagi.
Secara umum,
aturan perundang-undangan tentang pendidikan di Indonesia dan petunjuk
pelaksanaannya sudah cukup memadai untuk meningkatkan mutu pendidikan. Hanya
saja, pada tataran pelaksanaannya masih banyak dijumpai kendala. Kendala yang
paling utama adalah kurangnya komitmen dari para pelaku kebijakan dan pengelola
pendidikan. Untuk itu, guna meningkatkan mutu pendidikan, diperlukan para
pelaku pendidikan yang menguasai aturan dan dibarengi dengan komitmen yang
tinggi untuk meningkatkan mutu pendidikan.
No comments:
Post a Comment